Minggu, 21 Mei 2017

Islam itu hidayah dari-Nya, bukan warisan. Oleh Derysmono

1. Akhir-akhir ini banyak di dumai (dunia maya) membicarakan “Agama warisan”. Kejadiannya berawal dari tulisan netizen berjudul “warisan” yang kemudian menimbulkan pro dan kontra.

2. yang saya fahami dari tulisan tersebut, bahwa ia ingin mengajak pembacanya kepada saling memahami, saling mengerti dan bertoleransi. Tapi tetang pada kata yang menyebutkan “agama saya juga warisan” saya kurang setuju. Mengapa? Berikut penjelasannya.

3. Dari Defenisinya warisan adalah sesuatu yang diwariskan, seperti harta, nama baik; harta pusaka. Apakah benar Islam dapat diwariskan? Apakah benar orang dapat menerima Islam warisan?

4. Dalam Al-Qur’an, Allah ceritakan tentang Anak Nabi Nuh dan Bapak Nabi Ibrahim yang sama-sama tidak mau beriman. Pertanyaannya, jika benar iman dapat diwariskan, kenapa (Kan’an) Anak Nabi Nuh tidak mau beriman? kenapa (Azar) Ayah Nabi Ibrahim tidak mau beriman? Padahal mereka-mereka itu hidup di lingkungan “para Nabi dan Rosul”. Ini Isyarat dari Allah bahwa Islam itu tidak dapat diwariskan. Jika benar dapat diwariskan maka tentu Anakknya Nabi Nuh adalah orang pertama kali beriman kepada ayahnya tapi nyatanya tidak. Hidayah Islam itu milik Allah dan hanya Allah memberikan kepada orang yang Ia hendaki.

5. Siapapun yang masuk dan memeluk Islam. Itu adalah pilihan pribadi buka paksaan siapapun. Lihat ada ayat “la ikroha fiddin” (QS. Al-Baqarah :256) tidak ada paksaan dalam masuk kepada Agama Islam”. Sebagian ahli Tafsir mengatakan sebab turun ayat ini adalah karena orang-orang Anshor yang memaksa anak-anak mereka agar masuk Islam, namun Allah lewat ayat ini menegur mereka, bahwa keislaman seseorang bukan atas paksaan, namun pilihan pribadi. Lihat Tafsir At-Thobary, Ar-Rozi, dan tafsir-tafsir lainnya.

6. Orang tua Muslim mendokrin anakknya bahwa Islam adalah agama yang paling benar, apakah salah? Tentu tidak, karena orang tua mengajari anaknya tetang agama Islam adalah suatu kewajiban, termasuk mengajari bagaimana berakhlaq karimah sesuai diajarkan rosulullah Shalallahu A’alihi Wa Sallam. Tapi harus diingat Islam tidak mengajari seseorang memusuhi orang lain oleh karena ia berbeda pendapat. Dan harus diingat bahwa kata-kata “sesungguhnya Agama di sisi Allah adalah Islam”. Ini ayat Al-Qur’an. Dan orang tua hanya lah menyampaikan.

7. Menyampaikan tetang indahnya saling menghargai, saling menghormati tidaklah perlu memberikan menyindir atau lebel-lebel “Agama Warisan” kepada orang lain yang berbeda pendapat dengan kita.

8. Walaupun tulisannya judulnya “warisan” tapi yang menarik, ada salah satu ayat Al-Qur’an yang disampaikannya dengan maknanya saja yaitu; “Jika dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa”. Yaitu dalam Qs. Al-Maidah: 48, Allah berfirman, “Kalau Allah Menghendaki, niscaya kamu Dijadikan- Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak Menguji kamu terhadap karunia yang telah Diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” Tapi jika ia melanjutkan ayat ini maka akan menemukan hakikatnya, bahwa perbedaan agama, ras, golongan yang adalah ujian dari Allah, siapa yang ikut ajarannya dan siapa yang tidak.

9. Tolorensi adalah bagian dari Islam, tapi bukan bearti dengan dalih toleransi orang boleh mengolok-olok Islam, menghina dan merendahkan.

10. Kata Kafir itu banyak maknanya, Al-Qur’an memakai kata Kafir ada hikmahnya, ada tujuannya. Jadi bukanlah suatu kata yang tendensius. Tapi dalam Al-Qur’an tidak hanya ada kata Kafir namun juga Ahlul Kitab, artinya orang yang diberikan kitab. Masing-masing kata memiliki makna sendiri. Ketika seorang muslim menggunakan kata ini tidak ada salahnya, hanya saja sebagian orang keliru memahaminya. Dalam tulisan “warisan” ini seolah mengkritisi kenapa dibilang “kafir”. Padahal itu yang mengatakannya Al-Qur’an. Adakah keraguan di dalamnya!? Tentu tidak. “itulah kitab (Al-Qur’an) yang tidak ada keraguan di dalamnya”. Jadi perlu banyak lagi memahami kata kafir.

11. Mempelajari Islam harulah kaffah (meneyeluruh), jangan setengah-setengah. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” [Al-Baqarah : 208] At-Thobary mengatakan masuklah kepada mengamalkan Islam dengan kaffah (menyeluruh). wallahu A'lam.

Shiyam, Ujian dan jalan taqwa menuju kesholihan Sosial. Oleh Derysmono

Shiyam, Ujian dan jalan taqwa menuju kesholihan Sosial.
Oleh Derysmono

Tak lama lagi, Insya Allah kita akan memasuki bulan Suci Ramadhan. Dimana setiap orang Islam diwajibkan untuk melaksanakan Shiyam atau puasa, kecuali bagi yang uzur.
Shiyam selain ia merupakan rukun Islam yang wajib, tapi ia juga merupakan “Ujian dan Cobaan” bagi setiap orang yang mengaku dirinya beriman. Kenapa shiyam adalah bagian dari ujian?.

Allah Ta’ala berfirman dalam Qs. Al-Baqarah;155, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. Sebagian Ahli Tafsir menjelaskan bahwa makna “ujian kelaparan” adalah Shiyam atau puasa di bulan Ramadhon. Demikianlah yang disampaikan oleh As-Syafi’i, Ibnu Katsir dan Nawawi Al-Bantani dan lain-lain Rahimahumullah.
Dan Ujian ini tentunya tidak hanya diberikan oleh Allah kepada umat ini saja tapi juga kepada Umat-umat terdahulu, sebagaimana dalam firman Allah, QS. Al-Baqarah; 182; “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Pada realitanya, banyak orang yang tidak mampu untuk menahan diri dari makan, minum, syahwat mata, ghiba, dan sebagainya pada Siang bulan Ramadhon.

Itulah Ujian, jika kita tak mempersiapkan diri, maka itu alamat, kita tidak akan lulus dalam ujian shiyam pada Ramadhan kali ini.

Persiapan ujian Shiyam hendaknya dimulai dari persiapan Ilmu;yakni belajar kembali, mengingat kembali apa yang boleh dan tidak boleh, apa yang disunnahkan dan apa yang dimakruhkan. Harus dimaklumi, namanya juga manusia, tempat lupa. Kemudian persiapan Jasad; harus menjaga kesehatan, kebersihan dan kesucian jasmani dan rohani, harus mengkosumsi “gizi seimbang”. Dan persiapan “isi dompet” yaitu fulus. Sayang jika di bulan Ramadhan kita hanya bengong, Cuma bisa melihat saudara kita dapat bersedekah, berbagi kepada sesama, sementara kita tidak punya apa-apa untuk diberikan.

Kemudian, yang tidak kalah penting bahwa Shiyam adalah jalan Taqwa, bagaimana seseorang mampu merubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik, lebih produktif, dan lebih bermanfaat bagi yang lain. “sebaik-baik manusia adalah yang lebih bermanfaat bagi orang lain”.

Salah satu bentuk kesholihan sosial adalah Zakat. Baik zakat fitrah maupun Zakat Mal (harta) dan Zakat-Zakat lainnya. Jika belum mampu untuk zakat, kita bisa melakukan shadaqoh. Sungguh pada amalan ini punya keistimewaan yang luar biasa, kalau kata anak muda itu “keren”. Bagaimana tidak, bahwa seseorang mampu mengalahkan dan melaknulakn “syahwat hartanya” sehingga ia dapat berbagi kepada sesama.

Titik penting juga dalam Ayat “puasa” adalah bahwa taqwa yang diinginkan oleh Allah bukan lah “taqwa musiman” atau rajin ketika bulan puasa saja. Tapi taqwa “yattaqun” para Ahli Ilmu mengatakan bahwa kata kerja yang digunakan pada ayat ini dengan Fi’il Mudhori. Yang artinya menunjukkan kesinambungan dan terus menerus. Jadi, jangan sampai Shiyam, ibadah wajib dan sunnah, kesholihan sosial tidak hanya di bulan Ramadhon tapi juga di sebelas bulan lainnya. Wallahu A’lam.






Kamis, 04 Mei 2017

*Tawuran; budaya Jahiliyah yang berbahaya*

Oleh Derysmono
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tawuran adalah perkelahian beramai-ramai; perkelahian massal: tiba-tiba terjadi -- antara kedua keluarga yang berselisih itu. Dalam hal ini Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam situsnya www.kpai.go.id mengatakan, Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
dari data yang ada menunjukkan bahwa, Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus. (sumber; www.kpai.go.id) dan kabar terakhir ini di Klaten, beberapa pelajar terlibat tawuran lihat; www.merdeka.com/…/tawuran-usai-kelulusan-11-pelajar-sma-mas….
Sungguh kejadian-kejadian ini mencoreng wajah pendidikan di Negeri kita, sudah seharusnya pemerintah yang mengusung tema “Revolusi mental” untuk merealisasikannya. Jika tidak maka tawuran-tawuran lainnya juga akan kembali terjadi dan tentunya banyak pihak akan rugi.
Lalu bagaimana sikap Islam dalam merespon masalah ini?