Selasa, 21 November 2017

MAKRUH

MAKRUH

BAGIAN paling  rendah  dalam  rangkaian  perkara-perkara  yang dilarang   adalah   perkara   makruh;  yaitu  makruh  tanzihi. Sebagaimana  diketahui,  makruh  ini  ada  dua  macam;  makruh tahrimi  dan  makruh  tanzihi.  Makruh  tahrimi  ialah perkara makruh yang lebih dekat kepada haram; sedangkan makruh tanzihi ialah   yang   lebih  dekat  kepada  halal.  Dan  itulah  yang dimaksudkan dengan istilah makruh pada umumnya.

Banyak sekali  contoh  yang  kita  kenal  dalam  perkara  ini. Barangsiapa  yang pernah membaca buku Riyadh as-Shalihin, yang ditulis oleh  Imam  Nawawi,  maka  dia  akan  dapat  menemukan berbagai  contoh  tentang  perkara  yang  makruh  ini. Seperti makruhnya orang yang makan sambil bersandar, minum dari  bawah bejana  air,  meniup minuman, beristinja' dengan tangan kanan, memegang farji dengan tangan kanan tanpa adanya uzur, berjalan dengan  satu sandal, bertengkar di masjid dan mengangkat suara di dalamnya, berbisik di masjid pada hari  Jumat  ketika  imam sedang  berkhotbah,  membesar-besarkan suara ketika berbicara, mengucapkan doa, "Ya Allah ampunilah dosaku kalau engkau mau." "Kalau   Allah   dan  Fulan  menghendaki",  berbincang-bincang setelah makan malam yang paling akhir, shalat  ketika  makanan sudah  dihidangkan,  mengkhususkan  hari Jumat untuk berpuasa, atau untuk melakukan Qiyamul Lail.

Perkara yang  makruh  --sebagaimana  didefinisikan  oleh  para ulama--   ialah   perkara   yang   apabila  ditinggalkan  kita mendapatkan pahala, dan apabila dikerjakan  tidak  mendapatkan dosa.

Oleh  karena  itu,  tidak  ada siksa bagi orang yang melakukan perkara yang dianggap makruh  tanzihi.  Hanya  saja,  ia  akan dikecam  apabila  melakukan  sesuatu  yang  pantas mendapatkan kecaman apalagi jika ia melakukannya berulang-ulang.

Akan tetapi, kita  tidak  perlu  menganggap  mungkar  tindakan semacan ini (makruh tanzihi); agar mereka tidak terjebak dalam kesibukan memerangi hal-hal yang makruh padahal di  saat  yang sama  mereka  sedang  melakukan  hal-hal yang jelas diharamkan oleh agama.


KEMAKSIATAN BESAR YANG DILAKUKAN OLEH HATI MANUSIA (1/2)

KEMAKSIATAN BESAR YANG DILAKUKAN OLEH HATI MANUSIA  (1/2)


DOSA-DOSA besar itu tidak hanya terbatas kepada  amalan-amalan lahiriah,  sebagaimana  anggapan  orang  banyak,  akan  tetapi kemaksiatan yang lebih besar dosanya dan lebih berbahaya ialah yang dilakukan oleh hati manusia.

Amalan yang dilakukan oleh hati manusia adalah lebih besar dan lebih  utama  daripada  amalan  yang  dilakukan  oleh  anggota tubuhnya.  Begitu  pula halnya kemaksiatan yang dilakukan oleh hati  manusia  juga  lebih  besar  dosanya  dan  lebih   besar bahayanya.

KEMAKSIATAN ADAM DAN KEMAKSIATAN IBLIS

Al-Qur'an telah menyebutkan kepada kita dua bentuk kemaksiatan yang  mula-mula  terjadi  setelah terciptanya Adam dan setelah dia ditempatkan di surga.

Pertama, kemaksiatan yang dilakukan  oleh  Adam  dan  istrinya ketika  dia  memakan  buah dari pohon yang dilarang oleh Allah SWT.  Itulah   jenis   kemaksiatan   yang   berkaitan   dengan amalan-amalan  anggota tubuh yang lahiriah, yang didorong oleh kelupaan   dan   kelemahan   kehendak   manusia;   sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:

"Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat." (Thaha: 115)

Iblis terlaknat tidak  menyia-nyiakan  kesempatan  itu,  yaitu ketika  Adam  lupa  dan  lemah  kekuatannya. Iblis menampakkan kepada Adam dan istrinya bahwa larangan  Allah  untuk  memakan buah  pohon  itu sebagai sesuatu yang indah. Ia menipu mereka, dan menjanjikan sesuatu kepada mereka sehingga mereka terjatuh ke dalam janji-janji manis Iblis.
 

KEBUTUHAN UMAT KITA SEKARANG AKAN FIQH PRIORITAS

KEBUTUHAN UMAT KITA SEKARANG AKAN FIQH PRIORITAS
 

Kacaunya Timbangan Prioritas pada Umat

Apabila  kita  memperhatikan  kehidupan  kita  dari   berbagai sisinya  --baik dari segi material maupun spiritual, dari segi pemikiran, sosial, ekonomi,  politik  ataupun  yang  lainnya-- maka  kita  akan menemukan bahwa timbangan prioritas pada umat sudah tidak seimbang lagi.

Kita dapat menemukan di setiap negara Arab dan Islam  berbagaiperbedaan  yang  sangat  dahsyat,  yaitu  perkara-perkara yang berkenaan   dengan   dunia   seni   dan   hiburan   senantiasa diprioritaskan  dan didahulukan atas persoalan yang menyangkut ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Dalam  aktivitas  pemudanya  kita  menemukan  bahwa  perhatian terhadap  olahraga  lebih  diutamakan  atas olah akal pikiran, sehingga  makna  pembinaan  remaja  itu  lebih  berat   kepada pembinaan  sisi  jasmaniah  mereka  dan  bukan  pada sisi yang lainnya. Lalu, apakah  manusia  itu  hanya  badan  saja,  akal pikiran saja, ataukah jiwa saja?

Dahulu  kita  sering  menghafal  sebuah  kasidah  Abu  al-Fath al-Bisti yang sangat terkenal. Yaitu kasidah berikut ini:

"Wahai orang yang menjadi budak badan, sampai kapan engkau hendak mempersembahian perkhidmatan kepadanya.
  
Apakah engkau hendak memperoleh keuntungan darisesuatu yang mengandung kerugian?
  

IMAM AL GHAZALI DAN FIQH PRIORITAS

IMAM AL GHAZALI DAN FIQH PRIORITAS


DI ANTARA ulama yang memberikan perhatian  besar  kepada  fiqh prioritas  dan  mengkritik  cara  hidup masyarakat Muslim yang berlebih-lebihan ialah Imam al-Ghazali. Hal ini tampak  dengan jelas  dalam  ensiklopedianya,  al-Ihya' 'Ulum al-Din. Pembaca buku ini akan menemukan pembahasan  tersebut  pada  seperempat buku,  dan  juga  buku  al-Arba'in-nya. Lebih jelas lagi dalam bukunya, Dzamm al-Ghurur, yang merupakan bagian kesepuluh dari al Muhlikat.

Di  dalam kajian itu disebutkan berbagai kelompok manusia yang tertipu tetapi mereka tidak menyadarinya.

Al-Ghazali   menyebut   orang-orang   yang    memiliki    ilmu pengetahuan,   ahli   ibadah  dan  amalan,  orang-orang  sufi, orang-orang kaya dan, juga orang-orang awam.  Dia  menyebutkan ketertipuan   orang-orang  dari  masing-masing  kelompok,  dan bagaimana  mereka  tertipu  oleh  hawa  nafsu   mereka,   atau bagaimana   setan-setan  mereka  memperindah  perbuatan  buruk mereka, sehingga  mereka  melihatnya  sebagai  perbuatan  yang baik.  Setan  telah  memberikan  sifat dan gambaran yang baru, yang harus mereka ikuti.

Saya menganggap cukup untuk menyebutkan dua contoh kritikannya yang mendalam dan arif, untuk melihat sejauh mana pemahamannya terhadap agama Allah, dan pemahamannya terhadap dunia manusia, serta  kemauan kerasnya untuk memperbaiki keadaan manusia dari segi lahiriah dan batiniah  mereka,  di  samping  perhatiannya pada fiqh prioritas.

CONTOH KETIMPANGAN DALAM MEMBUAT PERINGKAT AMALAN SYARI'AH

Contoh  pertama  ialah  kelompok  orang-orang  beragama   yang tertipu,  di  antara  para  ahli  ibadah  dan  amal perbuatan. Al-Ghazali berkata,

II. HUBUNGAN ANTARA FIQH PRIORITAS DAN FIQH PERTIMBANGAN

II. HUBUNGAN ANTARA FIQH PRIORITAS DAN FIQH PERTIMBANGAN
 

FIQH prioritas  memiliki  hubungan  yang  sangat  erat  dengan bentuk  fiqh  lainnya, dalam beberapa hal, seperti yang pernah kami tulis sebelumnya.

Ia berkaitan dengan fiqh pertimbangan (muwazanah), yang pernah saya  bahas  dalam buku saya Prioritas Gerakan Islam. Di dalam buku itu saya mengutip beberapa pokok  pikiran  Syaikh  Islam, Ibn Taimiyah, yang saya pandang sangat berguna.

Peran  terpenting  yang dapat dilakukan oleh fiqh pertimbangan ini ialah:

1) Memberikan pertimbangan antara berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai kebaikan yang disyariatkan.
  
2) Memberikan pertimbangan antara berbagai bentuk kerusakan, madharat, dan kejahatan yang dilarang oleh agama.
  
3) Memberikan pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, antara kebaikan dan kejelekan apabila dua hal yang bertentangan ini bertemu satu sama lain.

FIQH PRIORITAS DALAM WARISAN PEMIKIRAN KITA

FIQH PRIORITAS DALAM WARISAN PEMIKIRAN KITA


BARANGSIAPA yang mau menelusuri warisan  pemikiran  umat  yang sangat  kaya  ini,  maka  dia  akan  menemukan para ulama yang memberikan  perhatian  besar  terhadap  fiqh   prioritas   dan mewaspadai  kelalaian  terhadapnya, dalam berbagai bentuk yang tersebar   di   dalam   sumber-sumber   rujukan   Islam   yang bermacam-macam;   yang   dapat  ditelusuri  dalam  baris-baris berikut ini.

MENGENAI HARAMNYA ORANG YANG SEDANG IHRAM MEMBUNUH LALAT

Barangkali  pertama-lama  kita  patut   memberikan   perhatian terhadap  persoalan  ini.  Yaitu  riwayat yang shahih, berasal dari Abdullah bin Umar r.a. yang  diriwayatkan  oleh  Ibn  Abu Nu'aim  yang  berkata,  "Ada  seorang lelaki datang kepada Ibn Umar dan pada saat itu saya sedang duduk. Lelaki itu  bertanya kepadanya  tentang  darah  nyamuk."  Dalam  riwayat  yang lain disebutkan: "Lelaki itu bertanya  kepadanya  tentang  haramnya membunuh  lalat."  Maka  Ibn  Umar berkata kepadanya: "Berasal dari manakah engkau ini?" Lelaki itu menjawab,  "Berasal  dari Irak."  Ibn  Umar  berkata lagi: "Ha, lihatlah lelaki ini. Dia bertanya tentang darah nyamuk, padahal mereka  telah  membunuhanak  Rasulullah saw!! Padahal aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda,  ,Kedua  anak  ini  --al-Hasan  dan  al-Husain-- merupakan   hiburanku  di  dunia."  Dalam  riwayat  yang  lain disebutkan: "Penduduk Irak  bertanya  tentang  lalat,  padahal mereka telah membunuh cucu Rasulullah saw..." 1

Al-Hafiz  Ibn Hajar ketika memberikan penjelasan hadits ini di dalam Fath al-Bari mengatakan, "Ibn Umar  meriwayatkan  hadits ini  dengan  penuh  keheranan  terhadap semangat penduduk Irak yang menanyakan perkara kecil, tetapi mereka melanggar perkara yang besar." 2

BID'AH DALAM AQIDAH

BID'AH DALAM AQIDAH


SEBAGAI tambahan penjelasan bagi  kemaksiatan,  dalam  syariah agama  ini kita mengenal apa yang disebut dengan bid'ah. Yaitu sesuatu yang diada-adakan oleh  manusia  dalam  urusan  agama. Baik bid'ah yang berkaitan dengan aqidah yang dinamakan dengan bid'ah ucapan, maupun bid'ah yang berkaitan dengan amalan.

Bid'ah-bid'ah ini merupakan  salah  satu  jenis  perkara  yang diharamkan  tetapi  berbeda  dengan  kemaksiatan  yang  biasa. Sesungguhnya pelaku bid'ah ini mendekatkan diri  kepada  Allah SWT  dengan  bid'ah-bid'ah  tersebut,  dan  berkeyakinan bahwa dengan bid'ahnya itu dia  telah  melakukan  ketaatan  terhadap Allah   dan  beribadah  kepada-Nya.  Dan  inilah  yang  paling membahayakan.

Bid'ah itu sendiri bisa  berupa  keyakinan  yang  bertentangan dengan  kebenaran  yang  dibawa oleh Rasulullah saw dan ajaran yang terdapat di dalam Kitab Allah. Dan bid'ah untuk jenis ini kita    sebut    dengan   bid'ah   dalam   aqidah   (al-bid'ah al-i'tiqadiyyah)   atau   bid'ah   dalam   ucapan   (al-bid'ah al-qawliyyah); yang sumbernya ialah mengatakan sesuatu tentang Allah yang tidak didasari dengan ilmu pengetahuan. Perkara ini termasuk  salah  satu  perkara haram yang sangat besar. Bahkan Ibn al-Qayyim mengatakan bahwa perkara ini  merupakan  perkara haram yang paling besar. Allah SWT berfirman:
 

Jumat, 17 November 2017

MENYANGGAH PENAFSIRAN YANG MERENDAHKAN WANITA

MENYANGGAH PENAFSIRAN YANG MERENDAHKAN WANITA
 

Pertanyaan:

Siapakah yang dimaksud dengan sufaha dalam firman Allah:
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang  yang  belum sempurna  akalnya  (sufaha)  harta  (mereka  yang  ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai  pokok  kehidupan. Berilah  mereka  belanja  dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (an-Nisa' 5)
Majalah  al-Ummah  nomor  49  memuat  artikel  Saudari Hanan Liham, yang mengutip keterangan Ibnu Katsir dari pakar  umat dan   penerjemah   Al-Qur'an,  Abdullah  Ibnu  Abbas,  bahwa as-sufaha (orang-orang  yang  belum  sempurna  akalnya)  itu ialah "wanita dan anak-anak."

Penulis   tersebut   menyangkal   penafsiran  itu,  meskipun diriwayatkan  dari  Ibnu   Abbas.   Menurutnya,   penafsiran tersebut  jauh  dari  kebenaran,  sebab  wanita  secara umum disifati  sebagai  tidak  sempurna  akalnya/bodoh   (salah), padahal   diantara  kaum  wanita  itu  terdapat  orang-orang seperti Khadijah, Ummu Salamah,  dan  Aisyah  dari  kalangan istri Nabi dan wanita-wanita salihah lainnya.

Sebagian  teman  ada  yang  mengirim surat kepada saya untuk menanyakan penafsiran yang disebutkan Ibnu Katsir  tersebut. Apakah itu benar?

Bagaimana komentar Ustadz terhadap hal itu?
 

LAKI-LAKI MENJENGUK PEREMPUAN YANG SAKIT

LAKI-LAKI MENJENGUK PEREMPUAN YANG SAKIT
 
Sebagaimana  terdapat  beberapa  hadits  yang   memperbolehkan perempuan  menjenguk  laki-laki  dengan syarat-syaratnya, jika diantara mereka terjalin hubungan, dan laki-laki itu punya hak terhadap  wanita  tersebut,  maka  laki-laki juga disyariatkan untuk menjenguk wanita dengan syarat-syarat yang sama. Hal ini jika  diantara  mereka  terjalin  hubungan yang kokoh, seperti hubungan  kekerabatan  atau   persemendaan,   tetangga,   atau hubungan-hubungan  lain  yang  menjadikan  mereka memiliki hak kemasyarakatan yang lebih banyak daripada orang lain.

Diantara   dalilnya   ialah   keumuman   hadits-hadits    yang menganjurkan  menjenguk  orang  sakit,  yang  tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.

Sedangkan diantara dalil  khususnya  ialah  yang  diriwayatkan oleh  Imam  Muslim  dalam  Shahih-nya  dari Jabir bin Abdullah r.a.:

"Bahwa Rasulullah saw. pernah menjenguk Ummu Saib --atau Ummul Musayyib-- lalu beliau bertanya, 'Wahai Ummus Saib, mengapa engkau menggigil?' Dia menjawab, 'Demam, mudah-mudahan Allah tidak memberkatinya.' Beliau bersabda, 'Janganlah engkau memaki-maki demam, karena dia dapat menghilangkan dosa-dosa anak Adam seperti ububan (alat pengembus api pada tungku pandai besi) menghilangkan karat besi.'"20

Padahal, Ummus Saib tidak termasuk salah seorang  mahram  Nabi saw. Meskipun begitu, dalam hal ini harus dijaga syarat-syarat yang  ditetapkan  syara',  seperti  aman   dari   fitnah   dan memelihara  adab-adab  yang  sudah  biasa  berlaku  (dan tidak bertentangan  dengan  prinsip  Islam;  Penj.),   karena   adat kebiasaan itu diperhitungkan oleh syara'.

 

12 HR Abu Daud dan disahkan oleh Hakim. Diriwayatkan juga oleh Bukhari dengan susunan redaksional yang lebih lengkap, sebagaimana terdapat dalam Fathul-Bari, juz 10, hlm. 113. Lihat juga al-Adabul-Mufrad, karya Imam Bukhari, "Bab al-'Iyadah minar-Ramad," hadits no. 532. ^
13 Al-Bukhari dalam Fathul-Bari, hadits nomor 5656. ^
14 Fathul-Bari, juz 10, hlm. 119. ^
15 Diriwayatkan oleh Bukhari sebagaimana tertera dalam Fathul-Bari, juz 10, hlm. 118, hadits 5655. Beliau juga meriwayatkannya dalam al-Jana'iz.5651. ^
17 Ibid. ^
18 Al-Adabul-Mufrad, karya al-Bukhari "Bab 'Iyadatin-Nisa' ar-Rijal al-Maridh," hadits nomor 530. ^
19 Al-Bukhari dalam Fathul-Bari, hadits nomor 5654. ^
20 Muslim dalam "Kitab al-Birr," hadits nomor 4575. ^


KHITAN WANITA

KHITAN WANITA

Pertanyaan:

Bagaimana  hukum  Islam  mengenai  khitan   bagi   anak-anak perempuan?

Jawaban:

Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama bahkan oleh para dokter sendiri, dan terjadi perdebatan panjang mengenai  hal ini di Mesir selama beberapa tahun.

Sebagian  dokter  ada  yang  menguatkan  dan  sebagian  lagi menentangnya,  demikian  pula   dengan   ulama,   ada   yang menguatkan  dan  ada  yang menentangnya. Barangkali pendapat yang paling moderat, paling adil, paling rajih,  dan  paling dekat  kepada  kenyataan  dalam  masalah  ini  ialah  khitan ringan,  sebagaimana  disebutkan   dalam   beberapa   hadits - meskipun tidak  sampai  ke derajat sahih - bahwa Nabi saw. pernah menyuruh seorang perempuan yang berprofesi mengkhitan wanita ini, sabdanya:

 "Sayatlah sedikit dan jangan kau sayat yang berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami."

Yang  dimaksud  dengan  isymam ialah taqlil (menyedikitkan), dan yang dimaksud dengan laa tantahiki ialah laa tasta'shili (jangan  kau  potong  sampai  pangkalnya).  Cara  pemotongan seperti yang dianjurkan itu akan menyenangkan  suaminya  dan mencerahkan  (menceriakan)  wajahnya, maka inilah barangkali yang lebih cocok.

Mengenai masalah ini, keadaan di masing-masing negara  Islam tidak sama. Artinya, ada yang melaksanakan khitan wanita dan ada pula yang tidak. Namun  bagaimanapun,  bagi  orang  yang memandang  bahwa  mengkhitan  wanita  itu  lebih  baik  bagi anak-anaknya,  maka  hendaklah  ia  melakukannya,  dan  saya menyepakati   pandangan   ini,  khususnya  pada  zaman  kita sekarang ini. Akan hal orang yang tidak  melakukannya,  maka tidaklah  ia  berdosa,  karena  khitan  itu tidak lebih dari sekadar memuliakan wanita, sebagaimana kata para  ulama  dan seperti yang disebutkan dalam beberapa atsar.

Adapun  khitan  bagi  laki-laki,  maka  itu  termasuk syi'ar Islam, sehingga para ulama  menetapkan  bahwa  apabila  Imam (kepala  negara  Islam)  mengetahui  warga  negaranya  tidak berkhitan, maka wajiblah  ia  memeranginya  sehingga  mereka kembali  kepada  aturan  yang  istimewa yang membedakan umat Islam dari lainnya ini.


KEUTAMAAN KESABARAN KELUARGA SI SAKIT

KEUTAMAAN KESABARAN KELUARGA SI SAKIT

Keluarga  si  sakit  wajib  bersabar terhadap si sakit, jangan merasa sesak dada karenanya  atau  merasa  bosan,  lebih-lebih bila  penyakitnya itu lama. Karena akan terasa lebih pedih dan lebih sakit dari penyakit itu sendiri  jika  si  sakit  merasa menjadi  beban bagi keluarganya, lebih-lebih jika keluarga itu mengharapkan dia segera dipanggil ke  rahmat  Allah.  Hal  ini dapat  dilihat  dari  raut wajah mereka, dari cahaya pandangan mereka, dan dari gaya bicara mereka.

Apabila kesabaran si sakit atas penyakit yang dideritanya akan mendapatkan pahala yang sangat besar --sebagaimana diterangkan dalam beberapa hadits  sahih--  maka  kesabaran  keluarga  dan kerabatnya  dalam merawat dan mengusahakan kesembuhannya tidak kalah  besar  pahalanya.  Bahkan  kadang-kadang   melebihinya, karena  kesabaran si sakit menyerupai kesabaran yang terpaksa, sedangkan  kesabaran  keluarganya  merupakan  kesabaran   yang diikhtiarkan   (diusahakan).  Maksudnya,  kesabaran  si  sakit merupakan kesabaran karena ditimpa cobaan, sedangkan kesabaran keluarganya merupakan kesabaran untuk berbuat baik.

Diantara  orang yang paling wajib bersabar apabila keluarganya ditimpa sakit ialah  suami  atas  istrinya,  atau  istri  atas suaminya.  Karena  pada  hakikatnya kehidupan adalah bunga dan duri, hembusan angin sepoi  dan  angin  panas,  kelezatan  dan penderitaan,  sehat dan sakit, perputaran dari satu kondisi ke kondisi lain. Oleh sebab itu, janganlah  orang  yang  beragama dan  berakhlak  hanya  mau  menikmati istrinya ketika ia sehat tetapi merasa jenuh ketika ia menderita sakit.  Ia  hanya  mau memakan  dagingnya untuk membuang tulangnya, menghisap sarinya ketika masih muda lalu  membuang  kulitnya  ketika  lemah  dan layu.  Sikap  seperti  ini  bukan  sikap  setia tidak termasuk mempergauli  istri  dengan  baik,  bukan  akhlak  lelaki  yang bertanggung jawab, dan bukan perangai orang beriman.

KEUTAMAAN DAN PAHALA MENJENGUK ORANG SAKIT

KEUTAMAAN DAN PAHALA MENJENGUK ORANG SAKIT

Diantara yang  memperkuat  kesunnahan  menjenguk  orang  sakit ialah  adanya  hadits-hadits  yang  menerangkan  keutamaan dan pahala orang yang melaksanakannya, misalnya:

1. Hadits Tsauban yang marfu' (dari Nabi saw.):

"Sesungguhnya apabila seorang muslim menjenguk orang muslim lainnya, maka ia berada di dalam khurfatul jannah."7

Dalam riwayat lain ditanyakan kepada Rasulullah saw.:

"Wahai Rasulullah, apakah khurfatul jannah itu?" Beliau menjawab, "Yaitu taman buah surga."

2. Hadits Jabir yang marfu':

"Barangsiapa yang menjenguk orang sakit berarti dia menyelam dalam rahmat, sehingga ketika dia duduk berarti dia berhenti disitu (didalam rahmat)."8

3. Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:

"Barangsiapa menjenguk orang sakit maka berserulah seorang penyeru dari langit (malaikat), 'Bagus engkau, bagus perjalananmu, dan engkau telah mempersiapkan tempat tinggal di dalam surga."9
 

KETIKA SEKARAT DAN MENDEKATI KEMATIAN

KETIKA SEKARAT DAN MENDEKATI KEMATIAN

Apabila  keadaan  si  sakit  sudah berakhir dan memasuki pintu maut  --yakni  saat-saat  meninggalkan  dunia  dan  menghadapi akhirat,   yang   diistilahkan  dengan  ihtidhar  (detik-detik kematian/kedatangan tanda-tanda  kematian)--  maka  seyogianya keluarganya   yang   tercinta  mengajarinya  atau  menuntunnya mengucapkan kalimat  laa  ilaaha  illallah  (Tidak  ada  tuhan selain  Allah)  yang merupakan kalimat tauhid, kalimat ikhlas, dan kalimat takwa, juga merupakan perkataan paling utama  yang diucapkan Nabi Muhammad saw. dan nabi-nabi sebelumnya.

Kalimat  inilah  yang  digunakan seorang muslim untuk memasuki kehidupan  dunia  ketika  ia  dilahirkan  dan   diazankan   di telinganya   (bagi  yang  berpendapat  demikian;  Penj.),  dan kalimat ini pula yang ia pergunakan untuk mengakhiri kehidupan dunia.  Jadi,  dia  menghadapi  atau memasuki kehidupan dengan kalimat tauhid dan meninggalkan kehidupan pun  dengan  kalimat tauhid.

Ulama-ulama   kita   mengatakan,  "Yang  lebih  disukai  untuk mendekati si sakit ialah famili yang paling sayang  kepadanya, paling  pandai  mengatur,  dan  paling  takwa kepada Tuhannya. Karena tujuannya adalah mengingatkan  si  sakit  kepada  Allah Ta'ala, bertobat dari maksiat, keluar dari kezaliman, dan agar berwasiat.  Apabila  ia  melihat  si  sakit  sudah   mendekati ajalnya,   hendaklah   ia   membasahi   tenggorokannya  dengan meneteskan air atau meminuminya dan membasahi  kedua  bibirnya dengan   kapas,   karena   yang   demikian   dapat  memadamkan kepedihannya    dan    memudahkannya    mengucapkan    kalimat syahadat."94

Kemudian  dituntunnya  mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah mengingat hadits  yang  diriwayatkan  Muslim  dari  Abi  Sa'id secara marfu':
 

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : JAWABAN SINGKAT TERHADAP PERTANYAAN SEPUTAR MASALAH KEDOKTERAN

JAWABAN SINGKAT TERHADAP PERTANYAAN SEPUTAR MASALAH KEDOKTERAN

Pertanyaan-pertanyaan  berikut  ini  cukup  menggoda   pikiran dokter-dokter   muslim,  khususnya  yang  bertugas  di  negara non-lslam. Maka dalam hal ini, kami memerlukan jawaban  secara singkat agar mudah merincinya.

A. Wanita dan Kelahiran

Pertanyaan: Apa yang harus diucapkan saat bayi dilahirkan?

Jawaban: Diazani pada  telinga  kanannya  seperti  azan  untuk shalat, sebagaimana yang dilakukan Nabi saw. ketika Hasan anak Fatimah  dilahirkan,  agar  kalimat  pertama  yang  masuk   ke telinganya adalah kalimat takbir dan tauhid.

Pertanyaan: Apakah bayi yang gugur wajib dishalati?

Jawaban: Bayi yang gugur tidak perlu dishalati kecuali jika ia lahir dalam keadaan hidup, meskipun hanya beberapa menit.

Pertanyaan:  Sebagian  orang  beranggapan  bahwa  menggugurkan kandungan  diperbolehkan  asalkan  janin  belum  berusia  tiga bulan. Apakah pendapat ini benar?  Apa  yang  harus  dilakukan orang  yang membantu menggugurkan kandungan yang belum berusia tiga bulan, kalau pada waktu itu ia belum  mengerti  hukumnya? Apakah  ia harus membayar kafarat pembunuhan suatu jiwa karena perbuatannya itu?

Jawaban: Pada dasarnya --menurut pendapat  yang  saya  pandang kuat-menggugurkan kandungan tidak diperbolehkan kecuali karena udzur. Apabila dilakukan sebelum kandungan berusia empat puluh hari,  maka  hal  itu  masih  ringan,  lebih-lebih  jika udzur (alasannya) kuat. Adapun setelah kandungan berusia lebih  dari empat puluh hari yang ketiga (yakni 120 hari) maka tidak boleh digugurkan sama sekali.

Pertanyaan: Bagaimana  hukum  memasang  alat-alat  kontrasepsi pada  wanita  dan  laki-laki  untuk  mencegah  kehamilan, baik terhadap kaum muslim maupun terhadap orang nonmuslim?

Jawaban: Tidak boleh, karena hal itu berarti mengubah  ciptaan Allah,  serta  termasuk  perbuatan dan penghias setan. Kecuali dalam  keadaan  sangat  darurat,   misalnya   jika   kehamilan membahayakan  si  ibu,  sedangkan  cara penanggulangan lainnya tidak ada. Maka hal  ini  merupakan  darurat  individual  yang jarang  terjadi, dan diukur dengan kadarnya, serta tidak boleh dijadikan kaidah umum.

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : INILAH WASIAT PALSU SYEH ACHMAD YANG BEREDAR DI INTERNET

INILAH WASIAT PALSU SYEH ACHMAD YANG BEREDAR DI INTERNET

BERITA PENTING

Berita  Untuk  Umat  Islam  Di  Seluruh  Dunia,  surat   ini datangnya dari Syekh Achmad di Saudi Arabia


AKU BERSUMPAH DENGAN NAMA ALLAH SWT DAN NABI MUHAMAD SAW
 
Wasiat untuk umat Islam  dari Syekh  Ahmat  seorang  penjaga makam  Rasululloh  di  Madinah,  yaitu  Masjid  Nabawi Saudi Arabia.

Pada  malam  takala  hamba  membaca   Al'qur'an   di   makam Rasululloh,  dan hamba sampai tertidur, lalu hamba bermimpi. Didalam mimpi  hamba  bertemu  dengan  Rasululloh  SAW,  dan beliau  berkata,  didalam  50.000 orang yang meninggal dunia diantara  bilangan  itu  tidak  ada  seorangpun  yang   mati beriman.

Dikarenakan:

1. Seorang istri tidak lagi mendengar kata-kata suaminya.
2. Orang kaya dan mampu tidak lagi melambangkan/menimbangkan rasa belas kasihan
     pada orang miskin.
3. Sudah banyak orang yang tidak mengeluarkan zakat dan berpuasa, tidak sholat dan tidak
     menunaikan ibadah  haji, padahal mereka-mereka ini mampu melaksanakannya.

Oleh sebab itu wahai Syekh Achmad, hendaklah engkau sabdakan pada  semua  umat  manusia di dunia supaya berbuat kebajikan dan menyembah kepada Allah.

Demikianlah pesan Rasululloh kepada hamba. Maka  berdasarkan pesan  Rasululloh tersebut dan oleh karenanya hamba berpesan kepada semua umat Islam didunia:

1. Bersollawahlah kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW.
2. Janganlah bermalas-malas untuk mengerjakan sholat 5 (lima) waktu.
3. Bersodaqoh dan berzakatlah dengan segera, santuni anak-anak yatim piatu.
4. Berpuasalah di bulan Ramadhan, serta kalau mampu tunaikan segera ibadah Haji.
 


INILAH WASIAT PALSU SYEH ACHMAD YANG BEREDAR DI INTERNET

BERITA DARI MASJID NABAWI

BERITA PENTING BERITA UNTUK UMMAT ISLAM DI SELURUH DUNIA.SURAT INI DATANGNYA DARI SYECKH ACHMAD DI SAUDI ARABIA.
"AKU BERSUMPAH DENGAN NAMA ALLAH SWT DAN NABI MUHAMMAD SAW, WASIAT UNTUK SELURUH UMMAT ISLAM DARI SYECKH ACHMAD SEORANG PENJAGA MAKAM RASULULLAH DI MADINAH, YAITU DI MESJID NABAWI SAUDI ARABIA.
"Pada malam tatkala hamba membaca Al'Quran di makam Rasulullah, dan hamba sampai tertidur, lalu hamba bermimpi. Didalam mimpi hamba bertemu dengan Rasulullah SAW, dan beliau berkata, "didalam 60.000 orang yang meninggal dunia, diantara bilangan itu tidak ada seorangpun yang mati beriman, dikarenakan:
1.      Seorang istri tidak lagi mendengar kata-kata suaminya.
2.      Orang yang kaya yang mampu, tidak lagi melambangkan atau menimbangkan rasa belas kasih kepada orang-orang miskin.
3.      Sudah banyak yang tidak berzakat, tidak berpuasa, tidak sholat dan tidak menunaikan ibadah haji, padahal mereka-mereka ini mampu melaksanakan.
Oleh sebab itu wahai Syechk Achmad engkau sabdakan kepada semua ummat manusia di dunia supaya berbuat kebajikan dan menyembah kepada Allah SWT."
Demikian pesan Rasulullah kepada hamba, Maka berdasarkan pesan Rasulullah tersebut dan oleh karenanya hamba berpesan kepada segenap ummat Islam di dunia :
1.      Bersalawatlah kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW.
2.      Janganlah bermalas-malasan untuk mengerjakan sholat 5 (lima) waktu.
3.      Bershadaqoh dan berzakatlah dengan segera, santuni anak-anak yatim piatu.
4.      Berpuasalah di bulan ramadhan serta kalau mampu tunaikan segera ibadah haji.
 

PERHATIAN:

Bagi siapa saja yang membaca surat ini hendaklah menyalin /mengcopynya untuk disampaikan kepada orang-orang lain yang beriman kepada hari penghabisan / kiamat. Hari kiamat akan segera tiba dan batu bintang akan terbit, Al'Quran akan hilang dan matahari akan dekat diatas kepala, saat itulah manusia akan panik. Itulah akibat dari kelakuan mereka yang selalu menuruti hawa nafsu dalam jiwa.
Dan Barang siapa yang menyebarkan surat ini sebanyak 20(dua puluh) lembar dan disebarkan kepada teman-teman/rekan-rekan anda. Atau Masyarakat Islam sekitarnya, maka percayalah anda akan memperoleh keuntungan setelah dua minggu kemudian. Telah terbukti pada seorang pengusaha di Bandung, setelah membaca dan menyalinnya juga menyebarkan sebanyak 20 (dua puluh) lembar, maka dalam jangka waktu 2 (dua) minggu kemudian, dia mendapat keuntungan yang sangat luar biasa besarnya.
Sedangkan terhadap orang yang menyepelekannya dan membuang surat ini, dia mendapat musibah yang besar yaitu kehilangan sesuatu harta/benda yang sangat dicintai dan disayanginya. Perlu diingat kalau kita sengaja tidak memberitahukan surat ini kepada orang lain, maka tunggulah saatnya nasib apa yang akan anda alami, dan jangan menyesal apabila mendapat bencana secara tiba-tiba atau kerugian yang sangat besar.
Sebaliknya jika Anda segera menyalin/mengcopynya dan menyebarkannya kepada orang lain, maka anda akan mendapatkan keuntungan besar atau rezeki yang tiada disangka-sangka.
Surat ini ditulis S.T. STAVIA sejak itu surat ini menjelajah dan mengelilingi dunia, dan pada akhirnya sampai kepada Anda.
Percayalah beberapa hari lagi sesuatu akan datangkepada Anda dan keluarga Anda.
 

KEJADIAN-KEJADIAN YANG TELAH TERBUKTI !

1.      Tn. Mustafa mantan menteri Nasabah Malaysia,dipecat dari jabatannya karena beliau lupa setelah menerima surat ini, tidak menyebarkannya,
2.      kemudian beliau ingat surat ini, lalu beliau menyalinnya dan menyebarkannya sebanyak 20 lembar. Beberapa lama kemudian beliau dilantik kembali menjadi menteri Kabinet.
3.      Tn. Gojali mantan menteri Malaysia telah menerima surat ini, kemudian beliau menyalinnya sebanyak 20 lembar dan menyebarkannya,dan beberapa hari kemudian beliau mendapat keuntungan yang luar biasa besarnya.
Dengan adanya kejadian-kejadian tersebut diatas sebagai bukti, untuk itu saya sarankan agar Anda tidak merahasiakannya, dan anda segeralah menyebarkannya untuk teman-teman atau rekan-rekan Anda. Tunggu kabar baik dalam waktu dua minggu setelah Anda menyebarkan surat ini. Allah SWT akan meridho'i niat baik Anda,selamat bertugas dan berkarya.
Salam,
PENJAGA MAKAM RASULULLAH SAW SYECKH ACHMAD-MADINAH


Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MUKHADDIRAT (NARKOTIK)

HUKUM MUKHADDIRAT (NARKOTIK)

Pertanyaan:

Al-Qur'anul Karim dan Hadits  Syarif  menyebutkan  pengharaman khamar,  tetapi  tidak  menyebutkan  keharaman  bermacam-macam benda padat yang memabukkan, seperti ganja  dan  heroin.  Maka bagaimanakah  hukum  syara'  terhadap  penggunaan  benda-benda tersebut,    sementara    sebagian    kaum    muslim     tetap mempergunakannya    dengan    alasan    bahwa    agama   tidak mengharamkannya?

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MENONTON TELEVISI

HUKUM MENONTON TELEVISI

Pertanyaan:

Saya seorang pemuda yang berusia  delapan  belas  tahun  dan mempunyai  beberapa  orang  adik. Setiap hari adik-adik saya pergi ke rumah  tetangga  untuk  menonton  televisi.  Tetapi ketika  saya  meminta  kepada  ayah  untuk  membelikan  kami televisi, beliau berkata, "Televisi itu haram." Beliau tidak memperbolehkan saya memasukkan televisi ke rumah.

Saya  mohon Ustadz berkenan memberikan bimbingan kepada kami mengenai masalah ini.

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MENGOLEKSI PATUNG

HUKUM MENGOLEKSI PATUNG

Pertanyaan:

Bagaimana  hukum  patung  menurut  pandangan   Islam?   Saya mempunyai  beberapa buah patung pemuka Mesir tempo dulu, dansaya hendak memajangnya di rumah sebagai  perhiasan,  tetapi ada  beberapa orang yang mencegahnya dengan alasan bahwa hal itu haram. Benarkah pendapat itu?

Jawaban:

Islam mengharamkan patung dan semua  gambar  yang  bertubuh, seperti  patung  manusia dan binatang. Tingkat keharaman itu akan bertambah bila patung tersebut merupakan  bentuk  orang yang  diagungkan, semisal raja, Nabi, Al Masih, atau Maryam; atau berbentuk sesembahan para  penyembah  berhala,  semisal sapi  bagi  orang  Hindu.  Maka  yang  demikian  itu tingkat keharamannya semakin kuat sehingga kadang-kadang sampai pada tingkat  kafir  atau  mendekati  kekafiran,  dan  orang yang menghalalkannya dianggap kafir.

Islam sangat menaruh perhatian dalam memelihara tauhid,  dan semua hal yang akan bersentuhan dengan aqidah tauhid ditutup rapat-rapat.

Sebagian orang berkata, "Pendapat seperti ini berlaku  hanya pada  zaman berhala dan penyembahan berhala, adapun sekarang tidak ada lagi berhala dan penyembah  berhala."  Ucapan  ini tidak  benar,  karena pada zaman kita sekarang ini masih ada orang  yang  menyembah  berhala  dan  menyembah  sapi   atau binatang  lainnya.  Mengapa  kita mengingkari kenyataan ini? Bahkan di Eropa banyak kita jumpai orang yang tidak  sekadar menyembah  berhala.  Anda  akan  menyaksikan  bahwa pada era teknologi canggih ini mereka  masih  menggantungkan  sesuatu pada  tapal kudanya misalnya, atau pada kendaraannya sebagai tangkal.

Manusia pada setiap zaman selalu saja ada  yang  mempercayai khurafat.   Dan   kelemahan   akal   manusia   kadang-kadang menyebabkan  mereka  menerima  sesuatu  yang  tidak   benar, sehingga  orang  yang  mengaku berperadaban dan cendekia pun dapat terjatuh ke dalam lembah  kebatilan,  yang  sebenarnya hal  ini  tidak  dapat  diterima  oleh akal orang buta huruf sekalipun.

Islam  jauh-jauh  telah  mengantisipasi  hal  itu   sehingga mengharamkan  segala sesuatu yang dapat menggiring kebiasaan tersebut kepada  sikap  keberhalaan,  atau  yang  didalamnya mengandung  unsur-unsur  keberhalaan.  Karena  itulah  Islam mengharamkan patung. Dan patung-patung  pemuka  Mesir  tempo dulu termasuk ke dalam jenis ini.

Bahkan  ada orang yang menggantungkan patung-patung tersebut untuk  jimat,  seperti  memasang  kepala  "naqratiti"   atau lainnya  untuk  menangkal  hasad,  jin,  atau  'ain.  Dengan demikian,  keharamannya  menjadi   berlipat   ganda   karena bergabung antara haramnya jimat dan haramnya patung.

Kesimpulannya,   patung  itu  tidak  diperbolehkan  (haram), kecuali patung (boneka) untuk permainan anak-anak kecil, dan setiap muslim wajib menjauhinya.

 


Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MENGGUGURKAN KANDUNGAN HASIL PEMERKOSAAN

HUKUM MENGGUGURKAN KANDUNGAN HASIL PEMERKOSAAN
 
Pengantar

Pertanyaan penting ini saya terima ketika buku ini telah  siap untuk  dicetak.  Yang mengajukan pertanyaan adalah Saudara Dr. Musthafa Siratisy, Ketua  Muktamar  Alami  untuk  Pemeliharaan Hak-hak    Asasi   Manusia   di   Bosnia   Herzegovina,   yang diselenggarakan di Zagreb ibu kota Kroasia,  pada  18  dan  19 September  1992. Saya juga mengikuti kegiatan tersebut bersama Fadhilatus-Syekh Muhammad al-Ghazali dan sejumlah ulama  serta juru dakwah kaum muslim dari seluruh penjuru dunia Islam.

Pertanyaan:

Dr.   Musthafa  berkata,  "Sejumlah  saudara  kaum  muslim  di Republik Bosnia Herzegovina ketika mengetahui kedatangan Syekh Muhammad  al-Ghazali  dan  Syekh  al-Qardhawi,  mendorong saya untuk mengajukan pertanyaan yang menyakitkan dan membingungkan yang disampaikan secara malu-malu oleh lisan para remaja putri kita yang diperkosa  oleh  tentara  Serbia  yang  durhaka  dan bengis,  yang  tidak  memelihara  hubungan  kekerabatan dengan orang mukmin dan tidak pula mengindahkan perjanjian, dan tidak menjaga  kehormatan dan harkat manusia. Akibat perilaku mereka yang penuh dosa (pemerkosaan) itu maka banyak  gadis  muslimah yang  hamil  sehingga menimbulkan perasaan sedih, takut, malu, serta merasa rendah dan hina. Karena itulah mereka  menanyakan kepada  Syekh  berdua  dan  semua ahli ilmu: apakah yang harus mereka lakukan terhadap tindak kriminalitas beserta  akibatnya ini?   Apakah   syara'   memperbolehkan   mereka  menggugurkan kandungan yang terpaksa mereka alami ini? Kalau kandungan  itu dibiarkan hingga si janin dilahirkan dalam keadaan hidup, maka bagaimana hukumnya? Dan sampai dimana tanggung jawab si  gadis yang diperkosa itu?"

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN

HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN

Pertanyaan:

Sebagian orang mengharamkan  semua  bentuk  nyanyian  dengan alasan firman Allah:

"Dan   diantara  nnanusia  (ada)  orang  yang  mempergunakan perkataan yang tidak  berguna  untuk  menyesatkan  (manusia) dari  jalan  Allah  tanpa  pengetahuan  dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu hanya memperoleh azab yang menghinakan." (Luqman: 6)

Selain   firman   Allah  itu,  mereka  juga  beralasan  pada penafsiran  para  sahabat  tentang  ayat  tersebut.  Menurut sahabat,  yang  dimaksud  dengan  "lahwul hadits" (perkataan yang tidak berguna) dalam ayat ini adalah nyanyian.

Mereka juga beralasan pada ayat lain:

"Dan  apabila  mereka   mendengar   perkataan   yang   tidak bermanfaat,  mereka  berpaling daripadanya ..." (Al Qashash: 55)

Sedangkan  nyanyian,  menurut  mereka,   termasuk   "laghwu" (perkataan yang tidak bermanfaat).

Pertanyaannya,   tepatkah  penggunaan  kedua  ayat  tersebut sebagai dalil dalam  masalah  ini?  Dan  bagaimana  pendapat Ustadz  tentang  hukum  mendengarkan  nyanyian?  Kami  mohon Ustadz  berkenan  memberikan  fatwa  kepada  saya   mengenai masalah  yang  pelik  ini, karena telah terjadi perselisihan yang tajam di antara manusia mengenai masalah ini,  sehingga memerlukan  hukum yang jelas dan tegas. Terima kasih, semoga Allah  berkenan  memberikan  pahala  yang  setimpal   kepada Ustadz.

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MEMPERGUNAKAN ZAKAT UNTUK MEMBANGUN MASJID

HUKUM MEMPERGUNAKAN ZAKAT UNTUK MEMBANGUN MASJID

Pertanyaan:

Saya seorang muslim yang diberi banyak  karunia  oleh  Allah yang  saya tidak mampu mensyukurinya dengan sepenuhnya meski apa pun yang saya lakukan, karena apa yang saya lakukan  itu sendiri   juga   merupakan  nikmat  dari  Allah  yang  harus disyukuri.

Diantara karunia  yang  Allah  berikan  kepada  saya  adalah kekayaan  yang  -  alhamdulillah  -  cukup  banyak, dan saya mengeluarkan zakatnya setiap  tahun.  Saya  juga  menerapkan pendapat  Ustadz  untuk  menzakati penghasilan gedung-gedung yang saya peroleh setiap  bulan  tanpa  menunggu  perputaran satu  tahun,  dengan  besar  zakat seperdua puluh dari total penghasilan.

Pertanyaan yang saya lontarkan kepada Ustadz sekarang adalah mengenai  penggunaan  zakat  untuk  pembangunan  masjid yang digunakan untuk mengerjakan  shalat  didalamnya,  mengadakan majelis taklim, dan mengumpulkan kaum muslim untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta'ala.

Kami - yang berdomisili di negara Teluk -  sering  didatangi saudara-saudara  dari  negara-negara miskin yang ada di Asia dan Afrika yang mengeluhkan berbagai penderitaan, sedikitnya penghasilan,  banyaknya  jumlah  penduduk, seringnya ditimpa bencana alam, disamping tekanan dari kelompok-kelompok  yang memusuhi  Islam, baik dari negara-negara Barat maupun Timur, dari golongan salib, komunis, dan lainnya.

Bolehkah kami memberikan zakat kepada  saudara-saudara  kami kaum  muslim  yang  miskin  yang  tertekan  dalam  kehidupan beragama dan dunia mereka, ataukah tidak boleh?  Fatwa  yang pernah  diberikan  para  mufti berbeda-beda mengenai masalah ini, ada yang melarang dan ada yang  membolehkan.  Dan  kami tidak merasa puas melainkan dengan fatwa Ustadz.

Semoga  Allah  meluruskan langkah Ustadz, memuliakan Ustadz, dan menjadikan yang lain mulia karena Ustadz.

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM FOTOGRAFI

HUKUM FOTOGRAFI

Pertanyaan:

Saya mempunyai kamera untuk memotret ketika saya  berekreasi atau pada acara-acara tertentu lainnya, apakah yang demikian itu berdosa atau haram?

Di kamar saya juga ada foto beberapa tokoh, selain itu  saya mempunyai   beberapa   surat  kabar  yang  di  dalamnya  ada foto-foto  wanita,  apakah  yang  demikian  itu   terlarang? Bagaimana hukumnya menurut syariat Islam?

Jawaban:

Mengenai  foto  dengan kamera, maka seorang mufti Mesir pada masa lalu,  yaitu  Al  'Allamah  Syekh  Muhammad  Bakhit  Al Muthi'i  -  termasuk  salah seorang pembesar ulama dan mufti pada zamannya - didalam risalahnya yang berjudul "Al Jawabul Kaafi  fi Ibahaatit Tashwiiril Futughrafi" berpendapat bahwa fotografi itu hukumnya mubah. Beliau berpendapat bahwa  pada hakikatnya   fotografi   tidak  termasuk  kedalam  aktivitas mencipta  sebagaimana  disinyalir  hadits   dengan   kalimat "yakhluqu  kakhalqi"  (menciptakan  seperti  ciptaanKu ...), tetapi  foto  itu  hanya  menahan  bayangan.  Lebih   tepat, fotografi  ini diistilahkan dengan "pemantulan," sebagaimana yang diistilahkan  oleh  putra-putra  Teluk  yang  menamakan fotografer  (tukang  foto)  dengan sebutan al 'akkas (tukang memantulkan), karena ia memantulkan bayangan seperti cermin. Aktivitas ini hanyalah menahan bayangan atau memantulkannya, tidak  seperti  yang  dilakukan  oleh  pemahat  patung  atau pelukis.  Karena  itu,  fotografi  ini  tidak diharamkan, ia terhukum mubah.

Fatwa Syekh Muhammad Bakhit ini disetujui oleh banyak ulama,dan  pendapat ini pulalah yang saya pilih dalam buku saya Al Halal wal Haram.

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM BEKERJA DI BANK

HUKUM BEKERJA DI BANK

Pertanyaan:

Saya tamatan sebuah akademi perdagangan yang telah  berusaha mencari  pekerjaan  tetapi  tidak  mendapatkannya kecuali di salah satu bank. Padahal, saya  tahu  bahwa  bank  melakukan praktek  riba.  Saya  juga tahu bahwa agama melaknat penulis riba. Bagaimanakah sikap  saya  terhadap  tawaran  pekerjaan ini?

Jawaban:

Sistem ekonomi dalam Islam ditegakkan  pada  asas  memerangi riba   dan  menganggapnya  sebagai  dosa  besar  yang  dapat menghapuskan berkah dari  individu  dan  masyarakat,  bahkan dapat mendatangkan bencana di dunia dan di akhirat.

Hal  ini  telah  disinyalir di dalam Al Qur'an dan As Sunnah serta telah disepakati oleh umat. Cukuplah kiranya jika Anda membaca firman Allah Ta'ala berikut ini:

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Al Baqarah: 276)
    
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketabuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu ..." (Al Baqarah: 278-279)
 
Mengenai hal ini Rasulullah saw. bersabda
    
"Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, berarti mereka telah menyediakan diri mereka untuk disiksa oleh Allah." (HR Hakim)1

Dalam peraturan dan tuntunannya Islam menyuruh umatnya  agar memerangi  kemaksiatan.  Apabila  tidak  sanggup, minimal ia harus menahan diri agar perkataan maupun perbuatannya  tidak terlibat   dalam  kemaksiatan   itu.   Karena   itu   Islam mengharamkan  semua  bentuk  kerja  sama   atas   dosa   dan permusuhan,   dan  menganggap  setiap  orang  yang  membantu kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya,  baik pertolongan   itu   dalam  bentuk  moril  ataupun  materiil, perbuatan ataupun  perkataan.  Dalam  sebuah  hadits  hasan, Rasulullah saw. bersabda mengenai kejahatan pembunuhan:

"Kalau penduduk langit dan penduduk bumi bersekutu dalam membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan membenamkan mereka dalam neraka." (HR Tirmidzi)

Sedangkan tentang khamar beliau saw. bersabda:

"Allah melaknat khamar, peminumnya, penuangnya, pemerahnya, yang meminta diperahkan, pembawanya, dan yang dibawakannya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)

Demikian juga terhadap praktek suap-menyuap:

"Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap, yangmenerima suap, dan yang menjadi perantaranya." (HR Ibnu Hibban dan Hakim)

Kemudian mengenai riba, Jabir bin Abdillah r.a. meriwayatkan:

"Rasulullah melaknat pemakan riba, yang memberimakan dengan hasil riba, dan dua orangyang menjadi saksinya." Dan beliau bersabda: "Mereka itu sama." (HR Muslim)

Ibnu Mas'ud meriwayatkan:

"Rasulullah saw. melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang saksinya, dan penulisnya." (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)2

Sementara itu, dalam riwayat lain disebutkan:

"Orang yang makan riba, orang yang memben makan dengan riba, dan dua orang saksinya --jika mereka mengetahui hal itu-- maka mereka itu dilaknat lewat lisan Nabi Muhammad saw. hingga han kiamat." (HR Nasa'i)

Hadits-hadits sahih yang sharih itulah  yang  menyiksa  hati orang-orang  Islam  yang  bekerja  di bank-bank atau syirkah (persekutuan)   yang   aktivitasnya   tidak    lepas    dari tulis-menulis dan bunga riba. Namun perlu diperhatikan bahwa masalah riba ini tidak hanya berkaitan dengan  pegawai  bank atau  penulisnya pada berbagai syirkah, tetapi hal ini sudah menyusup ke dalam sistem ekonomi  kita  dan  semua  kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah saw.:

"Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada waktu itu tidak tersisa seorangpun melainkan akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya maka ia akan terkena debunya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)

Kondisi seperti ini tidak dapat diubah dan diperbaiki  hanya dengan  melarang  seseorang  bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktekkan riba.  Tetapi  kerusakan  sistem  ekonomi yang  disebabkan  ulah  golongan  kapitalis  ini hanya dapat diubah oleh  sikap  seluruh  bangsa  dan  masyarakat  Islam. Perubahan  itu  tentu  saja harus diusahakan secara bertahap dan  perlahan-lahan  sehingga  tidak  menimbulkan  guncangan perekonomian  yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan bangsa. Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk melakukan perubahan    secara   bertahap   dalam   memecahkan   setiap permasalahan yang pelik.  Cara  ini  pernah  ditempuh  Islam ketika  mulai  mengharamkan riba, khamar, dan lainnya. Dalam hal ini yang terpenting adalah tekad  dan  kemauan  bersama, apabila  tekad  itu  telah bulat maka jalan pun akan terbuka lebar.

Setiap  muslim  yang  mempunyai  kepedulian  akan  hal   ini hendaklah  bekerja  dengan  hatinya,  lisannya,  dan segenap kemampuannya melalui berbagai wasilah  (sarana)  yang  tepat untuk   mengembangkan   sistem  perekonomian  kita  sendiri, sehingga  sesuai  dengan  ajaran   Islam.   Sebagai   contoh perbandingan,  di  dunia ini  terdapat beberapa negara yang tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang  berpaham sosialis.

Di  sisi lain, apabila kita melarang semua muslim bekerja di bank, maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh orang-orang  nonmuslim  seperti  Yahudi dan sebagainya. Pada akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.

Terlepas dari semua itu,  perlu  juga  diingat  bahwa  tidak semua  pekerjaan  yang  berhubungan  dengan  dunia perbankan tergolong riba. Ada diantaranya yang halal dan baik, seperti kegiatan  perpialangan,  penitipan,  dan  sebagainya; bahkan sedikit pekerjaan di sana yang termasuk haram.  Oleh  karena itu,  tidak  mengapalah  seorang  muslim  menerima pekerjaan tersebut --meskipun hatinya tidak rela-- dengan harapan tata perekonomian  akan  mengalami  perubahan menuju kondisi yang diridhai agama  dan  hatinya.  Hanya  saja,  dalam  hal  ini hendaklah  ia  rnelaksanakan tugasnya dengan baik, hendaklah menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan  Rabb-nya  beserta umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niatnya:

 "Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan." (HR Bukhari)

Sebelum  saya  tutup  fatwa  ini  janganlah  kita  melupakan kebutuhan  hidup  yang  oleh  para fuqaha diistilahkan telah mencapai tingkatan darurat. Kondisi inilah yang mengharuskan saudara  penanya  untuk  menerima pekerjaan tersebut sebagai sarana mencari penghidupan dan  rezeki,  sebagaimana  firman Allah SWT:
 "... Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Baqarah: 173}
 
Catatan kaki:

1 Hakim mengatakan bahwa hadits ini sahih isnadnya. ^
2 Tirmidzi mensahihkannya. Hadits ini diriwayatkan pula  oleh Ibnu Hibban dan Hakim, dan mereka mensahihkannya. ^

 


Fatwa Al-Qaradhawi : HUKUM AL-QAT (NAMA TANAMAN)

HUKUM AL-QAT (NAMA TANAMAN)
VII. Fiqih dan Kedokteran
 
Pertanyaan:

Kami telah mengetahui pendapat Ustadz tentang hukum merokok, dan kecenderungan Ustadz untuk mengharamkannya, karena dapat menimbulkan mudarat bagi si perokok,  baik  terhadap  badan, jiwa,  maupun  hartanya,  dan  merokok itu merupakan semacam tindakan bunuh diri secara perlahan-lahan.

Selain itu,  kami  juga  ingin  mengetahui  pendapat  Ustadz mengenai  bencana lain, yakni al-qat, yang tersebar diantara kami di Yaman sejak beberapa waktu lampau dan sudah  dikenal di  kalangan masyarakat, dari anak-anak muda hingga kalangan orang tua,  sehingga  para  ulama  dan  para  pengusaha  pun memakannya  tanpa  ada yang mengingkari. Tetapi kami membaca dan  mendengar  bahwa  sebagian   ulama   di   negara   lain mengharamkan   al-qat   ini   dan   mengingkari  orang  yang membiasakan dan selalu  menggunakannya,  karena  menimbulkan mudarat   dan   israf,   sedangkan   Allah   tidak  menyukai orang-orang yang israf (penghambur harta).

Kami mohon penjelasan mengenai masalah  yang  sensitif  bagi masyarakat  Yaman  ini.  Mudah-mudahan Allah memberi balasan yang baik kepada Ustadz.

Fatwa Dr. Yusuf : Al-Qaradhawi : HAK ISTERI ATAS SUAMI

HAK ISTERI ATAS SUAMI

Pertanyaan:

Saya menikah  dengan  seorang  laki-laki  yang  usianya lebih  tua  daripada saya dengan selisih lebih dari dua puluh tahun. Namun,  saya  tidak  menganggap  perbedaan usia    sebagai   penghalang   yang   menjauhkan   saya daripadanya atau membuat saya lari  daripadanya.  Kalau dia  memperlihatkan  wajah,  lisan,  dan hatinya dengan baik sudah barang tentu hal  itu  akan  melupakan  saya terhadap  perbedaan  usia ini. Tetapi sayang, semua itu tak saya peroleh. Saya tidak pernah  mendapatkan  wajah yang  cerah,  perkataan  manis, dan perasaan hidup yang menenteramkan.   Dia   tidak   begitu   peduli   dengan keberadaan saya dan kedudukan saya sebagai isteri.

Dia  memang  tidak  bakhil  dalam  memberi  nafkah  dan pakaian, sebagaimana dia juga  tidak  pernah  menyakiti badan  saya.  Tetapi,  tentunya  bukan  cuma  ini  yang diharapkan oleh seorang isteri terhadap suaminya.  Saya melihat  posisi  saya  hanya sebagai objek santapannya, untuk  melahirkan  anak,  atau   sebagai   alat   untuk bersenang-senang  manakala  ia  butuh bersenang-senang. Inilah yang menjadikan saya merasa  bosan,  jenuh,  dan hampa.  Saya  merasakan  hidup  ini sempit. Lebih-lebih bila saya melihat teman-teman saya yang  hidup  bersama suaminya   dengan   penuh  rasa  cinta,  tenteram,  dan bahagia.

Pada suatu kesempatan saya  mengadu  kepadanya  tentang sikapnya  ini,  tetapi  dia  menjawab  dengan bertanya, "Apakah aku kurang dalam  memenuhi  hakmu?  Apakah  aku bakhil dalam memberi nafkah dan pakaian kepadamu?"

Masalah  inilah  yang ingin saya tanyakan kepada Ustadz agar suami isteri  itu  tahu:  Apakah  hanya  pemenuhan kebutuhan  material  seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal itu saja yang  menjadi  kewajiban  suami terhadap  isterinya  menurut hukum syara'? Apakah aspek kejiwaan tidak ada nilainya  dalam  pandangan  syari'at Islam yang cemerlang ini?

Saya,  dengan  fitrah  saya  dan  pengetahuan saya yang rendah ini, tidak percaya kalau ajaran Islam  demikian. Karena  itu, saya mohon kepada Ustadz untuk menjelaskan aspek psikologis  ini  dalam  kehidupan  suami  isteri, karena hal itu mempunyai dampak yang besar dalam meraih kebahagiaan dan kesakinahan sebuah rumah tangga.

Semoga Allah menjaga Ustadz.
 

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HAK & KEWAJIBAN KELUARGA SI SAKIT & TEMAN-TEMANNYA

HAK & KEWAJIBAN KELUARGA SI SAKIT & TEMAN-TEMANNYA  (1/25)

Fakultas Kedokteran Universitas  al-Malik  Faishal  di  Dammam melaksanakan  suatu  kegiatan  yang  bagus  dan  mulia,  yaitu menyusun sebuah buku yang membicarakan  kode  etik  kedokteran dalam Islam.

Programnya   disusun  sedemikian  bagus,  masing-masing  topik pembahasan  diserahkan  kepada  sejumlah   pemerhati   masalah kedokteran  dan  syariah,  dari  kalangan  ahli fiqih dan ahli kedokteran.  Pihak  fakultas  menegaskan  bahwa   proyek   ini semata-mata  sebagai  amal  kebajikan  karena  Allah dan untuk mencari ridha-Nya, tidak  ada  tujuan  materiil  sama  sekali. Orang-orang yang ikut andil menyumbangkan tulisannya pun tidak mendapatkan honorarium, pahala mereka hanya  pada  sisi  Allah SWT.

Dewan  redaksi  meminta  kepada  saya untuk menulis salah satu dari topik yang berkaitan dengan "Hak dan  Kewajiban  Keluarga Si Sakit dan Teman-temannya." Topik ini membuat beberapa unsur penting yang layak untuk dijelaskan menurut tinjauan dalil dan ushul (prinsip) syar'iyah, antara lain:

A. Menjenguk orang sakit;
B. Adab menjenguk orang sakit;
C. Menanggung biaya pengobatan, seluruhnya atau sebagian;
D. Mendermakan (mendonorkan) darah untuk si sakit;
E. Mendonorkan organ tubuh;
F. Hak si sakit yang tidak normal pikirannya (karena terbelakang, karena di bawah ancaman, atau karena hilang akal);
G. Hak-hak si sakit menjelang kematiannya, dan adab bergaul dengannya;
H. Hak-hak si sakit yang mati otaknya, dan hukum kematian otak.

Saya meminta pertolongan kepada Allah, dan saya tulis apa yang diminta  oleh  panitia, meskipun kesibukan saya sangat banyak. Tulisan  itu  saya  kirimkan  kepada  saudara   A.D.   Zaghlul an-Najjar untuk disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.

Oleh  karena  proses penerbitan buku tersebut cukup lama, maka saya memandang perlu memuat pembahasan  tersebut  dalam  kitab ini  agar  manfaatnya  lebih  luas dan merata, disamping dapat segera dimanfaatkan. Segala puji  teruntuk  Allah  yang  telah memberikan taufiq-Nya.

Alhamdulillah, segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarganya, dan  kepada orang- orang yang mengikuti petunjuknya.

Amma ba'du.

Sesungguhnya perubahan merupakan salah satu gejala  umum  bagi makhluk  di  alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Karena itu, makhluk-makhluk ini senantiasa menghadapi  kondisi  sehat dan sakit, yang berujung pada kematian.

Adapun   manusia   adalah   makhluk   hidup   yang   tertinggi peringkatnya, karena itu tidaklah  mengherankan  bila  manusia ditimpa  berbagai  hal. Bahkan ia lebih banyak menjadi sasaran musibah tersebut dibandingkan makhluk lainnya,  karena  adanya faktor    kemauan   dan   faktor   alami   yang   mempengaruhi kehidupannya.

Oleh karena itu, syariat Islam menganggap penyakit atau  sakit merupakan  fenomena yang biasa dalam kehidupan manusia, mereka diuji dengan penyakit  sebagaimana  diuji  dengan  penderitaan lainnya,  sesuai dengan sunnah dan undang-undang yang mengatur alam semesta dan tata kehidupan manusia.

Sebab itu pula terdapat berbagai macam  hukum  dalam  berbagai bab  dari  fiqih  syariah yang berkaitan dengan penyakit, yang seharusnya diketahui oleh seorang muslim, atau diketahui  mana yang terpenting, supaya dia dapat mengatur hidupnya pada waktu dia sakit --sebagaimana dia  mengaturnya  ketika  dia  sehat-- sesuai  dengan apa yang dicintai dan diridhai Allah, jauh dari apa yang dibenci dan dimurkai-Nya.

Diantara  hukum-hukum  ini  adalah  yang  berhubungan   dengan pengobatan    orang   sakit,   hukum   berobat,   siapa   yang melakukannya, bagaimana hubungannya dengan masalah kedokteran, pengobatan,  dan  obat itu sendiri, bagaimana bentuk kemurahan dan keringanan yang diberikan kepada si sakit berkenaan dengan kewajiban  dan  ibadahnya, dan bagaimana pula yang berhubungan dengan perkara-perkara yang dilarang dan diharamkan.

Misalnya yang berhubungan dengan hak dan kewajiban  si  sakit, serta  hak  dan  kewajiban  orang-orang di sekitarnya, seperti keluarga, sanak kerabat, dan teman-temannya.

Orang yang memperhatikan Al-Qur'anul  Karim  niscaya  ia  akan menjumpai  kata  al-maradh  (penyakit/sakit)  dengan kata-kata bentukannya yang disebutkan sebanyak lima belas kali, sebagian berhubungan  dengan  penyakit hati, dan kebanyakan berhubungan dengan penyakit tubuh. Sebagaimana Al-Qur'an juga  menyebutkan kata-kata  syifa'  (obat)  beserta  variasi bentuknya sebanyak enam kali, yang kebanyakan berhubungan dengan penyakit hati.

Masalah ini juga mendapat perhatian dari para ahli hadits  dan ahli  fiqih,  sehingga  dapat  kita  jumpai  dalam kitab-kitab hadits yang disusun menurut bab dan maudhu' (topik)-nya,  yang di  antaranya  ialah "Kitab ath-Thibb" (obat/pengobatang)1 dan di antaranya --seperti  Shahih  al-Bukhari--  terdapat  "Kitab al-Mardha"  (orang-orang  sakit).  Ini  berkaitan  dengan "Bab ar-Ruqa"  (mantra-mantra/jampi-jampi)  jimat,  penyakit  'ain, sihir,  dan  lain-lainnya.  Kemudian  ada  pula  masalah  yang berkaitan dengan penyakit yang dimuat di dalam kitab al-Janaiz (jenazah).

Dalam  kehidupan  kita  pada  zaman  modern  ini  telah timbul berbagai persoalan dan permasalahan dalam dunia  penyakit  dan kedokteran yang belum dikenal oleh para fuqaha kita terdahulu, bahkan tidak pernah terpikir dalam benak  mereka.  Karena  itu fiqih  modern  harus  dapat  memahaminya dan menjelaskan hukum syara' yang berkaitan dengannya, sesuai dengan dalil-dalil dan prinsip-prinsip syariat.

Diantara  ketetapan  yang sudah disepakati ialah bahwa syariat menghukumi semua perbuatan orang mukallaf, yang besar  ataupun yang  kecil,  dan tidak satu pun perbuatan mukallaf yang lepas dari bingkainya. Karena itu  setiap  perbuatan  mukallaf  yang dilakukan  dengan  sadar,  pasti  terkena kepastian hukum dari lima macam hukumnya, yaitu  wajib,  mustahab,  haram,  makruh, atau mubah.

Pada   halaman-halaman   berikut   ini   akan  saya  kemukakan hukum-hukum syara' yang terpenting  dan  pengarahan-pengarahan Islam   yang   berhubungan   dengan  kedokteran  (pengobatan), kesehatan,  dan  penyakit,  dengan  mengacu   pada   nash-nash Al-Qur'an, As-Sunnah, dan maksud syariat juga dengan mengambil sebagian  dari  perkataan  ulama-ulama  umat   yang   mendalam ilmunya,  dengan mengaitkannya dengan kenyataan sekarang. Kita mohon kepada Allah semoga  Dia  menjadikannya  bermanfaat  ...

amin.


Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : FITNAH DAN SUARA WANITA

FITNAH DAN SUARA WANITA

Pertanyaan:

Sebagian  orang  berprasangka  buruk  terhadap  wanita. Mereka  menganggap wanita sebagai sumber segala bencana dan fitnah. Jika terjadi suatu bencana, mereka berkata, "Periksalah   kaum   wanita!"   Bahkan  ada  pula  yang berkomentar,   "Wanita   merupakan   sebab   terjadinya penderitaan  manusia  sejak  zaman bapak manusia (Adam) hingga sekarang, karena wanitalah yang  mendorong  Adam untuk memakan buah terlarang hingga dikeluarkannya dari surga dan terjadilah penderitaan dan kesengsaraan  atas dirinya dan diri kita sekarang."

Anehnya,  mereka  juga  mengemukakan  dalil-dalil agama untuk menguatkan pendapatnya  itu,  yang  kadang-kadang tidak  sahih,  dan adakalanya - meskipun sahih - mereka pahami   secara   tidak   benar,    seperti    terhadap hadits-hadits  yang  berisi  peringatan terhadap fitnah wanita, misalnya sabda Rasulullah saw:

"Tidaklah aku tinggalkan sesudahku  suatu  fitnah  yang lebih  membahayakan  bagi  laki-laki  daripada (fitnah) perempuan."

Apakah maksud hadits tersebut  dan  hadits-hadits  lain yang  seperti itu? Hadits-hadits tersebut kadang-kadang  dibawakan oleh para  penceramah  dan  khatib,  sehingga dijadikan  alat oleh suatu kaum untuk menjelek-jelekkan kaum   wanita   dan   oleh    sebagian    lagi    untuk menjelek-jelekkan Islam. Mereka menuduh Islam itu dusta (palsu)  karena  bersikap  keras  terhadap  wanita  dan kadang-kadang bersikap zalim.

Mereka  juga  mengatakan,  "Sesungguhnya suara wanita - sebagaimana wajahnya - adalah  aurat.  Wanita  dikurung dalam rumah sampai meninggal dunia."

Kami  yakin  bahwa  tidak ada agama seperti Islam, yang menyadarkan kaum wanita, melindunginya,  memuliakannya, dan  memberikan  hak-hak  kepadanya.  Namun, kami tidak memiliki penjelasan dan dalil-dalil sebagai yang Ustadz miliki.   Karena   itu,  kami  mengharap  ustadz  dapat menjelaskan makna dan maksud hadits-hadits  ini  kepada orang-orang yang tidak mengerti Islam atau berpura-pura tidak mengerti.

Semoga Allah menambah  petunjuk  dan  taufik-Nya  untuk Ustadz  dan  menebar  manfaat  ilmu-Nya melalui Ustadz. Amin.

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : EUTANASIA

EUTANASIA

PENGANTAR

Ini merupakan satu persoalan  yang  sampai  kepada  saya  di antara sekian banyak persoalan mengenai kedokteran Islam dan hukum-hukumnya serta adab-adabnya,  yang  disampaikan  lewat surat  oleh  Ikatan  Dokter  Islam Afrika Selatan. Persoalan pertama mengenai masalah berikut:

QATL AR-RAHMAH ATAU TAISIR AL-MAUT (EUTANASIA)

Pengertian qatl ar-rahmah atau  taisir  al-maut  (eutanasia) ialah  tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih  sayang,  dengan  tujuan meringankan  penderitaan  si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.

Yang dimaksud taisir al-maut  al-fa'al  (eutanasia  positif) ialah  tindakan  memudahkan kematian si sakit --karena kasih sayang-- yang dilakukan  oleh  dokter  dengan  mempergunakan instrumen (alat). Beberapa contoh di antaranya:

1. Seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa hingga penderita sering pingsan. Dalam hal ini dokter yakin bahwa yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus.

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : DISYARIATKAN MENJENGUK SETIAP ORANG SAKIT

DISYARIATKAN MENJENGUK SETIAP ORANG SAKIT


Dalam hadits-hadits yang menyuruh dan  menggemarkan  menjenguk orang sakit terdapat indikasi yang menunjukkan disyariatkannya menjenguk setiap orang yang sakit, baik sakitnya berat  maupun ringan.

Imam Baihaqi dan Thabrani secara marfu' meriwayatkan:

    "Tiga macam penderita penyakit yang tidak harus dijenguk yaitu sakit mata, sakit bisul, dan sakit gigi."

Mengenai hadits ini, Imam Baihaqi  sendiri  membenarkan  bahwa riwayat  ini mauquf pada Yahya bin Abi Katsir. Berarti riwayat hadits ini tidak marfu' sampai Nabi saw., dan tidak  ada  yang dapat dijadikan hujjah melainkan yang beliau sabdakan.

Al-Hafizh  Ibnu  Hajar berkata, "Mengenai menjenguk orang yang sakit mata terdapat hadits khusus yang membicarakannya,  yaitu hadits Zaid bin Arqam, dia berkata:

    "Rasulullah saw. menjenguk saya karena saya sakit mata."12

Menjenguk orang sakit itu  disyariatkan,  baik  ia  terpelajar maupun  awam,  orang  kota  maupun  orang desa, mengerti makna menjenguk orang sakit maupun tidak.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam "Kitab al-Mardha"  dari  kitab Shahih-nya,  "Bab  'Iyadatul-A'rab,"  hadits  Ibnu  Abbas r.a. bahwa Nabi saw. pernah  menjenguk  seorang  Arab  Badui,  lalu beliau bersabda, "Tidak apa-apa, suci insya Allah." Orang Arab Badui itu berkata, "Engkau katakan  suci?  Tidak,  ini  adalah penyakit  panas  yang  luar  biasa pada seorang tua, yang akan mengantarkannya ke kubur." Lalu Nabi saw.  bersabda,  "Oh  ya, kalau begitu."13