Sabtu, 14 Desember 2013

Aliran-Aliran Tafsir

ALIRAN-ALIRAN TAFSIR
oleh derysmono
A.    PENDAHULUAN
Lahirnya Aliran-aliran tafsir sesungguhnya merupakan sebuah keniscayaan sejarah, sebab tiap generasi ingin selalu “mengkonsumsi” dan menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup, bahkan kadang-kadang sebagai legitimasi bagi tindakan dan prilakunya.  Masing-masing menggunakan segenap kemampuannya dalam memahami dan menjabarkan Al-Qur’an dengan pendekatan yang berbeda-beda.
Setelah berakhir masa salaf dan peradaban Islam semakin maju dan berkembang berbagai mazhab dan aliran penafsiran dikalangan umat Islam dalam memahami dan menjelaskan Al-Qur’an Al-karim. Masing-masing golongan berusaha meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan paham mereka. Untuk mencapai maksud itu, mereka mencari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist Nabi saw, lalu mereka tafsirkan sesuai dengan keyakinan mereka anut. Ketika inilah berkembang apa yang disebut dengan tafsir bi al-ra’y (tafsir melalui pemikiran atau ijtihad).
 Kaum fuqaha menafsirkannya dari sudut pandang hukum fiqh, seperti yang dilakukan oleh Al-Jashshash, al-Qurtubi, dan lain-lain; kaum teolog menafsirkannya dari sudut pemahaman teologis seperti al-Kasysyaf, karangan al-Zamakhsyari; dan kaum sufi juga menafsirkan Al-qur’an menurut pemahaman dan pengalaman batin mereka seperti Tafsir al-Qur’an al-Azhim oleh al-Tustari, Futuhat Makiyyat, oleh Ibn ‘Arabi dan lain-lain. Selain itu dalam bidang bahasa dan qiraat juga lahir tafsir, seperti Tasir Abi al-Su’ud oleh Abu al-Su’ud, al-Bahr al-Muhith oleh Abu
Hayyan ; dan lain-lain. Dari sinilah mengapa tafsir begitu banyak, karena begitu banyak sudut pandang menafsirkan Al-Qur’an dengan ra’yu dikalangan ulama-ulama muta’akhirin sehingga tak heran jika sekarang abda modern lahir lagi tafsir menurut tinjauan sosiologis dan sastra Arab seperti Tafsir Al-manar dan dalam bidang sains muncul pula karya Jawahir Thanthawi dengan Tafsir al-Jawahir. Begitu pesat perkembangan tafsir bi al-ra’yu, maka benar sekali apa yang dikatakan oleh Manna’ al-Qaththan bahwa tafsir bi al-ra’yu telah mengalahkan perkembangan tafsir al-ma’tsur.
Defenisi
    Defenisi Secara bahasa, “mazâhib al-tafsîr” adalah kalimat idhâfah dari dua kata “mazâhib” dan “tafsîr”. Kata “mazâhib” adalah jama’ (plural) dari kata “mazhab” yang antara lain mengandung pengertian aliran, pendapat, pandangan dan teori . Sedangkan secara istilah, kata  “mazhab” biasa dipahami sebagai hasil-hasil ijtihad, pemikiran atau penafsiran para ulama yang kemudian -oleh para pengikut atau muridnya- dikumpulkan lalu dinisbatkan kepada tokohnya. Dalam kajian hukum Islam (fiqh) misalnya dikenal istilah al-mazahib al-arba’ah (mazhab yang empat), yakni mazhab maliki, hanbali, hanafi dan syafi’i di samping mazhab-mazhab yang lain. Demikian pula dalam studi theologi dikenal istilah seperti mazhab sunnî, syî’î, mu’tazilî, asy’arî, maturidî dan lain sebagainya. Adapun kata “tafsîr” merupakan mashdar (kata benda abstrak) dari kata kerja “fassara-yufassiru-tafsîr” yang berarti al-ifhâm (memahami), al-ibânah (menjelaskan) al-îdhâh (menerangkan) dan perincian. Selain itu, kata tafsir juga berarti al-kasyf (menyingkap), al-izhâr (menampakkan makna yang tersembunyi). Secara terminologis, tafsir dipahami sebagai sebuah hasil pemahaman terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan tertentu yang dipilih oleh seorang mufassir dengan tujuan untuk menjelaskan makna dan maksud yang terkandung di dalamnya.
Madzahibut Tafsir adalah suatu hasil pemahaman manusia terhadap Al-qur’an terhadap yang dilakukan dengan menggunakan metode atau pendekatan tertentu yang diplih oleh seorang mufassir, yang dimaksudkan untuk memperjelas suatu makna teks ayat-ayat al-Qur’an.   
Dalam buku Madzahib Tafsir, karya Abdul Mustaqim  banyak membahas tentang mazhab-mazhab tafsir yang sudah berkembang selama ini, ternyata para ulama berbeda-beda dalam memetakannya. Ada yang membagi berdasarkan periodesasinya atau kronologis waktunya, sehingga menjadi mazhab tafsir periode klasik, pertengahan, modern atau kontemporer. Ada pula yang berdasarkan kecenderungannya, sehingga muncul mazhab teologi mufassiranya, sehingga muncul istilah tafsir Sunni, Mu’tazili, Syi’i, dan lain sebagainya. Ada pula yang melihat dari sisi perspektif atau pendekatan yang dipakainya, sehingga muncul istilah tafsir sufi, falsafi, fiqhi, ‘ilmi, adabi ijtimai’ dan lain sebagainya. Bahkan ada pula yang melihat dari perkembangan pemikiran manusia, sehingga mazhab tafsir itu dapat dipetakan menjadi mazhab tafsir yang periode mitologis, ideologis, dan ilmiah.
B.    PEMBAHASAN
Dalam makalah ini, penulis memaparkankan Aliran-Aliran tafsir berdasarkan Metode Klasik yaitu tafsir bi al-Riwayah (bi al Ma’tsur atau al-Naql), bi al-Dirayah (bi al-Aql atau al –Ra’yi) dan tafsir bi al-Isyarah  dan Aliran Tafsir berdasarkan ( Metode Modern ). Dan beberapa pendapat yang memetakan madzhab tafsir dengan berbagai sudut pandang para Ahli.
I.    Aliran-Aliran tafsir berdasarkan Metode Klasik yaitu tafsir bi al-Riwayah (bi al Ma’tsur atau al-Naql), bi al-Dirayah (bi al-Aql atau al –Ra’yi) dan tafsir bi al-Isyarah.
A.    Tafsir bi al-Riwayah
Manna al-Qattan mendefinisikan: Tafsir bil riwayah(bil ma’tsur) ialah tafsir yang disandarkan kepada riwayat-riwayat yang shahih secara tertib yang sebagaimana telah diceritakan dalam syarat-syarat mufassir, antara lain: menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, atau dengan sunnah karena sunnah merupakan penjelas bagi kitabullah, atau dengan riwayat-riwayat yang diterima dari para sahabat. Sebab mereka lebih mengetahui kitabullah, atau dengan riwayat-riwayat para tabi’in besar, sebab mereka telah menerimanya dari para sahabat.
Sedangkan menurut Hasbi Ash Shiddieqy adalah “tafsir dengan ayat sendiri atau dengan hadits, atau dengan pendapat para shahabat “
Tafsir bi al Riwayah memiliki keistimewaan antara lain :
 (a)Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Qur’an. (b) Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya (c) mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga membatasi terjerumus dalam subyektivitas yang berlebihan. Sedangkan kelemahannya adalah (a) Terjerumusnya muffasir ke dalam uraian kebahasaan yang bertele-tele sehingga mengaburkan pesan pokok al-Qur’an (b) Masuknya unsur Israilliyat yang didefinisikan sebagai unsur-unsur yahudi dan nasrani ke dalam penafsiran Al-Qur`an.
Diantara kitab-kitab tafsir bil ma’tsur atau tafsir bil riwayah diantaranya:
1.    Tafsir Jamiul Bayan karya Ibn Jarir ath Thabari
2.    Tafsir Bustan karya Abu Laits Samarqandyi
3.    Tafsir Ma’alimut Tanzil karya Al-Baghawy
4.    Tafsir Al-Quran al Adzim karya al Hafidz Ibn Katsir. Dll
B. Tafsir bi al-Dirayah
Menurut M. Aly Ash-Shabuny: “Tafsir bi Ar-Ra’yi adalah Ijtihad yang didasarkan kepada dasar-dasar yang shahih, kaidah yang murni dan tepat, biasa diikuti dan sewajarnya diambil oleh orang yang hendak mendalami tafsir al-Qur’an atau mendalami pengertiannya, dan bukan berarti menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan kata hati atau kehendak sendiri.”
Tafsir Bi Al-Ra’yi yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan kekuatan penalaran dan unsur-unsur keilmuan yang berkembang didunia Islam yang memang berkaitan dengan teks serta isyarat-isyarat ilmiah yang datang dari Al-Qur’an sendiri atau dengan kata lain seorang mufassir menafsirkan makna teks dengan menggunakan akal / penalaraan (Rasio). Yang dimaksud dengan rasio adalah antonim (lawan) nash dan riwayat. Oleh karena itu, dinamakan dengan tafsir bi al-Dirayah, (dengan rasio) sebagai antitesis tafsir-tafsir bir-riwayah (dengan riwayat). Al-Bhaihaqi meriwayatkan dalam asy-Sya’ab dari Imam Malik, beliau berkata bahwa “jika ada seseorang yang tidak mengetahui ilmu bahasa arab, kemudian ia menafsirkan kitab Allah maka datanglah ia kepadaku, niscaya akan aku hajar dia”.
Tafsir Bi Al Ra’yi terbagi menjadi 2 macam :

1.    Tafsir Bi Al Ra’yi Al – Jaiz ( Mahmud)
2.    Tafsir Bi Al Ra’yi Al – Jaiz (Mazmum)
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Tafsir Bi Al Ra’yi menafsirkan Al-Qur’an dengan penalaran dan unsur – unsur keilmuan didunia islam atau dengan kata lain seorang mufassir harus memenuhi kriteria keilmuan, seperti : ( Bahasa Arab, Nahwu, shorof, Balaghoh, usul fiqh, tauhid, asbabun nuzul, sejarah, naasikh mansukh, hadist-hadist penjelas ayat-ayat Al-Qur’an, fakih dan terakhir ilmu pemberian dari Allah SWT).
Mereka juga mensyaratkan kebersihan hati dari penyakit kibr, hawa nafsu, bid’ah, cinta dunia dan senang melakukan dosa. Ini semua adalah yang menghalangi hatinya untuk mencapai pengetahuan yang benar yang diturunkan oleh Allah SWT. Hal ini seperti firman Allah SWT :
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alas an yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku….” 
Tafsir Bi Al Ra’yi Al – Jaiz ( Mahmud) yaitu apabila penafsirannya itu sesuai kaidah yang ada jauh dari segala kebodohan dan kesesatan maka tafsir ini mahmud jika tidak maka tercela (mazmum). Tafsir Bi Al Ra’yi wajib memperhatikan dan berpegang apa yang dibawa nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya supaya dapat menerangi pemikiran mufassir dengan akalnya, harus bagi seorang mufassir mengetahui kaidah-kaidah lughoh dan mengetahui uslub-uslubnya (manhaj).
Macam-macam Kitab Tafsir bir Ra’yi al-Mahmud :

1.     Mafatih al-Ghaib oleh Fakhruddien ar-Raazi,   
2.    Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Takwil oleh al-Baidhawi     
3.    Madarik at-Tanzil wa Haqaiq at-Takwil oleh an-Nasafi,
4.    Lubab at-Takwil fi Ma’ani at-Tanzil oleh Khazi
5.    al-Bahr al-Muhith oleh Abi Hayan,
6.    Gharaib al-Quran wa Raghaib al-Furqan oleh Yasaburi
7.    Tafsir al-Jalalain oleh Jalauddien al-Muhalli dan Jalaluddien as-Suyuthi,
8.    al-Siraj al-Munir fi al-I’anah ala Ma’rifati Ba’dhi Ma’ani Kalam Rabbuna al-Hakim   al-Khabir  oleh Khatib as-Sirbani
9.   Irsyad al-Aql al-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim oleh Abi Su’ud,
10.   Ruuh al-Ma’ani fi   Tafsir al-Quran al-Adhim wa as-Sab’u al-Matsani oleh al-Alusi.

Macam-Macam kitab Tafsir bir Ra’yi al-Madhmum
Pertama: Muktazilah
Kitab-kitab Tafsir mereka:

1.    Tanzih al-Quran ‘an al-Mutha’in oleh al-Qadhi Abdul Jabbar,
2.   Gharar al-Fawaid wa Durar al-Qalaid oleh Amali as-Syarif al-Murtadha,
3.   al-Kasyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh la-Takwil oleh al-  Zamakhsyari,

Kedua: Syiah dan kelompok-kelompok pecahannya.
1. Ia khususkan pada pembahasan Syiah Rafidhah atau Itsna Asairah yang membahas  tentang enam kitab dan metode Tafsir Syiah iaitu: Miratul Anwar wa Miskat al-Asrar oleh Maula Abdullatif al-Kazarani, Tafsir al-Hasan al-Askari, Majma’ al-Bayan li Ulum al-Quran oleh ath-Thabarsi, As-Shaafi fi Tafsir al-Quran al-Karim oleh Mula Muhsin al-Kaashi, Tafsir al-Quran oleh Sayid Abdullah al-Alawi,  Bayan as-Sa’adah fi Maqamat al-Ibadah oleh Sulthan Muhammad al-Khurasani.
2. Kelompok al-Ismailiyah (Batiniyah)
3.  Kelompok Babiyah dan Bahaiyah
4.  Kelompok Zaidiyah

Ketiga: Khawarij
     Membahas tentang mauqif kelompok khawarij terhadap al-Quran, selanjutnya ia bahas salah satu kitab tafsir dari kalangan Khawarij iaitu Haiman al-Zaad ila Daar al-Ma’ad oleh Muhammad Yusuf Athfis, salah seorang mufasir dari kalangan Khawarij yang berasal dari lembah Mizab di pegurunan Jazair, ia wafat pada tahun 1332 H.
C.    Tafsir bi al-Isyari
Tafsir bil-isyarah atau tafsirul isyari adalah takwil Al Quran berbeda dengan lahirnya lafadz atau ayat, karena isyarat-isyarat yang sangat rahasia yang hanya diketahui oleh sebagian ulul ‘ilmi yang telah diberi cahaya oleh Allah swt dengan ilham-Nya. Atau dengan kata lain, dalam tafsirul isyari seorang Mufassir akan melihat makna lain selain makna zhahir yang terkandung dalam Al Qur’an. Namun, makna lain itu tidak tampak oleh setiap orang, kecuali orang-orang yang telah dibukakan hatinya oleh Allah swt.
Tafsir Isyari menurut Imam Ghazali adalah “usaha mentakwilkan ayat-ayat Alquran bukan dengan makna zahirnya malainkan dengan suara hati nurani, setelah sebelumnya menafsirkan makna zahir dari ayat yang dimaksud”.
Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya Al Qur’an itu mengandung banyak ancaman dan janji, meliputi yang lahir dan bathin. Tidak pernah terkuras keajaibannya, dan tak terjangkau puncaknya. Barangsiapa yang memasukinya dengan hati-hati akan selamat. Namun barangsiapa yang memasukinya dengan ceroboh, akan jatuh dan tersesat. Ia memuat beberapa khabar dan perumpamaan, tentang halal dan haram, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, zhahir dan batin. Zhahirnya adalah bacaan, sedang bathinnya adalah takwil. Tanyakan ia pada ulama, jangan bertanya kepada orang bodoh”.
contoh Tafsir isyarat berlandaskan Hadis riwayat Bukhari, dimana Ibnu Abbas memahami ayat:
اذا جـاء نصر الله والفتح (النصر: 1(
Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan“
Bahwa ayat tersebut menunjukkan isyarat dekatnya ajal Nabi Saw. Selanjutnya Ibn Abbas sebagaimana ditulis oleh As-Suyuti menegaskan bahwa Alquran itu mengandung berbagai bab ilmu, yang lahir maupun yang batin, keajaibannya tidak akan habis dan puncak tujuannya tidak akan terjangkau. Barang siapa yang menyelami dengan penuh kelembutan niscaya akan selamat, dan barang siapa yang menyelami dengan radikal niscaya adakan terjerumus, ia mengandung berita dan perumpamaan, halal dan haram, nasikh dan mansukh, muhkan dan mutasyabih yang lahir dan yang batin, secara lahir berupa bacaan dan secara batin berupa ta’wil. Belajarlah dari ulama dan jauhkanlah dari orang-orang yang bodoh”.
Untuk mengatasi penyimpangan-penyimpangan tafsir isyari, maka di antara ulama telah memberikan kriteria persyaratan untuk bisa diterima tafsirnya, Az-Zarqani telah menuliskan sebagai berikut :
1.Tidak boleh bertolak belakang dengan susunan AlQuran yang zahirnya
2. Tidak menyatakan bahwa makna isyarat itu merupakan makna sebenarnya (makna satu-satunya), tanpa ada makna zhahir.
3.  Hendaknya pentakwilan tersebut harus tidak terlalu jauh, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan lafaz zahir
4.  Tidak bertentangan dengan hukum syar’i atau naqli
5.  Terdapat syahid (penopang) syar’i yang menguatkannya
Selanjutnya dijelaskan bahwa syarat-syarat tersebut di atas hanyalah sebagai syarat diterimanya tafsir isyari, yakni tidak serta merta ditolak, bukan syarat yang baku dan bukan pula hanya terbatas itu saja.
Nama-nama kitab tafsir yang termasuk corak shufi ini antara lain:
a. Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, karya Sahl bin Abdillah al-Tustary. Dikenal dengan Tafsir al-Tustasry.
b. Haqaiq al-Tafsir, karya Abu Abdirrahman al-Silmy, terkenal dengan sebutan Tafsir al-Silmy.
c. Al-Kasyf Wa al-Bayan, karya Ahmad bin Ibrahim al-Naisabury, terkenal dengan nama Tafsir al-Naisabury.
d. Tafsir Ibnu Araby, karya Muhyiddin Ibnu Araby, terkenal dengan nama Tafsir Ibnu ‘Araby.
e. Ruh al-Ma’ani, karya Syihabuddin Muhammad al-Alusy, terkenal dengan nama tafsir al-Alusiy.
II. Aliran Penafsiran berdasarkan ( Metode Modern ) 
A. Metode Tafsir Modern / Tafsir Kontemporer
dari sudut , metode tafsir ini dafat di bagi menjadi lima macam.
1. Metode Tafsir Tahlily (Analisa), yaitu tafsir yang berusaha untuk menerangkan arti ayat-ayat Al-Qur’an dri berbagai seginya, berdasarkan urutan ayat atau surat dari mushaf, dengan menonjolkan kandungan lafazh lafazh-nya, hubungan ayat-ayat hubungan surat-surat, sebab-sebab turunya, hadis-hadis yang berhubungan denganya. Pendapat pendapat para mufasir itu sendiri.
2. Metode Tafsir Ijmali (Global), yaitu tafsir yang penafsiranya terhadap Al-Qura’an berdasarrkan urutan-urutan ayat secara ayat per ayat dengan suatu penjelasan yang ringkas tetapi jelas, dan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat di komunikasikan baik oleh masyarakat awam maupun intelektual.
3. Metode Tafsir Muqarin (Perbandingan), yaitu tafsir berupa penafsirann sekelompok ayat Al-Qur’an yang berbicara dalam suatu masalah, dengan cara membanding-bandingkan antara ayat dengan ayat lain, atau antara ayat dengan hadist, baik dari segi isi maupun redaksi, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir, dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dari objek yang di bandingkan.
4. Metode Tafsir Maudu’iy (Tematik), yaitu tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an tetang suatu masalah dengan jalan menghimpun ayat-ayat yng berkaitan denganya, lalu menganalisisnya, lewat ilmu-ilmu bantu yang nrelavan dengan masalah yang dibahas, untuk kemudian melahirkan konsep yang utuh dari Al-Qur’an tentang masalah berikut.
5. Metode Tafsir Kontektual, yaitu menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan latar belakang sejarah, sosiologi, budaya, adat-istiadat, dan penata yang berlaku dan berkembang di masarakat arab sebelum dan turunya Al-Qur’an.

B. Aliran-Aliran Tafsir Dan Pengelompokanya.
Seperti halnya metode tafsir, maka aliran atau corak tafsir Al-Qur’an yang berkembang selama ini dapat dibagi atas dua bagian, yaitu: aliran/corak atau corak yang bersifat klasik dan aliran / corak yang bersifat modern.
A. Aliran/Coraktafsir Klasik..Yang Termasuk Corak Tafsir Klasik ialah:
-  aliran corak tafsir aqidah:
1. Tafsir Shalafi, yaitu tafsir yang berpedoman pada aliran dan dan pendapat-pendapat shalaf, yang konsisten dalam ber pegang teguh pada Al-Qur’an dan Al- sunah tanpa ada penambahan atau pengurangan.
2. Tafsir I’tizaliy, yaitu tafsir Bi’al-ra’yi yang hanya mengadakan akal dan kurang mengindahkaan an-naql, dan pada umumnya terarah pada usaha mendukung atau mengitimasi faham-faham golongan mu’tazilah.
3. Tafsir suny, yaitu tafsir yng secara konsisten berpegang teguh pada Al-Qur’an dan al-sunah, dan prinsip-prinsipatau orentasi paham Ahlisunnah.
-  aliran/corak tafsir siyasah :
1. Tafsir Khaarizy, yaitu tafsir Bi’ra’yi berdasarkan atas prinsip-prinsip faham golongan khawarijdalam rangka mendukung atau mengitimasi ajarandan faham-faham golongan tersebut.
2. Tafsir Syi’iy, yaitu tafsir Bi’ra’yi bardasarkan atas prinsip-prinsip faham golongan syi’ah, dalam rangka mendukung atau melegitimasi ajaran dan faham-faham golongan tersebut.
3. Aliran/corak filsafat (tafsir falsafly).
Penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan pendekatan-pendekatan filosofis, baik yang berusaha mengadakan sintesis dan singkretisasi antara teory-teory filsafat dengan ayat-ayat AlQur’an, maupun yang berupa menolak teori-teori filsafat yang di aggap bertentangan denganayat-ayat Al-Qur’an.
4.. Aliran/Corak Tasawuf (Tafsir Sufiy) :
Tafsir yang berusaha menjelaskan makna yat-ayat Al-Qur’an dari sudut esoterik atau berdasarkan sarat-sarat tersirat yang tampak seorang sufy dalam sulukya.
5. Aliran/Corak Fiqh (Tafsir Fiqry):
Tafsir yang menitik beratkan bahasa-bahasa nya dan tinjauanya pada segi hukumyang terkandung dalam Al-Qur’an.
6.Aliran/Corak Ilmu Pengetahuan (Tafsir Ilmiy)
tafsir yang berusaha menafsitkan ayat-ayat suci Al-Qur’an berdasarkan pendekatan alamiah, atau menggali kandungannya berdasarkan teory-teory ilmu pengetahuan yang ada.
b.  aliran/ corak tafsir modern.
Yang termasuk di dalam ini :
1. aliran/corak tafsir ilmu pengetahuan moderen, yaitu penafsiran Al-Qur’an yang dikaikat atau didasarkan pada ilmu pengetahuan moderen dalam berbagai disiplinya
2. aliran/corak tafsir sastra –budaya dan kemasyarakatan(sosio-
kultural) atau adabi-ij’timaiy yaitu yang menitik beratkan penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an pada segip-segi ketelitan pada redaksinya kemudian menyusun kandungan ayat-ayat tersebut dalm suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama dari tujuan-tujuan Al-Qur’an, yaitu membawa petujuk dalam kehidupan, kemudian menggandengkan pengertian-pengertian ayat tersebut dengan hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dinia
3. alran/corak tafsir bayaniy yaitu penafsiran yang berdasarkan analisis –analisis muf’radat dan uslub-uslub Al-Qur’an .
4. aliran/corak tafsir lainya yang muncul dalam masarakat tetapi belum terbentuk menjadi suatu aliran tertentu yang mapan, yang oleh Al-dzahabi dikatagorikan sebagai tafsir yang bercorak sektarian.
III. Aliran-Aliran Penafsiran dilihat dari berbagai perspektif para Ahli
    Selain yang tiga jenis madzhab tafsir di atas , ada berapa pendapat para ahli yang mengelompokan dari berbagai perspektif.
a.    Kategori Tafsir Model Ignaz Goldziher
    Dalam buku madzhab Tafsir (madzhab at-tafsir al-islami), karya Ignaz Golziher kelahiran Hongaria menurutnya terdapat lima madzhab atau kecenderungan dalam menafsirkan al-Qur’an yaitu :
1.    Tafsir bil Ma’tsur yaitu penafsiran dengan bantuan Hadits dan aqwal (perkataan) para shahabat. Seperti tafsir Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Ali Ibn Abi Thalib dan Tafsir Thabari
2.    Tafsir dalam perspektif teologi rasional atau penfsiran bersifat dogmatis. Yang termasuk kategori ini seperti tafsir al-Kasysyaf karya Zamarkhsyari, al-Gharar wa Durar karya Amali al-Murthadha, dan Mafatih al-Ghaib karya Imam Fakhruddin ar-Razi.
3.    Tafsir dalam perspektif tasawuf seperti Ikhwan ash-shafa Ibnu Arabi dan Imam al-Ghazali
4.    Tafsir dalam perspektif sekte keagamaan (sektarian) sepeti tafsir yang di tulis para pengikut ahl us-sunnah, syiah, Asy’ariyah, Khawarij, tema-tema yang dikaji didalamnya lebih cenderung untuk membela madzhabnya masing-masing.
5.    Tafsir era kebangkitan Islam (Tafsir modernis) tema-tema yang menjadi isu sentral adalah tentang gerakan tajdid (pembaharuan), bagaimana Islam memotivasi untuk memajukan peradaban, misalnya dengan menyuarakan pentingnya kebebasan berfikir dan melepaskan taklid buta. seperti tafsir yang ditulis Sayyid Amir Ali, Ahmad Khan, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh dll.
b.    Kategori Tafsir Model J.J.G Jansen
    Kategori yang dilakukan oleh J.J.G Jansen lebih spesifik. Karena hanya mengacu kepada tafsir-tafsir yang berkembang di kawasan Islam tertentu, yaitu Mesir. Dalam kategorinya sebagai berikut:
1.    Tafsir Ilmi, yaitu penafsiran yang dipengaruhi oleh pengadopsian temuan-temuan ilmiah mutakhir.
2.    Tafsir linguistik dan filologis penafsiran yang didalamnya menggunakan analisis linguistik.
3.    Tafsir praktis penfasiran yang banyak menyangkut keseharian umat.
c.    Kategori Tafsir Model Muhammad Husain adz-Dzahabi
    Ini bisa dilihat dalam kitabnya at-Tafsir wal Mufassirun, ia cenderung mengkategorikan berdasar kronologi waktu, di antaranya:
1.    Tafsir pada masa Nabi dan Sahabat
Karakteristiknya umum pada masa ini adalah (a) tidak menafsirkan seluruh al-Qur’an (b) tidak banyak perbedaan dalam menafsirkannya (c) bersifat ijmali (d) cenderung hanya menafsirkan dari aspek makna bahasa (e) jarang melakukan istinbat hukum secara ilmiah terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan (f) tidak bersifat sektarian (membela madzhab tertentu) (g) belum terkodifikasi secara utuh, sebab kodifikasi mulai abad ke-2 Hijriah (h) benyak menggunakan riwayat yang menggunakan secara oral atau lisan (i) cenderung mitis (penafsiran cenderung diterima begitu saja tanpa kritik). Contoh : tafsir Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Ali Ibn Abi Thalib
2.    Tafsir pada masa Tabi’in
Karakteristiknyaa adalah (a) belum dikodifikasi secara tersendiri (b) masih bersifat hapalan dan periwayatan (c) sudah dimasuki riwayat-riwayat israiliyat (d) sudah mulai ada benih-benih perbedaan madzhab (e) sudah banyak perbedaan pendapat dengan sahabat.
3.    Tafsir pada masa Kodifikasi
Diperkirakan muncul pada pemerintahan Bani Umayyah, awal Bani Abbasiah. Tafsir-tafsir mulai dibukukan. Sudah berkembang tafsir dengan berbagai madzhab, seperti Mu’tazilah, syiah, Khawarij dan corak seperti corak sufistik, linguistik, fiqhi, filosofis, teologis, adabi ijtima’I, dll.
Contoh Tafsir Fiqh atau hukum :
1. Ahkam al-Quran oleh al-Jashash al-Hanafi,
2. Ahkam al-Quran oleh Kaya al-Hirasyi as-Syafi’i,
3. Ahkam al-Quran oleh Ibnul Arabi al-Maliki
4. al-Jami’ li Ahkamal-Quran oleh al-Qurtubi al-Maliki,
5. Kanzul ‘Irfan fi Fiqh al-Quran oleh Miqdad al-Suyuri al-Rafidhi dari kalangan Imamiyah Itsna Asairah,
6. al-Tsamarat al-Yani’ah wa al-Ahkam al-Wadhihah al-Qathi’ah oleh Yusuf ats-Tsalai az-Zaidi dari kalangan Zaidiyah.
Contoh Tafsir Modern :
1.   al-Jawahir fi Tafsir al-Quranal-Karim oleh Syaikh Thanthawi Jauhari, Syaikh Dr. al-Zahabi telah mengkritik dengan keras kitab ini.
2.  Kitab al-Hidayah wa al-Irfan fi Tafsir al-Quran bil Quran, beliau contohkan kitab ini sebagai kitab Tafsir Ilhadi,
3.  Berbicara tentang metode tafsir Syaikh Muhammad Abduh,
4.  Berbicara tentang metode tafsir Muhammad Rasyid Ridha,
5.  Berbicara tentang Syaikh Muhammad Mustafa al-Maraghi,
d.    Kategori Tafsir Model Amina Wadud
Amina Wadud  melihat dari perspektif gerakan feminisme yang memfokuskan pada isu-isu gender. Menurutnya penafsiran al-Qur’an mengenai isu-isu jender dikategorikan jadi tiga :
1.    Tafsir Tradisonal
Tafsir yang menggunakan pokok bahasan tertentu sesuai dengan minat dan kemampuan mufassirnya, seperti hukum (fiqh), nahwu, sharaf, sejarah, tasawuf. Model ini bersifat atomistik (ayat per ayat tidak tematik) sehingga bahasannya parsial, dan tidak ada upaya untuk mendiskusikan tema-tema tertentu menurut al-Qur’an sendiri.
2.    Tafsir Reaktif
Tafsir berisi reaksi para pemikir modern terhadap sejumlah hambatan yang dialami perempuan yang dianggap berasal dari al-Qur’an. Persoalan yang dibahas dan metode yang digunakan seringkali berasal dari gagasan kaum feminis dan rasionalis, tapi tanpa dibarengi dengan analisis yang kompreshensif terhadap ayat-ayat yang bersangkutan. Dengan demikian, meskipun semangat yang dibawanya adalah pembebasan (liberation), namun tidak terlihat hubungan dengan sumber ideologi dan teologi Islam yaitu al-Qur’an
3.    Tafsir Holistik
Tafsir yang menggunakan seluruh metode penafsiran dan mengaitkan dengan berbagai persoalan sosial, moral ekonomi, politik termasuk isu-isu perempuan yang muncul di era modern. Di sinilah posisi Amina Wadud dalam upaya menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
e.    Kategori Tafsir Model Abdul Mustaqim
Bisa dilihat dalam bukunya Madzahibut Tafsir
peta Metodologi penafsiran al-Qur’an periode klasik Hingga Kontemporer, Ia mengkategorikan berdasar kronologis waktu, diantaranya :
1.    Tafsir Periode Klasik
Tafsir yang muncul dari jaman Nabi sampai masa kodifikasi (jaman tabiin) abad I H sampai abad II H. diwarnai tafsir bir Riwayah.
2.    Tafsir periode Pertengahan
Dimulai dengan munculnya produk penafsiran yang sistematis dan sampai ke tangan generasi sekarang sudah dalam bentuk buku (terkodifikasi dengan baik) karakternya at-Tikrar (pengualangan), at-Tahwil (bertele-tele) atomistik (parsial). Coraknya spesialis ulumuddin seperti fiqh, teologi, falsafi, dan ilmi.
3.    Tafsir Periode Kontemporer
Istilah kontemporer terkait dengan situasi dan kondisi tafsir pada saat ini. Karakteristiknya, seperti memposisikan al-Qur’an sebagai petunjuk dan menangkap ruh al-Qur’an. Pola pendekatan cenderung analitis dan tematik.
f.    Kategori Tafsir Model Masdar F. Mas’udi
    Model tafsir yang menggunakan nalar formasi tafsir itu sendiri, yaitu:
1.    Nalar Teosentris
Pandangan dan pemahaman memusat kepada Tuhan. Tafsir porsinya sangat besar untuk berupaya membesarkan nama Alloh dengan membuktikan keajaiban dari al-Qur’an sendiri. Sehingga, merebut seluruh perhatian bukan pada bagaimana menyelesaikan krisis kemanusian multidimensi yang kasat mata. Dan menurut very verdiansyah diaktegorikan tafsir bayani dan irfani, karena sudut pandangnya lebih menekankan pada otoritas teks dan otoritas Tuhan.
2.    Nalar Ideologis
Tafsir model ini dikodifikasi sesuai dengan ideologi yang mejadi pilihan kekuasaan. Digunakan sebagai bahan indoktrinasi bagi pengukuhan kekuasaan. Kalangan Sunni akan menafsirkan teks suci sesuai dengan ideologinya, begitu juga yang lainnya.
3.    Nalar Antroposentris
Tafsir mempunyai orientasi pada wilayah problem kemanusian sehingga tafsir seperti ini lebih cenderung praktis pembebasan manusia dari lingkungan agama baik yang bersifat dogmatis maupun ideologis.
C.Kesimpulan
    Berbicara masalah madzhab-madzhad tafsir (madzahib at-tafsir) yang sudah berkembang selama ini, ternyata para ulama berbeda-beda dalam memetakannya. Ada yang membagi berdasarkan periodisasinya atau kronologi waktunya, sehingga menjadi madzhab tafsir periode klasik, pertengahan, modern atau kontemporer. Ada pula yang berdasarkan kecenderungannya, sehingga muncul madzhab teologi mufassirnya, sehingga muncul istilah tafsir sunni, mu’tazili, syi’i, dan lain sebagainya. Ada pula yang melihat dari sisi perspektif atau pendekatan yang dipakainya, sehingga muncul istyilah tafsir sufi, falsafi, fiqhi, ‘ilmi, adabi al-ijtima’i dan lain sebagainya. Bahkan ada pula yang melihat dari perkembangan pemikiran manusia, sehingga mazhab tafsir itu dapat dipetakan menjadi mazhab tafsir periode mitologis, ideologis dan ilmiah. esensinya Islam tidak menutup pintu ijtihad kepada siapapun dalam mencari metodologi penafsiran Al-Qur’an selama hal itu sesuai dengan tuntunan syari’at. Karena islam itu relevan, dimana pun, kapanpun, bagaimanapun.

D.Penutup
Semua umat Islam meyakini bahwa Al-Qur’an merupakan Kalamullah yang relevan pada setiap zaman, baik ruang dan waktu. Seluruh kemampuan diupayakan dalam memaknai teks yang sudah terhenti dan konteks yang terur berkembang.
        Sehigga Perbedaan aliran-aliran dalam dunia Tafsir sebetulnya adanya perbedaan penafsiran terhadap memahami ayat-ayat al-Qur’an adalah sebuah keniscaayaan, tinggal bagaimana menyingkapi perbedaan tersebut dan penulis mengutip apa yang disampaikan oleh para fuqoha’ : “… pendapat kami benar akan tetapi memiliki kemungkinan salah, dan pendapat orang lain salah namun memiliki kemungkinan benar.” dalam arti dikembalikan kepada substansi manusia diciptakan yaitu sebagai Hamba yang patuh, dan disisi lain sebagai Khalifah yang dituntut harus kreatif-inovatif. dan untuk sempurna hal tersebut al-Qur’an-lah sebagai guide-nya.
    Dalam memahamai guide diperlukan intrepretasi / penafsiran-penafsiran, tapi jangan sampai metode, corak, ataupun madzhab penafsiran al-Qur’an disakralkan sehingga akan tidak mampu membedakan mana proses dan mana tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Hasbi M, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1992.
Az-Zarkoni, Muhammad abdul azim, Manahilul Urfan, (Dar al-Fikr, t.th)
As-Suyuti, Jalaluddin, Al-Itqan fi ‘ulum Al-Quran,(Bairut: Dar al-fikr, 1399 H)
Musthofa Hadnan, Ahmad, Problematika Menafsirkan Alquran, (Semarang: Toha Putra, 1993)
Nata Abuddin, Metodologi Studi Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004
Mustaqim Abdul, Madzahibut Tafsir, Nun Pustaka Yogyakarta, Yogyakarta, 2003.
Muhammad Abd. Azim Az-Zarqani, Manahilul’irfan fi ulum Al Qur’an
Khadim al Haramain asy Syarifain, Alquran dan Terjemahnya, (Saudi Arabia, 1971)
Verdiansyah Very, Islam Emansipatoris Menafsir Agama Untuk Praksis Pembebasan, P3M, Jakarta, 2004.
http://alqorut.wordpress.com/2012/10/07/madzab-madzhab-tafsir/

Tidak ada komentar: