Rabu, 28 Januari 2015

Khutbah Jum'at : Nilai Kepemimpinan Lelaki dan Kepatuhan Wanita

Nilai Kepemimpinan Lelaki dan Kepatuhan Wanita
Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Allah Ta’ala berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara “(mereka; maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik). (QS An-Nisaa’/ 4:34).
Ayat ini menegaskan tentang kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita, dan menjelaskan tentang wanita shalihah.
Menurut Ibnu Katsir, lelaki itu adalah pemimpin wanita, pembesarnya, hakim atasnya, dan pendidiknya. Karena lelaki itu lebih utama dan lebih baik, sehingga kenabian dikhususkan pada kaum lelaki, dan demikian pula kepemimpinan tertinggi. Karena Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً.
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).
Ibnu Katsir melanjutkan, dan demikian pula (khusus untuk lelaki) jabatan qodho’/ kehakiman dan hal-hal lainnya. Karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, yaitu berupa mahar/ maskawin, nafkah-nafkah dan beban-beban yang diwajibkan Allah atas lelaki untuk menjamin perempuan. Maka dalam diri lelaki itu ada kelebihan dan keutamaan atas perempuan, hingga sesuailah kalau lelaki itu menjadi pemimpin atas perempuan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita” . (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz I, halaman 608, atau juz II, halaman 292 tahqiq Sami As-Salamah).
Penjelasan Ibnu Katsir itu ada rincian yang senada yaitu perkataan Abu As-Su’ud: “Dan pengutamaan bagi kaum laki-laki itu karena kesempurnaan akal, bagusnya pengaturan, kesungguhan pandangan, dan kelebihan kekuatannya. Oleh karena itu ada kekhususan bagi laki-laki yaitu mengenai an-nubuwwah (kenabian), al-imamah (kepemimpinan), al-wilayah (kewalian), as-syahadah (kesaksian --dalam perkara pidana, wanita tidak boleh jadi saksi, hanya khusus lelaki, pen) jihad dan hal-hal lainnya. (Irsyaadul ‘Aqlis Saliim, 1/339).
Wanita shalihah
Selanjutnya, arti ayat: “Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri,” maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya; “ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”
Ini adalah rincian keadaan wanita di bawah kepemimpinan lelaki. Allah Ta’ala telah menyebutkan bahwa wanita itu ada dua macam. Yang satu adalah wanita-wanita shalihah muthi’ah (baik lagi taat) dan yang lain adalah ‘ashiyah mutamarridah (bermaksiat lagi menentang).
Wanita-wanita shalihah muthi’ah adalah taat kepada Allah dan suaminya, melaksanakan hak-hak dan kewajiban yang ada pada dirinya, menjaga dirinya dari kekejian (zina), dan menjaga harta suaminya dari pemborosan. Sebagaimana mereka menjaga hal-hal yang berlangsung antara dirinya dan suaminya yang wajib disembunyikan dan menjaga baik-baik kerahasiaannya. Di dalam hadits disebutkan:
إِنَّ مِنْ شَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلُ يُفْضِيْ إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِيْ إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرَّ صَاحِبِهِ. (رواه مسلم و أبو داود).
“Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek manusia bagi Allah tempatnya di hari kiamat, (yaitu) laki-laki yang menggauli (menyetubuhi) isterinya dan isterinya pun menggaulinya, kemudian salahsatunya menyiarkan rahasia teman bergaulnya itu.” (HR Muslim dan Abu Daud).
Keadaan masyarakat jahil
Aturan dalam Al-Quran telah tegas dan jelas, lelaki itu pemimpin atas wanita, sedang wanita itu dipentingkan ketaatannya kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada suaminya. Namun kepemimpinan lelaki ataupun ketaatan wanita seakan tidak dianggap penting dalam dunia jahil. Hingga muncul kondisi yang ironis, tidak sesuai aturan. Ada wanita yang diangkat-angkat oleh orang-orang jahil melebihi kodratnya dan melanggar aturan agama. Sebaliknya, ada wanita-wanita yang diperlakukan oleh orang-orang jahil sebagai barang mainan, yang hal itu melanggar kodratnya atau fitrahnya, disamping melanggar aturan agama. Seharusnya, wanita mendapat perlindungan, pemeliharaan dari para suami dan bahkan masyarakat. Namun, justru wanita dijadikan alat untuk melariskan hal-hal yang tak terpuji atau tak sesuai dengan ajaran Islam, misalnya tontonan. Sehingga wanita yang sebenarnya terhormat itu kemudian dijadikan bahan tontonan. Ada orang tua atau suami yang merelakan wanitanya jadi penyanyi, penjoget, pelawak, pelaku adegan-adegan film atau sinetron tak senonoh yang ditonton banyak orang. Ada orang tua dan suami-suami yang merelakan wanitanya dijadikan pajangan untuk menarik pembeli atau konsumen di toko-toko, di bank-bank, di pameran-pameran perdagangan, di hotel-hotel dan sebagainya. Jual beli antara lelaki dan perempuan pada asalnya mubah, boleh-boleh saja. Tetapi sekarang wanita di pertokoan bukan sekadar sebagai pelayan, namun sebagai alat penarik konsumen, hingga wanita-wanita pelayan itu diseragami pakaian yang setengah telanjang. Ini sudah bertentangan dengan aturan Islam. Dan bahkan ada orang tua atau suami yang merelakan wanitanya dijadikan mainan oleh orang lain. Na’uudzu billaahi min dzaalik. Lelaki yang demikian itu adalah dayyuts, tidak merasa cemburu terhadap keluarganya yang berbuat sesuatu dengan lelaki lain. Menurut Hadits Nabi n, surga haram atas lelaki dayyuts.
ثَلاَثَةٌ لاَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ؛ الْعَاقُ لِوَالِدَيْهِ وَالدَّيُّوْثُ وَرَجُلَةُ النِّسَاءِ.
“Tiga orang yang tidak masuk surga (yaitu): orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, dayyuts (laki-laki yang membiarkan kemaksiatan pada keluarganya), dan perempuan yang menyerupakan dirinya dengan laki-laki.” (Hadits Riwayat Al- Hakim dan Al-Baihaqi, hadits hasan dari Ibnu Umar).
Jadi lelaki yang merelakan isterinya ataupun anak-anaknya dijadikan pajangan padahal seharusnya lelaki itu punya rasa cemburu dan menjaganya, namun justru merelakannya, maka bisa dimasukkan dalam lingkungan yang mengarah pada dayyuts. Maka betapa ruginya. Akibat merelakan keluarganya (yang wanita) dijadikan pajangan itu kemudian menjadikan haramnya surga baginya. Ia tidak akan masuk surga. Sehingga, hanya kerugian lah yang didapat. Kesenangan di dunia tidak seberapa, namun haramnya masuk surga telah mengancamnya. Inilah yang mesti kita berhati-hati benar dalam hal menjaga diri dan keluarga kita.
Dianggap lumrah, biasa
Sangat disayangkan sekali, dunia jahil telah memupuk aneka macam pelanggaran seperti tersebut diatas menjadi pemandangan yang biasa. Dianggapnya tidak ada masalah. Padahal, semua tontonan dan pekerjaan yang menarik konsumen dengan cara memajang wanita itu sudah mengikuti bujukan syetan, sekaligus melanggar aturan Allah. Allah memerintahkan agar kita menahan sebagian pandangan kita terhadap lain jenis (lihat QS An-Nuur: 30-31) namun justru orang-orang yang mendukung dunia jahil ini menarik-narik manusia agar membuka mata lebar-lebar untuk “menikmati” wanita yang mereka pajang. Itu semua alurnya adalah mendekatkan kepada zina. Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala menegaskan:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan satu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32).
Dalam ayat itu ditegaskan, tidak boleh mendekati zina. Ini telah mencakup larangan segala hal yang menghantarkan kepada perbuatan zina. Memajang wanita-wanita dalam aneka pergaulan hidup yang dimaksudkan untuk menarik konsumen ataupun pelanggan atau penonton itu sudah termasuk sarana mendekatkan ke arah zina. Karena hal itu sudah merupakan sarana atau penghantar, maka terkena kaidah (الحكم بوسائله) hukum itu mencakup sarananya. Mendekati zina itu jelas telah dilarang dengan tegas oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala. Maka mengadakan sarana untuk dekat dengan zina atau yang jurusannya mendekati zina berarti haram pula.
Lebih dari itu, ayat tersebut mengandung makna, lebih terlarang lagi adalah zinanya itu sendiri. Karena mendekati zina saja sudah dilarang. Inilah yang di dalam ilmu ushul fiqh disebut Qiyas Aulawi”. Contohnya, mengatakan uf/ hus kepada orang tua saja diharamkan, apalagi memukulnya, maka lebih lagi haramnya. Jadi, mendekati zina saja dilarang, apalagi berzina. Itulah pengertiannya.
Dengan demikian, ayat tersebut sangat strategis sifatnya. Yaitu, ke bawah: sarana-sarana dan perbuatan yang menjurus pada pendekatan zina sudah ikut terlarang. Sedang ke atas: perbuatan zina itu sendiri lebih terlarang lagi.
Aturan di dalam Islam sebegitu jelas dan gamblang, namun dalam dunia yang jahil orang yang menyepelekan bahkan justru menggalakkan hal-hal yang menjurus pada pendekatan zina, bahkan membolehkan perzinaan itu sendiri lebih dihormati. Ini benar-benar keterlaluan.
Wanita shalihah sangat terpuji
Islam memberikan imbalan pahala sesuai dengan kadar kepayahan atau usaha manusia. Wanita dari zaman ke zaman, oleh orang-orang jahil merupakan sasaran yang paling utama untuk dijadikan daya pikat. Memerankan wanita sebagai daya pikat itu sendiri sudah merupakan pelanggaran sebagaimana diuraikan di atas. Maka Islam memberikan antisipasinya atau pencegahannya, yaitu pertama dengan melarang manusia mendekati zina, dan kedua memberikan tempat yang terpuji bagi wanita yang shalihah.
Islam menempatkan wanita shalihah dalam kedudukan yang terpuji itu bisa difahami pula bahwa untuk membina wanita agar jadi shalihah, serta wanita itu sendiri dalam berupaya menjadi wanita shalihah adalah perkara yang besar. Perkara yang banyak godaannya. Kenapa? Karena, manusia jahil telah menjadikan wanita sebagai sasaran untuk dijadikan daya pikat, dan itu jelas bertentangan dengan Islam. Sedangkan wanita itu sendiri didudukkan oleh manusia-manusia jahil pada posisi yang enak, yang menggiurkan, bila mau melanggar aturan Islam. Sehingga wanita itu sendiri akan sulit mempertahankan diri agar menjadi orang yang shalihah alias taat aturan Allah dan RasulNya. Maka sesuai dengan istilah "aljazaa’u min jinsil ‘amal,” imbalan itu sesuai dengan perbuatan, maka wanita shalihah sangat dihormati dalam Islam karena memang sulit melakukannya. Bukan sulit karena secara naluriah, namun sulit karena lebih banyak godaannya, baik dari dalam nafsu wanita itu sendiri maupun faktor dari luar, lingkungan yang jahil.
Dari sini bisa difahami betapa terpujinya wanita yang baik yang istilahnya wanita shalihah. Yaitu wanita yang menuruti aturan agama suci dengan patuh, yang otomatis mampu menjalani sikap dan perilaku tanpa melanggar ajaran Ilahi, yang mencakup segi kehidupan demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Terhadap wanita shalihah itu, ada pula pujian simpati dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :
اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ. (رواه مسلم و النسائي).
“Dunia ini adalah perhiasan yang menyenangkan hati. Dan sebaik-baik perhiasan yang menyenangkan itu adalah wanita yang shalihah/ baik. (Hadits Riwayat Muslim dan An-Nasa’i).
Di sini jelas, betapa tingginya nilai wanita shalihah itu. Dia paling baik di antara hal yang mesti disenangi manusia. Berarti sudah merupakan puncak yang tiada saingannya lagi.
Bila kita perbandingkan, kejadian manusia itu sendiri adalah bentuk yang paling baik. Seperti firman Allah dalam Surat, Attien:
“...Sungguh Kami telah menjadikan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Kemudian Kami kembalikannya jadi serendah-rendahnya yang rendah (masuk neraka). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih maka mereka akan memperoleh pahala yang tak putus-putusnya." (QS. At-Tien: 4, 5, 6).
Di dalam ayat itu dinyatakan, manusia dibuat dalam bentuk yang paling baik. Di balik bentuknya yang paling baik, ternyata disebutkan, akan dikembalikan menjadi sesuatu yang paling rendah di antara yang rendah, kecuali yang beriman dan berbuat baik. Kalau diperbandingkan, wanita disebut hiasan yang paling menyenangkan berarti di balik itu ada yang bahkan paling tidak menyenangkan. Ya, memang betul demikian adanya. Hasil perbandingan itu diperkuat atau punya alasan Hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :
مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ ثَلاَثٌ وَمِنْ شَقَاوَةِ ابْنِ آدَمَ ثَلاَثَةٌ. مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الصَّالِحُ. وَمِنْ شَقَاوَةِ ابْنِ آَدَمَ الْمَرْأَةُ السُّوْءُ وَ الْمَسْكَنُ السُّوْءُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ. (رواه أحمد والطبراني والبزار عن سعد بن أبي وقص).
"Di antara (unsur) kebahagiaan anak Adam (manusia) adalah tiga hal. Dan di antara (unsur) sengsaranya ibnu Adam ada tiga (juga). Di antara unsur kebahagiaan manusia yaitu, wanita/ isteri yang shalihah/ baik, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Dan di antara (unsur) penderitaan manusia adalah: wanita / isteri yang buruk (tidak shalihah), tempat tinggal yang jelek, dan kendaraan yang jelek." (Hadits shahih riwayat Ahmad, At-Thabrani, dan Al-Bazzar dari Sa'ad bin Abi Waqash)
Nah, dalam hadits itu dijelaskan, wanita/ isteri yang shalihah adalah unsur kebahagiaan. Tapi sebaliknya, wanita/ isteri yang jahat adalah unsur penderitaan. Dalam Hadits itu ternyata wanita atau isteri disebut sebagai unsur pertama dalam hal kebahagiaan maupun kesengsaraan. Wanita diucapkan dalam deretan yang pertama dari tiga unsur kebahagiaan maupun kesengsaraan.
Jadi wanita merupakan unsur yang paling extrim, sebagai andalan. Berarti sejalan pula dengan pernyataan perbandingan tadi. Bahwa wanita shalihah itu paling menyenangkan, tapi sebaliknya, wanita yang bukan shalihah itu adalah paling menyebalkan.
Wanita shalihah dan suami taqwa
Nabi n membela dan mengangkat martabat wanita, sampai memuji dan menyebutkan fungsi kedudukan wanita shalihah lagi menyenangkan. Hal itu bisa disimak pandangan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , yang memuji wanita shalihah:
مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ، إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِنْ أَقْسَمَ إِلَيْهَا أَبَرَتْهُ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِيْ نَفْسِهَا وَمَالِهِ. (رواه ابن ماجة عن أبي أمامة، حسن).
"Tidak ada keuntungan orang mukmin setelah taqwa kepada Allah 'Azza wa Jalla yang lebih baik baginya dibanding mempunyai isteri yang shalihah/ baik. Apabila dia (lk) menyuruhnya maka ditaati. Apabila dia (lk) melihatnya, maka isteri itu menggembirakan nya. Apabila ia memberi bagian padanya maka dia menerimanya dengan baik. Dan apabila ia tidak ada di rumah maka isteri yang shalihah itu tetap memurnikan cintanya untuk sang suami dalam menjaga dirinya sendiri dan harta suaminya." (Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Abi Umamah berderajat hasan/ baik).
Jelas sekali pujian Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam terhadap derajat wanita yang shalihah. Sampai didudukkan sebagai hal yang paling menguntung-kan bagi orang yang taqwa. Berarti dijadikan pendamping paling baik bagi para muttaqin. Sedang derajat taqwa itu adalah derajat paling tinggi di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala :
"Sesungguhnya yang paling mulia dari kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa". (QS Al-Hujuraat/ 49: 13).
Jadi, posisi wanita shalihah itu memang benar-benar terpuji dan mulia, sebab dijadikan pendamping orang yang bertaqwa alias yang paling mulia di sisi Allah, dengan disebut sebagai unsur yang paling memberikan keuntungan. Sedang yang menilai derajat tingginya itu ternyata adalah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam lewat Hadits tersebut di atas.
Kita percaya, apa yang disabdakan itu pasti betul. Maka, sebagai penganut ajaran suci dari Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam, seharusnya kita berlomba membina wanita, baik itu isteri kita, keluarga kita maupun kerabat agar mencapai derajat prestasi unggul yang sesuai dengan anjuran beliau, yaitu wanita shalihah. Mungkin bisa kita mulai dari sekarang. Mari kita berlomba membentuk wanita shalihah dalam keluarga dan masyarakat Islam. Mudah-mudahan hal ini bisa kita laksanakan. Amien.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.


Khutbah Jum'at : Selamatkanlah Kaum Wanita

Selamatkanlah Kaum Wanita
Oleh: Muhammad Ihsan Zainuddin
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِي اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. أَمَّا بَعْدُ؛
Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia!
Kaum muslimin para hamba Allah yang dirahmati Allah!
Pada masa modern ini, pembicaraan tentang wanita adalah termasuk pembicaraan yang telah menyita banyak waktu semua orang, dari kalangan intelektual maupun dari kalangan awam. Betapa tidak, kaum wanita dengan kelemahlembutannya dapat melakukan hal-hal spektakuler yang dapat mengguncangkan dunia. Dengan kelemahlembutannya itu ia dapat melahirkan tokoh-tokoh besar yang dapat membangun dunia. Namun dengan kelemah-lembutannya pulalah ia dapat menjadi penghancur dunia yang paling potensial.
Untuk mengetahui bagaimana semestinya posisi kaum wanita yang tepat maka kita perlu mengetahui bagaimana posisi kaum wanita di kalangan generasi terdahulu sebelum datangnya Islam.
Siapapun yang mencoba mempelajari kondisi kaum wanita sebelum Islam maka ia temukan hanyalah sekumpulan fakta yang tidak menggembirakan. Ia akan terheran-heran menyaksikan kondisi kaum wanita yang sangat berbeda antara suatu bangsa dengan bangsa yang lain, bahkan antara satu suku dengan suku yang lain. Di suatu bangsa ia melihat kaum wanita menjadi penguasa tertinggi, sementara pada bangsa yang lain mereka manjadi makhluq yang terhina dan dianggap aib bahkan dikubur hidup-hidup.
Allah berfirman tentang ratu Saba’:
“Sesungguhnya aku (burung hud-hud) mendapati seorang ratu yang menguasai mereka dan ia dianugrahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar” (An-Naml: 23).

Sementara di belahan bumi lain, Allah menceritakan sisi yang berlawanan dari itu:
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah ia dibunuh.” (At-Takwir: 8-9).

Itulah kondisi kaum wanita di masa jahiliyah; ibarat barang yang terhina dalam keluarga dan masyarakat, diperbudak oleh kaum pria. Hari kelahirannya adalah hari di mana semua wajah menjadi kecewa, dan tidak lama kemudian ia akan dikubur hidup-hidup dalam kubangan tanah yang digali oleh ayahnya sendiri. Inilah akibat dari jauhnya akal masyarakat dari cahaya wahyu. Inilah gambaran umat yang dilahirkan oleh berhalaisme dan dididik oleh para tukang sihir dan peramal.
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu berkata: “bila engkau ingin melihat bagaimana kejahilan bangsa Arab terdahulu maka bacalah firman Allah Ta’ala:
“Sungguh merugilah orang-orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan tanpa ilmu.” (Al-An’am: 140)

Fahamlah kita bagaimana kejahiliyahan menenggelamkan masyarakat Arab saat itu ke dalam pojok-pojok kegelapan peradaban, hingga akhirnya terbitlah fajar Islam lalu terdengarlah di penjuru dunia untuk pertama kalinya:
”Dan para laki-laki beriman dan wanita yang beriman itu adalah wali (penolong) antara sebagian mereka kepada sebagaian yang lain.” (At-Taubah: 17).
Lalu bergaunglah firmanNya:
“Dan para wanita itu mempunyai hak dan keseimbangan dengan kewajiban mereka secara ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228).

Dengan demikian Islam telah meletakkan dasar dan pondasi yang begitu kokoh untuk membangun pribadi wanita yang baru berdasarkan wahyu dari Dzat yang telah menciptakannya.
Dan pemuliaan Islam terhadap wanita tidak cukup sampai di sini, Islam bahkan telah menjadikan ibu sebagai orang yang lebih dihormati daripada seorang ayah.
قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ أَبُرُّ؟ قَالَ: أُمَّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمَّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمَّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أَبَاكَ. (رواه البخاري ومسلم).
Seorang pria bertanya: “Wahai Rasulullah! Kepada siapakah aku berbakti?” Beliau menjawab: ”Ibumu” Ia bertanya lagi: “lalu kepada siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” kemudian ia bertanya lagi: “lalu kepada siapa ? beliau menjawab: “Ibumu” kemudian ia bertanya lagi “lalu kepada siapa ?” barulah beliau berkata: “ayahmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kaum muslimin yang berbahagia!
Islam telah meletakkan jalinan yang kuat dan kokoh untuk menjaga kaum wanita. Bila mereka berpegang padanya mereka akan selamat, sebaliknya bila mereka menyia-nyiakannya maka mereka akan sesat dan binasa. Jalinan itu adalah sifat “Al-Hasymah” (bersikap malu) dan “Al-Afaf” (menjaga kesucian) yang kemudian memberikan konsekwensi agar seorang wanita mengenakan hijab syar’i, tetap berdiam di rumah, dan menghindari percampurbauran dengan kaum pria; yang semuanya itu menjadikannya ibarat sebuah permata bernilai tinggi di kedalaman lautan yang tidak di jamah kecuali orang yang berhak untuk itu.
Islam memandang bahwa percampurbauran antara pria dan wanita (ikhthilath) sebagai sebuah bahaya yang sangat nyata, oleh karena itu Islam mencegahnya dan menggantinya dengan mensyariatkan pernikahan.
Hadirin yang berbahagia!
Ketahuilah bahwa musuh-musuh Islam telah mengetahui bagaimana nilai hijab syar’i dalam melindungi seorang muslimah, mereka juga faham perintah untuk “tinggal di rumah saja” memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga wanita muslimah, dalam menjaga kesucian dan kemuliaannya. Oleh karena itu, kita dapat melihat bagaimana mereka memerangi hijab muslimah tanpa ampun. Suatu waktu mereka menyebutnya sebagai sebuah kedzaliman dan kejahatan atas wanita., atau sebagai penghalang yang merintangi berkembangnya dunia ketiga, atau dikali lain mereka menyebutnya sebagai budaya Arab saja. Seiring dengan itu, mereka juga mendorong para wanita muslimah untuk keluar dari rumah-rumah yang telah melindungi mereka dengan alasan persamaan hak dan derajat antara pria dan wanita. Dan yang masih saja hangat sampai hari ini adalah sebuah ide sekuler yang berhasil ditanamkan oleh musuh-musuh Islam kedalam otak sebagian kaum muslimin; yaitu ide melakukan perombakan terhadap fiqh Islam yang katanya hanya berpihak pada kaum pria, sehingga lahirlah ide “Fiqh Perempuan”
Semua itu dilakukan oleh musuh-musuh Islam bukan karena mereka kasihan dan ingin menolong wanita muslimah atau karena cinta kepada kaum muslimin. Sekali-kali tidak, hal ini, karena kebencian yang terpendam dalam hati-hati mereka;
“Beginilah kalian, kalian mencintai mereka padahal mereka sama sekali tidak mencintai kalian.” (Ali-Imran:119)

Para hamba Allah yang saya cintai!.
Siapapun di dunia ini yang memiliki akal sehat akan dapat melihat permusuhan yang amat nyata dari kaum Yahudi dan Nashrani khususnya kepada umat Islam. Semuanya dapat melihat dengan jelas bagaimana mereka selalu menjadikan wanita muslimah sebagai sasaran mereka. Bukankah kaum Yahudi telah memancangkan permusuhannya terhadap hijab sejak mereka mengatur siasat untuk merobek hijab seorang muslimah dan menampakkan auratnya di pasar Bani Qainuqa’??!.Dan hingga kinipun, permusuhan itu tetap membara, sebab mereka mengetahui bahwa rusaknya kaum wanita pertanda rusaknya tatanan masyarakat.
Namun sangat disayangkan, entah berapa banyak dari kaum muslimin yang menyerahkan diri mereka kepada tipu-daya mereka. Entah berapa banyak dari kaum muslimin yang turut serta membantu mereka memerangi hijab syar’i ini. Mereka inilah para korban “brain washing” yang dilancarkan oleh kaum kafir dalam berbagai aspek kehidupan.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah!.
Sesungguhnya istri-istri kita, saudari-saudari kita, dan putri-putri kita adalah bunga-bunga yang menghiasi taman kehidupan kita. Mereka adalah belahan hati kita semua. Namun hampir-hampir saja kita tidak lagi dapat merasakan keindahan bunga itu karena ada sebuah tiupan angin kencang yang sebentar lagi akan merenggutnya. Apakah anda sekalian mengetahui angin kencang apakah itu?.Ia adalah angin westernisasi yang mengajak mereka melepaskan hijabnya, yang mendorong mereka untuk bercampur baur dengan kaum pria dan membisiki mereka agar membuang rasa malu mereka untuk bercampur-baur dengan kaum. Angin kencang ini ditiupkan melalui lembaran-lembaran surat kabar dan majalah, melalui roman-roman percintaan, melalui siaran-siaran televisi dan radio atau media-media informasi lainnya .
Mereka telah mendorong kaum wanita mengubur sendiri dirinya hidup-hidup;bukan di dalam tanah, tetapi di dalam sifat ‘iffah mereka yang telah hilang, kedalam kehormatan mereka yang tercabik-cabik, dan kedalam kesucian mereka yang telah ternoda! lalu apakah gunanya hidup mereka setelah itu?
Mereka telah melakukan perbuatan yang lebih keji dari apa yang pernah terjadi di masa Jahiliyah dulu. Bagaimana anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup dimasa itu akan mendapatkan Surga Allah, disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: اَلْمَوْؤُوْدَةُ فِي الْجَنَّةِ.
“Anak-anak perempuan yang dikubur hidup-hidup itu di Surga.”

Namun di zaman ini, para wanita itulah yang mengubur dirinya sendiri hingga hilang rasa malu. Dan balasan untuk mereka pun begitu menakutkan, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda tentang wanita yang seperti ini:
وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا.
“Dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang yang melenggak lenggok, kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk onta, mereka itu tidak akan masuk Surga dan tidak mendapatkan baunya.” (HR. Muslim).

Kaum muslimin para hamba Allah yang berbahagia!
Oleh karenanya, melalui mimbar Jum’at yang mulia ini kami menyerukan kepada para penanggung jawab kaum wanita, para bapak, para suami dan para saudara, renungkanlah
Melalui mimbar Jum’at ini pula, kami mengingatkan para pemudi Islam agar mereka tidak mendengarkan tipuan-tipuan musuh-musuh anda yang selalu menampakkan indahnya hidup bercampur baur dengan kaum pria atas nama kebebasan, kemajuan dan kemoderenan. Karena bagi mereka yang penting dari diri anda hanyalah kenikmatan dan kelezatan sesaat. Nasehat kami kepada Anda adalah bahwa kunci perbaikan itu ada di tangan Anda semua. Jika Anda ingin, Anda dapat memperbaiki diri sendiri. Dan kebaikan Anda juga berarti kebaikan bagi ummat ini.
“Dan tinggallah kalian (para wanita) di dalam rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian berhias seperti berhiasnya kaum jahiliyah pertama, dan tegakkanlah shalat, tuanaikanlah zakat, dan taatilah Allah beserta RasulNya.” (Al-Ahzab: 33).
Akhirnya, semoga wasiat ini dapat bermanfa’at dalam proses perbaikan terhadap ummat yang kian terpuruk ini. Semoga bagi kita sekalian dianugrahkan taufiq dan inayah untuk membangun kekuatan dan kejayaan ummat seperti sedia kala . Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.


Khutbah Jum'at : Seorang Teman, Peranan Dan Dampaknya Bagi Seseorang

Seorang Teman, Peranan Dan Dampaknya Bagi Seseorang
Oleh: Fuad Iskandar
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ
إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Syukur kepada Allah adalah hal yang harus selalu kita lakukan karena dengan bersyukur akan menambah nikmat-nikmatNya kepada kita, kemudian dari tempat ini saya serukan kepada diri saya pribadi dan kepada jamaah sekalian untuk selalu memelihara dan meningkatkan taqwallah, karena dengan taqwa inilah seseorang akan bahagia baik di dunia dan terlebih lagi di akhirat.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Tidak ada seorang manusiapun di muka bumi ini yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia adalah mahluk sosial yang pasti membutuhkan lingkungan dan pergaulan.
Di dalam pergaulannya tersebut seseorang akan memiliki teman, baik itu disekolahnya, di tempat kerjanya ataupun di lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga tidak ditampik lagi bahwa teman merupakan elemen penting yang berpengaruh bagi kehidupan seseorang.
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh telah mengatur bagaimana adab dan batasan-batasan di dalam pergaulan. Sebab betapa besar dampak yang akan menimpa seseorang akbiat bergaul dengan teman-teman yang jahat dan sebaliknya betapa besar manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang bergaul dengan teman yang shalih.
Banyak di antara manusia yang terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan dan kesesatan dikarenakan bergaul dengan teman teman yang jahat dan banyak pula di antara manusia yang mereka mendapatkan hidayah disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih.
Di dalam sebuah hadits Rasullullah Shallallaahu alaihi wa Salam menyebutkan tentang peranan dan dampak seorang teman:
مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيْسِ السُّوْءِ كَمَثَلِ حَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الكِيْرِ،
فَحَامِلِ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيْكَ أَوْ تُبْتَاعَ مِنْهُ أَوْ تَجِدُ رَائِحَةً طَيِّبَةً
وَنَافِخُ الكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رَائِحَةً خَبِيْثَةً.
“Perumpamaan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jahat adalah seperti penjual minyak wangi dengan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi tidak melewatkan kamu, baik engkau akan membelinya atau engkau tidak membelinya, engkau pasti akan mendapatkan baunya yang enak, sementara pandai besi ia akan membakar bujumu atau engkau akan mendapatkan baunya yang tidak enak.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Berdasarkan hadits tersebut dapat diambil faedah penting bahwasanya bergaul dengan teman yang shalih mempunyai 2 kemungkinan yang kedua-duanya baik, yaitu:
Kita akan menjadi baik atau kita akan memperoleh kebaikan yang dilakukan teman kita. Sedang bergaul dengan teman yang jahat juga mempunyai 2 kemungkinan yang kedua-duanya jelek, yaitu:
Kita akan menjadi jelek atau kita akan ikut memperoleh kejelekan yang dilakukan teman kita.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Bahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjadikan seorang teman sebagai patokan terhadap baik dan buruknya agama seseorang, oleh sebab itu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam memerintahkan kepada kita agar memilah dan memilih kepada siapa kita bergaul.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
“Seseorang berada di atas agama temannya, maka hendaknya seseorang di antara kamu melihat kepada siapa dia bergaul.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dengan Sanad yang saling menguatkan satu dengan yang lain).
Dan dalam sebuah syair disebutkan:
عَنِ الْمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ، فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْمُقَارِنِ يَقْتَدِيْ.
Jangan tanya tentang seseorang, tapi tanya tentang temannya, sebab orang pasti akan mengikuti kelakukan temannya.
Demikianlah karena memang fitroh manusia cenderung ingin selalu meniru tingkah laku dan keadaan temannya.
Para Salafusshalih sering menyampaikan kaidah bahwa:
اَلْقُلُوْبُ ضَعِيْفَةٌ وَالشُّبَهُ خَطَّافَةٌ.
Hati itu lemah, sedang syubhat kencang menyambar.
Sehingga pengaruh kejelekan akan lebih mudah mempenga-ruhi kita dikarenakan lemahnya hati kita.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Merupakan sikap yang diajarkan Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah menjauhi para penyeru bid’ah, para pengikut hawa nafsu (ahlul ahwa’) dan orang-orang fasik yang terang-terangan menampakkan dan menyerukan kefasikannya ini merupakan salah satu tindakan preventif terhadap bahaya lingkungan pergaulan dan agar umat terhindar dari pengaruh kemaksiatan tersebut.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Seorang teman memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan kita, janganlah ia menyebabkan kita menyesal pada hari kiamat nanti dikarenakan bujuk rayu dan pengaruhnya sehingga kita tergelincir dari jalan yang haq dan terjerumus dalam kemak-siatan.
Renungkanlah baik-baik firman Allah berikut ini:
“Dan ingatlah hari ketika orang-orang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata: Aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besar bagiku! Kiranya dulu aku tidak mengambil si fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Quran sesudah Al-Quran itu datang kepadaku. Dan adalah syetan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan: 27-29).
Lihatlah bagaimana Allah menggambarkan seseorang yang telah menjadikan orang-orang fasik dan pelaku maksiat sebagai teman-temanya ketika di dunia sehingga di akhirat menyebabkan penyesalan yang sudah tidak berguna lagi baginya, karena di akhirat adalah hari hisab bukan hari amal sedang di dunia adalah hari amal tanpa hisab.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ فَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى عَنْهُ وَحَذَّرَ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، الواحد القهار، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
سَيِّدُ اْلأَبْرَارِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Pada khutbah yang kedua ini saya ingatkan pula kepada para orang tua hendaklah mereka memperhatikan lingkungan dan pergaulan anak-anaknya sebab setiap kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya dan orangtua adalah pemimpin terhadap istri dan anak-anaknya.
Ingatlah bagaimana wasiat agung Lukman Al-Hakim di dalam surat Luqman ayat 13-19 ketika mewasiatkan kepada anaknya di antaranya agar mengikuti dan menempuh jalan orang-orang yang kembali kepada Allah. Merekalah para nabi, syuhada dan shalihin, merekalah uswah dan qudwah dalam segenap aspek kehidupan kita.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Jadikanlah orang-orang shalih yang bermanhaj dan ber-aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagai teman akrab kita, merekalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik persahabatan, adapun selain itu adalah persahabatan yang semu. Maha benar Allah yang menyebutkan dalam kitabNya:
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Az-Zukhruf: 67).
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Saya akan menutup khutbah ini dengan apa yang dinasehatkan oleh seorang bijak tentang hakekat seorang teman:
Saudaraku, Teman sejatimu adalah yang selalu mendorongmu untuk berbuat kebajikan dan mencegahmu dari berbuat kejelekan walaupun engkau jauh dan engkau tidak bergaul dengannya dan musuh sejatimu adalah yang mendorongmu berbuat kejelekan dan tidak mencegahmu dari berbuat dosa walaupun ia dekat denganmu dan engkau selalu bergaul dengannya.
Semoga Allah selalu memberikan taufik kepada kita dan menyelamatkan kita dari kejelekan lingkungan dan pergaulan serta menganugerahkan kepada kita lingkungan dan pergaulan yang mendorong kita untuk selalu taat kepada Allah dan RasulNya.
Amin ya Rabbal ‘alamin.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ.
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ،
وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ بِهِ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ،
وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اسْتَعَاذَ بِكَ مِنْهُ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى
وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ
عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ


Potret Haji Kita, Antara Cita-Cita Dan Fakta
Oleh: Agus Hasan Bashori, Lc
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْوَاسِعِ الْعَظِيْمِ الْبِرِّ الرَّحِيْمِ خَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ وَأَنْزَلَ الشَّرْعَ فَيَسَّرَهُ وَهُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، بَدَأَ الْخَلْقَ وَأَنْهَاهُ وَيَسَّرَ الْفُلْكَ وَأَجْرَاهُ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ، الْقَائِلُ فِي الْكِتَابِ الْكَرِيْمِ: ( التوبة: 36) أَحْمَدُهُ عَلَى جَلاَلِ نُعُوْتِهِ وَكَمَالِ صِفَاتِهِ وَأَشْكُرُهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَسَوَابِغِ نِعْمَتِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ فِي أُلُوْهِيَّتِهِ وَرُبُوْبِيَّتِهِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، الْمَبْعُوْثُ إِلَى جَمِيْعِ بَرِيَّتِهِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ فِيْ سُنَتِهِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ اِتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ.
Jamaah shalat jum’at yang berbahagia
Marilah kita tingkatkan Iman dan taqwa kepada Allah karena hanya dengan taqwa kita akan mendapatkan ampunan, pertolongan dan surgaNya yang agung.
Kita sekarang berada pada bulan Dzul Qa’dah bulan kesebelas dari bulan Qamariyah, satu dari empat bulan yang disebut dengan bulan-bulan haram اشهر الحرم dan satu dari tiga bulan haji yang disebut dengan أشهر معلومات di sebut Dzul Qa’dah karena mereka:
يَقْعُدُوْنَ فِيْهِ عَنِ اْلأَسْفَارِ وَالْقِتَالُ اِسْتِعْدَادًا لإِحْرَامٍ بِالْحَجِّ.
“Mereka duduk (tinggal dirumah) tidak melakukan perjalanan maupun peperangan sebagai persiapan untuk melakukan ihram haji”.
Pada hari ini kita saksikan bersama persiapan dan pem-berangkatan para jemaah calon haji. Kita rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan sejuta harapan telah tertanam dalam di lubuk hati mereka, manakala saudara-saudara kita tadi meninggalkan kampung halamannya terbang menuju kiblat umat Islam sedunia, memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tidak ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada sesuatu agama yang memiliki konsep ibadah seperti konsep haji Islam. Haji mengandung seribu makna, merangkum sejuta hikmah. Karena itu haji merupakan tiang kelima dari kelima pilar utama dalam Islam.
Di lihat dari sebutannya saja ibadah ini sudah unik. Betapa tidak Al-Allamah Abu Abdillah Muhammad bin Abdir Rohman Al-Bukhari Alhanafi Azzahid (546 H) menjelaskan. “Haji adalah bermaksud (berkeinginan dan bersengaja), sementara maksud dan niat, keduanya menghantarkan seseorang menuju cita-cita, niat adalah amal yang paling mulia karena ia adalah pekerjaan anggota yang paling utama yaitu hati, manakala ibadah ini adalah ibadah yang paling besar dan ketaatan yang paling berat maka disebut ibadah yang paling utama” yaitu Al-Haj yang berarti al-qashdu.
Tatkala seorang haji tiba di ka’bah, dan sebelumnya dia sudah mengetahui bahwa pemilik rumah (ka’bah) tidak berada di sana, maka dia berputar mengelilingi rumah : Thawaf mengisyaratkakn bahwa ka’bah bukanlah maksud dan tujuan. Tetapi tujuannya adalah pemilik rumah رب الكعبة..
Begitu pula mencium hajar aswad, bukan berarti dan bukan kerena menyembah batu, melainkan karena mengikuti sunnah rasul. Karena beliaulah yang mencontohkan kita untuk melakukan yang demikian. Inilah pembeda antara musyrik dan muslim. Dulu orang musyrik mencium batu karena untuk menyembah batu. Tetapi sekarang Muslim mencium batu untuk mengikuti sunnah rasul yang diantara hikmahnya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu .
“Hajar Aswad adalah bagaikan tangan kanan Allah dimuka bumi ini. Maka barangsiapa yang menjabatnya (menyentuhnya) atau menciumnya maka seolah-olah ia menjabat (tangan) Allah dan mencium tangan kananNya.”
Karena itu ketika menyentuhnya seorang haji harus mengingat bahwa ia sedang berbai’at kepada Allah (pencipta dan pemilik batu yang telah memerintah untuk menyentuhnya). Berbai’at untuk selalu taat dan tunduk kepadaNya, dan harus ingat barang siapa yang menghianati bai’at maka ia berhak mendapatkan murka dan adzab Allah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Karena maksud kita bukan البيت tetapi رب البيت dan karena unsur niat begitu utama dan penting maka Allah brfirman:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ.
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah”
Karena itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi calon haji adalah bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, baik calon haji itu seorang petani, pegawai, polisi, artis, dokter, mentri maupun seorang kiayi, laki-laki maupun perempuan , tua maupun muda.
Inilah yang disyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya:
وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”(al-Baqarah; 197).
Tentu saja kita sudah maklum bahwa taqwa itu tidak bisa dicapai kecuali dengan bertaubat dan meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat.
Kalau calon haji sudah bertaubat maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji yang teramat indah itu yaitu.
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ.
Ia akan menghayati seolah-olah berucap: Ya Allah aku datang, akau datang, memenuhi panggilanMu, lalu aku berdiri di depan pintuMu. Aku singgah di sisiMu. Aku pegang erat kitabMu, aku junjung tinggi aturanMu, maka selamatkan aku dari adzabMu, kini aku siap menghamba kepadaMu, merendahkan diri dan berkiblat kepadaMu. BagiMu segala ciptaan, bagiMu segala aturan dan perundang-undangan, bagiMu segala hukum dan hukuman tidak ada sekutu bagiMu. Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku, meninggalkan profesi dan pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah wajah-Mu dan keridhaanMu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah maka amankan aku dari adzabMu.
Ma’asiral muslimin rahimakumullah.
Jika calon haji sudah bertaubat maka ia pasti akan mampu mencapai hakekat haji yang telah digariskan oleh Allah, dalam firman-Nya:
Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (Al-Baqarah: 197)
Seorang yang beribadah haji tidak boleh melakukan rofats yaitu jima dan segala ucapan dan perbuatan yang behubungan dengan seksual. Tidak boleh melakukan Fusuq yaitu segala bentuk maksiat dan tidak boleh melakukan jidal yaitu perdebatan yang mengikuti hawa nafsu, bukan untuk mencari kebenaran.
Maka barang siapa yang telah sukses memenuhi perintah Allah tersebut ia akan mendapatkan haji yang mabrur, yang diantara tandanya adalah sepulang haji ia tidak akan mengulang maksiat, dosa-dosa yang lalu, ia akan tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah.
Maka sebuah negara semakin banyak muslim dan muslimah yang taat, negara itu akan semakin aman makmur dan sentosa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian akan sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Apalagi jika yang pergi haji adalah Bapak Bupati, para Mentri dan Pak Polisi.
Sepulang haji yang kikir akan menjadi dermawan, yang kasar akan menjadi pengantin dan yang biasanya menyebar kejahatan berubah menebar salam.
Itu semua manakala hajinya mabrur. Namun kenyataannya adalah bagaikan siang yang dihadapkan dengan malam, semuanya bertolak belakang, mereka tidak mengambil manfaat dari ibadah haji selain menambah gelar Pak Haji atau Bu Hajjah. Yang korup tetap korup, yang artis tetap artis, yang lintah darat tetap lintah darat, yang jahat tetap jahat.
Maka tidak heran jika Rofats, Fusuq dan Jidal marak dimana-mana sampai terjadi krisis moral, krisis nilai, krisis kemanusiaan, krisis politik, lingkungan, ekonomi dan sosial.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Demikianlah sekelumit tentang makna haji, haji mabrur dan potret haji kita, semoga Allah menjadikan haji kita yang dahulu dan yang akan datang menjadi haji yang mabrur, dan semoga dijauhkan dari haji yang maghrur (tertipu) dan mabur.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.

Khutbah Jum'at : Wujudkan Kejayaan Umat Dengan Kemurnian Tauhid

Wujudkan Kejayaan Umat Dengan Kemurnian Tauhid
Oleh: Muhammad Ihsan Zainuddin
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. وَأَحْيِنَا اَللَّهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ؛
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Amma ba’du, kaum muslimin yang berbahagia!
Saya mewasiatkan kepada Anda sekalian dan juga kepada diri saya sendiri untuk selalu menjaga dan meningkatkan taqwa yang hakiki kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, sebab inilah wasiat yang disampaikan Allah kepada generasi terdahulu dan juga generasi yang akan datang:
“Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan sungguh kami telah mewasiatkan kepada orang-orang ahlulkitab sebelum kalian dan kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah. Dan jika kalian kafir maka sesungguhnya kepunyaan Allah segala yang ada di langit dan yang ada di bumi ...” (An-Nisa: 131).

Hadirin yang dimuliakan Allah!
Sesungguhnya Tauhid yang murni dan bersih adalah inti ajaran dari semua risalah samawiyah yang diturunkan Allah Ta’ala. Ia adalah tiang penopang yang menegakkan bangunan Islam. Ia adalah syi’ar Islam yang terbesar yang tak dapat terpisahkan dari Islam itu sendiri. Inilah pesan utama Allah kepada Rasulnya yang diutus kepada ummat manusia.
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang rasul (untuk menyampaikan): Sembahlah (oleh kalian) akan Allah dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
Itulah misi utama para Rasul; menegakkan penyembahan dan penghambaan hanya kepada Allah serta menafikan dan menjauhi segala bentuk thaghut. Dan yang dimaksud dengan thaghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui batas-batas yang seharusnya tak boleh ia langgar, baik berupa sesembahan, panutan dan ikutan. Sehingga thaghut setiap kaum/komunitas adalah siapapun yang mereka jadikan sumber dasar hukum selain Allah dan RasulNya, yang mereka jadikan Tuhan selain Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang mereka ta’ati meskipun dimurkai dan tidak diridloi Allah Ta’ala.
“Tidakkah engkau melihat kepada orang-orang yang menyangka bahwa mereka telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan yang diturunkan sebelummu, (padahal) mereka ingin bertahkim (mengambil hukum) dari thaghut padahal sungguh mereka telah diperintah untuk kafir kepadanya.” (An-Nisa: 60)
Kedua unsur penting inilah yang terangkai dalam kalimat suci La ilaha illallah; tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah.

Hadirin para hamba Allah yang berbahagia!
Di atas kalimat Tauhid yang murni dan mulia itulah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam membangun ummatnya, di atas landasan yang kokoh itulah beliau menegakkan da’wah, dari situlah beliau menegakkan generasi yang hanya meng-Esa-kan Allah Yang Maha Esa dan membebaskan diri mereka dari cengkraman makhluq-makhluq lain yang dianggap sekutu bagi Allah Ta’ala.

Dan ketika seorang Muwahhid mengucapkan dan melantunkan kalimat Tauhid itu, maka seharusnya ia meyakini dua hal yang menjadi tujuan dari kalimat suci tersebut. Apa dua tujuan itu?
Tujuan pertama adalah menegakkan yang haq dan member-sihkan yang bathil. Sebab makna yang sesungguhnya dari kalimat la ilah Illallah itu adalah tidak ada yang berhak untuk disembah selain Allah. Sehingga segala sesuatu selain Allah adalah bathil dan tidak berhak mendapatkan hak-hak ilahiyyah (hak-hak untuk disembah). Dan lihatlah bagaimana Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam membersihkan Jazirah Arab dari kotoran-kotoran dan kekuasaan thoghut dan patung-patung sesembahan. Ingatlah bagaimana batu besar saat itu yang bernama Hubal yang dikelilingi 360 berhala dihancurkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dengan tangan beliau yang mulia pada saat beliau memasuki kota Makkah dengan penuh kemenangan. Dan semua itu beliau seraya mengulang-ulang firman Allah:
“Dan Katakanlah (wahai Muhammad) telah datang Al-Haq dan hancurlah yang bathil. Sesungguhnya yang bathil itu pasti hancur.” (Al-Isra’: 81)
Kemudian tujuan yang kedua adalah untuk mengatur dan meluruskan perilaku manusia agar selalu dalam lingkaran Tauhid yang murni kepada Allah yang terpancar dari kalimat Tauhid. Agar semua tindak-tanduk manusia dilandasi oleh keyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dan agar kalimat Tauhid itu dapat “berhasil guna” dalam mengatur perilaku manusia maka ada tujuh syarat yang harus dipenuhi, yaitu: al-’ilm (mengetahui) maknanya yang benar, al-yaqin (meyakini) kandungan-nya tanpa ada keraguan, al-ikhlas (ikhlas) tanpa ternodai oleh syirik, ash-shidq (membenarkan) tanpa mendustakannya, al-qabul (menerimanya) dengan penuh kerelaan tanpa menolaknya, tunduk pada konsekwensi kalimat Tauhid (al-inqiyad), dan semua itu harus dilandasi dengan al-mahabbah (cinta) kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Bila ketujuh syarat tersebut telah terpenuhi maka insya’ Allah seluruh ibadah dan amal kita akan selalu terhiasi dan diterangi oleh kemurnian Tauhid, sehingga semuanya dikerjakan hanya karena Allah, tidak ada lagi permintaan tolong selain kepada Allah, tidak ada lagi tawakkal kecuali kepada Allah, tidak ada lagi pengharapan dan rasa takut selain kepada Allah, tidak ada lagi kekuatan selain pertolongan Allah. Dari sinilah, seorang muwahhid akan merasakan dari lubuk hatinya yang terdalam bahwa segala sesuatu selain Allah adalah lemah dan tidak berdaya. Maka ia tidak lagi takut kebengisan dan kekuatan para makhluq, tidak lagi terpedaya oleh kilau duniawi, dan baginya tidak mungkin ada yang dapat manandingi Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apapun yang dikehendaki Allah Subhannahu wa Ta'ala . Sehingga baginya bergantung kepada selain Allah adalah suatu kelemahan dan berharap kepada selain Allah adalah sebuah kesesatan:
“Dan bagi Allah-lah segala hal ghaib yang ada di langit dan di bumi, dan kepadaNya-lah segala perkara dikembalikan.” (Hud: 123).
Dari sini jelaslah perbedaan yang sangat jauh antara seorang Muwahhid dengan seorang musyrik. Seorang muwahhid adalah orang yang mengetahui Dzat yang menciptakannya sehingga ia pun beribadah dan menghamba padaNya dengan sebenar-benarnya. Sebaliknya seorang musyrik adalah orang yang buta mata hatinya, kehilangan arah dan jauh meninggalkan Dzat yang melimpahkan ni’mat padanya. Na’udzu billah min dzalik.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Sejak dahulu hingga sekarang, begitu banyak manusia yang tersesatkan oleh keyakinan berbilang “tuhan” yang disembah, yang dapat dimintai pertolongan, yang dapat dijadikan sumber hukum dan yang berhak mendapatkan kekhususan-kekhususan ilahiyah. Dan keyakinan ini adalah sebuah kesesatan yang nyata yang telah diperangi oleh Islam dengan keras. Sehingga tidaklah mengherankan bila Tauhid yang murni kemudian menjadi syi’ar terpenting Islam yang selalu ada dalam aspek I’tiqad dan amaliyah. Dengan syi’ar inilah Islam dikenal bahkan karenanya Islam diperangi. Seputar syi’ar ini pula lah pertentangan antara ahlul haq dan ahlul bathil terus berlanjut.
“Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar satu. Tuhan (yang menciptakan, mengatur dan menguasai) langit dan bumi serta yang ada di antara keduanya ...” (Ash-Shaffat: 4-5).
Dan sesungguhnya kemunduran dan musibah-musibah yang selama ini menimpa umat Islam adalah disebabkan mereka tidak lagi memperhatikan syi’ar yang penting ini. Lemahnya ikatan tauhid dalam jiwa-jiwa mereka adalah sebab utama dari berbagai kekalahan kaum muslimin dan kemenangan musuh-musuh mereka yang kita saksikan dalam kurun waktu yang cukup lama. Banyak di antara kaum muslimin yang tenggelam dalam kebodohan terhadap tauhid ini, sehingga mereka mendatangi penghuni-penghuni kubur, berdoa didepan batu-batu nisannya, meminta pertolongan penghuninya saat susah dan sedih. Bahkan lebih dari itu, seringkali mereka memuji dan mengagungkan panghuni kubur itu dengan ungkapan-ungkapan yang hanya pantas diberikan kepada Allah Rabbul ’alamin.
Dikarenakan lemahnya keyakinan akan pertolongan Allah, banyak di antara kaum muslimin yang kemudian menggunakan jimat dengan menggantungkan di tubuh mereka karena yakin hal itu akan mendatangkan keselamatan dan menghindarkannya dari marabahaya. Padahal Allah telah menegaskan:
“Dan jika Allah menimpakan musibah atasmu maka tidak ada yang dapat menyingkapnya selain Ia, dan jika Ia memberikan kebaikan padamu maka Ia Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.” (Al-An’am: 17).
Dan suatu hari Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam pernah melihat lelaki yang mengenakan jimat di tangannya, lalu beliau berkata:
اِنْزِعْهَا فَإِنَّهَا لاَ تَزِيْدُكَ إِلاَّ وَهْنًا فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا.
“Cabutlah (benda itu) karena ia hanya akan semakin membuatmu lemah/takut. Karena sesungguhnya jika engkau mati dalam keadaan memakainya maka engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad “la ba’sa bih”).
Dan juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ.
“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat) maka sungguh ia telah berbuat syirik.” Di antara kaum muslimin juga terdapat orang yang terfitnah oleh para tukang sihir dan peramal yang katanya dapat meramal masa depan, padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam yang mulia telah menyatakan:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ.
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan pada Muhammad.” (HR. Abu Dawwud, An-Nasai, At-Tirmidzy, Ibnu Majah dan Al-Hakim)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah kedua:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
Kaum muslimin yang berbahagia!
Semua yang saya sebutkan di atas adalah sekedar contoh terhadap model-model kesyirikan yang dilakukan sebagian kaum muslimin. Dalam kenyataan sehari-hari kita akan menemukan model-model lain dari perilaku syirik itu dalam berbagai aspek kehidupan kaum muslimin, yang kemudian disadari atau tidak menyebabkan lemahnya keyakinan mereka terhadap kemaha-besaran, kemahakuasaan, kemahaperkasaan Allah. Karena Tauhid mereka lemah, maka merekapun tidak begitu yakin lagi dengan pertolongan Allah, sehingga dengan amat sangat mudahnya musuh-musuh mereka menyebarkan rasa takut lalu mengalahkan mereka.
Dengan demikian telah jelaslah, bahwa rahasia kejayaan kaum muslimin terletak pada sejauh mana mereka menegakkan Tauhid yang murni dalam segala kehidupan mereka. Bukankah kejayaan dan kemengangan itu telah diraih oleh generasi pendahulu ummat ini, ketika mereka telah terlebih dahulu menghujam nilai-nilai Tauhid tersebut ke dalam kalbu mereka? Bukankah kejayaan dan kecemerlangan itu mereka dapatkan ketika mereka meyakini bahwa misi utama mereka adalah mengeluarkan ummat manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju penghambaan hanya kepada Sang khaliq?
Oleh sebab itu, bila kita sekalian bertekad mengulang kembali kesuksesan dan kejayaan generasi As-Salaf Ash-Shaleh itu, maka tidak ada jalan lain selain menapaki jejak mereka; menegakkan kemurnian Tauhid dalam pribadi kita masing-masing. Imam Malik v pernah bertutur:
لاَ يَصْلُحُ آخِرُ هَذِهِ اْلأُمَّةِ إِلاَّ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا.
“Generasi akhir ummat ini tak akan baik kecuali dengan (jalan hidup) yang telah menjadikan baik generasi pendahulunya.”
Kaum muslimin yang berbahagia!
Akhirnya, semoga kita sekalian terpanggil untuk mengem-balikan kejayaan dan kehormatan ummat Islam. Semoga kita sekalian tergugah untuk menebarkan rahmat Islam yang dibangun di atas kemurnian Tauhid ke seluruh penjuru dunia, sehingga terwujudlah kehidupan yang diridloi oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala . Amin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.