Kamis, 30 November 2017
Selasa, 21 November 2017
MAKRUH
MAKRUH
BAGIAN paling rendah dalam rangkaian perkara-perkara yang dilarang adalah perkara makruh; yaitu makruh tanzihi. Sebagaimana diketahui, makruh ini ada dua macam; makruh tahrimi dan makruh tanzihi. Makruh tahrimi ialah perkara makruh yang lebih dekat kepada haram; sedangkan makruh tanzihi ialah yang lebih dekat kepada halal. Dan itulah yang dimaksudkan dengan istilah makruh pada umumnya.
Banyak sekali contoh yang kita kenal dalam perkara ini. Barangsiapa yang pernah membaca buku Riyadh as-Shalihin, yang ditulis oleh Imam Nawawi, maka dia akan dapat menemukan berbagai contoh tentang perkara yang makruh ini. Seperti makruhnya orang yang makan sambil bersandar, minum dari bawah bejana air, meniup minuman, beristinja' dengan tangan kanan, memegang farji dengan tangan kanan tanpa adanya uzur, berjalan dengan satu sandal, bertengkar di masjid dan mengangkat suara di dalamnya, berbisik di masjid pada hari Jumat ketika imam sedang berkhotbah, membesar-besarkan suara ketika berbicara, mengucapkan doa, "Ya Allah ampunilah dosaku kalau engkau mau." "Kalau Allah dan Fulan menghendaki", berbincang-bincang setelah makan malam yang paling akhir, shalat ketika makanan sudah dihidangkan, mengkhususkan hari Jumat untuk berpuasa, atau untuk melakukan Qiyamul Lail.
Perkara yang makruh --sebagaimana didefinisikan oleh para ulama-- ialah perkara yang apabila ditinggalkan kita mendapatkan pahala, dan apabila dikerjakan tidak mendapatkan dosa.
Oleh karena itu, tidak ada siksa bagi orang yang melakukan perkara yang dianggap makruh tanzihi. Hanya saja, ia akan dikecam apabila melakukan sesuatu yang pantas mendapatkan kecaman apalagi jika ia melakukannya berulang-ulang.
Akan tetapi, kita tidak perlu menganggap mungkar tindakan semacan ini (makruh tanzihi); agar mereka tidak terjebak dalam kesibukan memerangi hal-hal yang makruh padahal di saat yang sama mereka sedang melakukan hal-hal yang jelas diharamkan oleh agama.
KEMAKSIATAN BESAR YANG DILAKUKAN OLEH HATI MANUSIA (1/2)
KEMAKSIATAN BESAR YANG DILAKUKAN OLEH HATI
MANUSIA (1/2)
DOSA-DOSA besar itu tidak hanya terbatas kepada amalan-amalan lahiriah, sebagaimana anggapan orang banyak, akan tetapi kemaksiatan yang lebih besar dosanya dan lebih berbahaya ialah yang dilakukan oleh hati manusia.
Amalan yang dilakukan oleh hati manusia adalah lebih besar dan lebih utama daripada amalan yang dilakukan oleh anggota tubuhnya. Begitu pula halnya kemaksiatan yang dilakukan oleh hati manusia juga lebih besar dosanya dan lebih besar bahayanya.
KEMAKSIATAN ADAM DAN KEMAKSIATAN IBLIS
Al-Qur'an telah menyebutkan kepada kita dua bentuk kemaksiatan yang mula-mula terjadi setelah terciptanya Adam dan setelah dia ditempatkan di surga.
Pertama, kemaksiatan yang dilakukan oleh Adam dan istrinya ketika dia memakan buah dari pohon yang dilarang oleh Allah SWT. Itulah jenis kemaksiatan yang berkaitan dengan amalan-amalan anggota tubuh yang lahiriah, yang didorong oleh kelupaan dan kelemahan kehendak manusia; sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:
"Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat." (Thaha: 115)
Iblis terlaknat tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, yaitu ketika Adam lupa dan lemah kekuatannya. Iblis menampakkan kepada Adam dan istrinya bahwa larangan Allah untuk memakan buah pohon itu sebagai sesuatu yang indah. Ia menipu mereka, dan menjanjikan sesuatu kepada mereka sehingga mereka terjatuh ke dalam janji-janji manis Iblis.
KEBUTUHAN UMAT KITA SEKARANG AKAN FIQH PRIORITAS
KEBUTUHAN UMAT KITA SEKARANG AKAN FIQH
PRIORITAS
Kacaunya Timbangan Prioritas pada Umat
Apabila kita memperhatikan kehidupan kita dari berbagai sisinya --baik dari segi material maupun spiritual, dari segi pemikiran, sosial, ekonomi, politik ataupun yang lainnya-- maka kita akan menemukan bahwa timbangan prioritas pada umat sudah tidak seimbang lagi.
Kita dapat menemukan di setiap negara Arab dan Islam berbagaiperbedaan yang sangat dahsyat, yaitu perkara-perkara yang berkenaan dengan dunia seni dan hiburan senantiasa diprioritaskan dan didahulukan atas persoalan yang menyangkut ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Dalam aktivitas pemudanya kita menemukan bahwa perhatian terhadap olahraga lebih diutamakan atas olah akal pikiran, sehingga makna pembinaan remaja itu lebih berat kepada pembinaan sisi jasmaniah mereka dan bukan pada sisi yang lainnya. Lalu, apakah manusia itu hanya badan saja, akal pikiran saja, ataukah jiwa saja?
Dahulu kita sering menghafal sebuah kasidah Abu al-Fath al-Bisti yang sangat terkenal. Yaitu kasidah berikut ini:
"Wahai orang yang menjadi budak badan, sampai kapan engkau hendak mempersembahian perkhidmatan kepadanya.
Apakah engkau hendak memperoleh keuntungan darisesuatu yang mengandung kerugian?
IMAM AL GHAZALI DAN FIQH PRIORITAS
IMAM AL GHAZALI DAN FIQH PRIORITAS
DI ANTARA ulama yang memberikan perhatian besar kepada fiqh prioritas dan mengkritik cara hidup masyarakat Muslim yang berlebih-lebihan ialah Imam al-Ghazali. Hal ini tampak dengan jelas dalam ensiklopedianya, al-Ihya' 'Ulum al-Din. Pembaca buku ini akan menemukan pembahasan tersebut pada seperempat buku, dan juga buku al-Arba'in-nya. Lebih jelas lagi dalam bukunya, Dzamm al-Ghurur, yang merupakan bagian kesepuluh dari al Muhlikat.
Di dalam kajian itu disebutkan berbagai kelompok manusia yang tertipu tetapi mereka tidak menyadarinya.
Al-Ghazali menyebut orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan, ahli ibadah dan amalan, orang-orang sufi, orang-orang kaya dan, juga orang-orang awam. Dia menyebutkan ketertipuan orang-orang dari masing-masing kelompok, dan bagaimana mereka tertipu oleh hawa nafsu mereka, atau bagaimana setan-setan mereka memperindah perbuatan buruk mereka, sehingga mereka melihatnya sebagai perbuatan yang baik. Setan telah memberikan sifat dan gambaran yang baru, yang harus mereka ikuti.
Saya menganggap cukup untuk menyebutkan dua contoh kritikannya yang mendalam dan arif, untuk melihat sejauh mana pemahamannya terhadap agama Allah, dan pemahamannya terhadap dunia manusia, serta kemauan kerasnya untuk memperbaiki keadaan manusia dari segi lahiriah dan batiniah mereka, di samping perhatiannya pada fiqh prioritas.
CONTOH KETIMPANGAN DALAM MEMBUAT PERINGKAT AMALAN SYARI'AH
Contoh pertama ialah kelompok orang-orang beragama yang tertipu, di antara para ahli ibadah dan amal perbuatan. Al-Ghazali berkata,
II. HUBUNGAN ANTARA FIQH PRIORITAS DAN FIQH PERTIMBANGAN
II. HUBUNGAN ANTARA FIQH PRIORITAS DAN FIQH
PERTIMBANGAN
FIQH prioritas memiliki hubungan yang sangat erat dengan bentuk fiqh lainnya, dalam beberapa hal, seperti yang pernah kami tulis sebelumnya.
Ia berkaitan dengan fiqh pertimbangan (muwazanah), yang pernah saya bahas dalam buku saya Prioritas Gerakan Islam. Di dalam buku itu saya mengutip beberapa pokok pikiran Syaikh Islam, Ibn Taimiyah, yang saya pandang sangat berguna.
Peran terpenting yang dapat dilakukan oleh fiqh pertimbangan ini ialah:
1) Memberikan pertimbangan antara berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai kebaikan yang disyariatkan.
2) Memberikan pertimbangan antara berbagai bentuk kerusakan, madharat, dan kejahatan yang dilarang oleh agama.
3) Memberikan pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, antara kebaikan dan kejelekan apabila dua hal yang bertentangan ini bertemu satu sama lain.
FIQH PRIORITAS DALAM WARISAN PEMIKIRAN KITA
FIQH PRIORITAS DALAM WARISAN PEMIKIRAN KITA
BARANGSIAPA yang mau menelusuri warisan pemikiran umat yang sangat kaya ini, maka dia akan menemukan para ulama yang memberikan perhatian besar terhadap fiqh prioritas dan mewaspadai kelalaian terhadapnya, dalam berbagai bentuk yang tersebar di dalam sumber-sumber rujukan Islam yang bermacam-macam; yang dapat ditelusuri dalam baris-baris berikut ini.
MENGENAI HARAMNYA ORANG YANG SEDANG IHRAM MEMBUNUH LALAT
Barangkali pertama-lama kita patut memberikan perhatian terhadap persoalan ini. Yaitu riwayat yang shahih, berasal dari Abdullah bin Umar r.a. yang diriwayatkan oleh Ibn Abu Nu'aim yang berkata, "Ada seorang lelaki datang kepada Ibn Umar dan pada saat itu saya sedang duduk. Lelaki itu bertanya kepadanya tentang darah nyamuk." Dalam riwayat yang lain disebutkan: "Lelaki itu bertanya kepadanya tentang haramnya membunuh lalat." Maka Ibn Umar berkata kepadanya: "Berasal dari manakah engkau ini?" Lelaki itu menjawab, "Berasal dari Irak." Ibn Umar berkata lagi: "Ha, lihatlah lelaki ini. Dia bertanya tentang darah nyamuk, padahal mereka telah membunuhanak Rasulullah saw!! Padahal aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, ,Kedua anak ini --al-
Al-Hafiz Ibn Hajar ketika memberikan penjelasan hadits ini di dalam Fath al-Bari mengatakan, "Ibn Umar meriwayatkan hadits ini dengan penuh keheranan terhadap semangat penduduk Irak yang menanyakan perkara kecil, tetapi mereka melanggar perkara yang besar." 2
BID'AH DALAM AQIDAH
BID'AH DALAM AQIDAH
SEBAGAI tambahan penjelasan bagi kemaksiatan, dalam syariah agama ini kita mengenal apa yang disebut dengan bid'ah. Yaitu sesuatu yang diada-adakan oleh manusia dalam urusan agama. Baik bid'ah yang berkaitan dengan aqidah yang dinamakan dengan bid'ah ucapan, maupun bid'ah yang berkaitan dengan amalan.
Bid'ah-bid'ah ini merupakan salah satu jenis perkara yang diharamkan tetapi berbeda dengan kemaksiatan yang biasa. Sesungguhnya pelaku bid'ah ini mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan bid'ah-bid'ah tersebut, dan berkeyakinan bahwa dengan bid'ahnya itu dia telah melakukan ketaatan terhadap Allah dan beribadah kepada-Nya. Dan inilah yang paling membahayakan.
Bid'ah itu sendiri bisa berupa keyakinan yang bertentangan dengan kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah saw dan ajaran yang terdapat di dalam Kitab Allah. Dan bid'ah untuk jenis ini kita sebut dengan bid'ah dalam aqidah (al-bid'ah al-i'tiqadiyyah) atau bid'ah dalam ucapan (al-bid'ah al-qawliyyah); yang sumbernya ialah mengatakan sesuatu tentang Allah yang tidak didasari dengan ilmu pengetahuan. Perkara ini termasuk salah satu perkara haram yang sangat besar. Bahkan Ibn al-Qayyim mengatakan bahwa perkara ini merupakan perkara haram yang paling besar. Allah SWT berfirman:
Jumat, 17 November 2017
MENYANGGAH PENAFSIRAN YANG MERENDAHKAN WANITA
MENYANGGAH PENAFSIRAN YANG MERENDAHKAN WANITA
Pertanyaan:
Siapakah yang dimaksud dengan sufaha dalam firman Allah:
"Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya (sufaha) harta (mereka
yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai
pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian
(dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (an-Nisa' 5)
Majalah
al-Ummah nomor 49 memuat artikel Saudari Hanan
Liham, yang mengutip keterangan Ibnu Katsir dari pakar umat
dan penerjemah Al-Qur'an, Abdullah
Ibnu Abbas, bahwa as-sufaha (orang-orang yang
belum sempurna akalnya) itu ialah "wanita dan
anak-anak."
Penulis tersebut menyangkal penafsiran itu, meskipun diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Menurutnya, penafsiran tersebut jauh dari kebenaran, sebab wanita secara umum disifati sebagai tidak sempurna akalnya/bodoh (salah), padahal diantara kaum wanita itu terdapat orang-orang seperti Khadijah, Ummu Salamah, dan Aisyah dari kalangan istri Nabi dan wanita-wanita salihah lainnya.
Sebagian teman ada yang mengirimsurat kepada saya untuk menanyakan penafsiran
yang disebutkan Ibnu Katsir tersebut. Apakah itu benar?
Bagaimana komentar Ustadz terhadap hal itu?
Penulis tersebut menyangkal penafsiran itu, meskipun diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Menurutnya, penafsiran tersebut jauh dari kebenaran, sebab wanita secara umum disifati sebagai tidak sempurna akalnya/bodoh (salah), padahal diantara kaum wanita itu terdapat orang-orang seperti Khadijah, Ummu Salamah, dan Aisyah dari kalangan istri Nabi dan wanita-wanita salihah lainnya.
Sebagian teman ada yang mengirim
Bagaimana komentar Ustadz terhadap hal itu?
LAKI-LAKI MENJENGUK PEREMPUAN YANG SAKIT
LAKI-LAKI MENJENGUK PEREMPUAN YANG SAKIT
Sebagaimana
terdapat beberapa hadits yang memperbolehkan
perempuan menjenguk laki-laki dengan syarat-syaratnya, jika
diantara mereka terjalin hubungan, dan laki-laki itu punya hak terhadap
wanita tersebut, maka laki-laki juga disyariatkan untuk
menjenguk wanita dengan syarat-syarat yang sama. Hal ini jika
diantara mereka terjalin hubungan yang kokoh, seperti
hubungan kekerabatan atau persemendaan,
tetangga, atau hubungan-hubungan lain yang
menjadikan mereka memiliki hak kemasyarakatan yang lebih banyak daripada
orang lain.
Diantara dalilnya ialah keumuman hadits-hadits yang menganjurkan menjenguk orang sakit, yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Sedangkan diantara dalil khususnya ialah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Jabir bin Abdullah r.a.:
"Bahwa Rasulullah saw. pernah menjenguk Ummu Saib --atau Ummul Musayyib-- lalu beliau bertanya, 'Wahai Ummus Saib, mengapa engkau menggigil?' Dia menjawab, 'Demam, mudah-mudahan Allah tidak memberkatinya.' Beliau bersabda, 'Janganlah engkau memaki-maki demam, karena dia dapat menghilangkan dosa-dosa anak Adam seperti ububan (alat pengembus api pada tungku pandai besi) menghilangkan karat besi.'"20
Padahal, Ummus Saib tidak termasuk salah seorang mahram Nabi saw. Meskipun begitu, dalam hal ini harus dijaga syarat-syarat yang ditetapkan syara', seperti aman dari fitnah dan memelihara adab-adab yang sudah biasa berlaku (dan tidak bertentangan dengan prinsip Islam; Penj.), karena adat kebiasaan itu diperhitungkan oleh syara'.
Diantara dalilnya ialah keumuman hadits-hadits yang menganjurkan menjenguk orang sakit, yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Sedangkan diantara dalil khususnya ialah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Jabir bin Abdullah r.a.:
"Bahwa Rasulullah saw. pernah menjenguk Ummu Saib --atau Ummul Musayyib-- lalu beliau bertanya, 'Wahai Ummus Saib, mengapa engkau menggigil?' Dia menjawab, 'Demam, mudah-mudahan Allah tidak memberkatinya.' Beliau bersabda, 'Janganlah engkau memaki-maki demam, karena dia dapat menghilangkan dosa-dosa anak Adam seperti ububan (alat pengembus api pada tungku pandai besi) menghilangkan karat besi.'"20
Padahal, Ummus Saib tidak termasuk salah seorang mahram Nabi saw. Meskipun begitu, dalam hal ini harus dijaga syarat-syarat yang ditetapkan syara', seperti aman dari fitnah dan memelihara adab-adab yang sudah biasa berlaku (dan tidak bertentangan dengan prinsip Islam; Penj.), karena adat kebiasaan itu diperhitungkan oleh syara'.
12
HR Abu Daud dan disahkan oleh Hakim. Diriwayatkan juga oleh Bukhari dengan
susunan redaksional yang lebih lengkap, sebagaimana terdapat dalam Fathul-Bari,
juz 10, hlm. 113. Lihat juga al-Adabul-Mufrad, karya Imam Bukhari, "Bab
al-'Iyadah minar-Ramad," hadits no. 532. ^
13 Al-Bukhari dalam Fathul-Bari, hadits nomor 5656. ^
14 Fathul-Bari, juz 10, hlm. 119. ^
15 Diriwayatkan oleh Bukhari sebagaimana tertera dalam Fathul-Bari, juz 10, hlm. 118, hadits 5655. Beliau juga meriwayatkannya dalam al-Jana'iz.5651. ^
17 Ibid. ^
18 Al-Adabul-Mufrad, karya al-Bukhari "Bab 'Iyadatin-Nisa' ar-Rijal al-Maridh," hadits nomor 530. ^
19 Al-Bukhari dalam Fathul-Bari, hadits nomor 5654. ^
20 Muslim dalam "Kitab al-Birr," hadits nomor 4575. ^
13 Al-Bukhari dalam Fathul-Bari, hadits nomor 5656. ^
14 Fathul-Bari, juz 10, hlm. 119. ^
15 Diriwayatkan oleh Bukhari sebagaimana tertera dalam Fathul-Bari, juz 10, hlm. 118, hadits 5655. Beliau juga meriwayatkannya dalam al-Jana'iz.5651. ^
17 Ibid. ^
18 Al-Adabul-Mufrad, karya al-Bukhari "Bab 'Iyadatin-Nisa' ar-Rijal al-Maridh," hadits nomor 530. ^
19 Al-Bukhari dalam Fathul-Bari, hadits nomor 5654. ^
20 Muslim dalam "Kitab al-Birr," hadits nomor 4575. ^
KHITAN WANITA
KHITAN WANITA
Pertanyaan:
Bagaimana hukum Islam mengenai khitan bagi anak-anak perempuan?
Jawaban:
Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama bahkan oleh para dokter sendiri, dan terjadi perdebatan panjang mengenai hal ini di Mesir selama beberapa tahun.
Sebagian dokter ada yang menguatkan dan sebagian lagi menentangnya, demikian pula dengan ulama, ada yang menguatkan dan ada yang menentangnya. Barangkali pendapat yang paling moderat, paling adil, paling rajih, dan paling dekat kepada kenyataan dalam masalah ini ialah khitan ringan, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits - meskipun tidak sampai ke derajat sahih - bahwa Nabi saw. pernah menyuruh seorang perempuan yang berprofesi mengkhitan wanita ini, sabdanya:
"Sayatlah sedikit dan jangan kau sayat yang berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami."
Yang dimaksud dengan isymam ialah taqlil (menyedikitkan), dan yang dimaksud dengan laa tantahiki ialah laa tasta'shili (jangan kau potong sampai pangkalnya). Cara pemotongan seperti yang dianjurkan itu akan menyenangkan suaminya dan mencerahkan (menceriakan) wajahnya, maka inilah barangkali yang lebih cocok.
Mengenai masalah ini, keadaan di masing-masing negara Islam tidak sama. Artinya, ada yang melaksanakan khitan wanita dan ada pula yang tidak. Namun bagaimanapun, bagi orang yang memandang bahwa mengkhitan wanita itu lebih baik bagi anak-anaknya, maka hendaklah ia melakukannya, dan saya menyepakati pandangan ini, khususnya pada zaman kita sekarang ini. Akan hal orang yang tidak melakukannya, maka tidaklah ia berdosa, karena khitan itu tidak lebih dari sekadar memuliakan wanita, sebagaimana kata para ulama dan seperti yang disebutkan dalam beberapa atsar.
Adapun khitan bagi laki-laki, maka itu termasuk syi'ar Islam, sehingga para ulama menetapkan bahwa apabila Imam (kepala negara Islam) mengetahui warga negaranya tidak berkhitan, maka wajiblah ia memeranginya sehingga mereka kembali kepada aturan yang istimewa yang membedakan umat Islam dari lainnya ini.
KEUTAMAAN KESABARAN KELUARGA SI SAKIT
KEUTAMAAN KESABARAN KELUARGA SI SAKIT
Keluarga si sakit wajib bersabar terhadap si sakit, jangan merasa sesak dada karenanya atau merasa bosan, lebih-lebih bila penyakitnya itu lama. Karena akan terasa lebih pedih dan lebih sakit dari penyakit itu sendiri jika si sakit merasa menjadi beban bagi keluarganya, lebih-lebih jika keluarga itu mengharapkan dia segera dipanggil ke rahmat Allah. Hal ini dapat dilihat dari raut wajah mereka, dari cahaya pandangan mereka, dan dari
Apabila kesabaran si sakit atas penyakit yang dideritanya akan mendapatkan pahala yang sangat besar --sebagaimana diterangkan dalam beberapa hadits sahih-- maka kesabaran keluarga dan kerabatnya dalam merawat dan mengusahakan kesembuhannya tidak kalah besar pahalanya. Bahkan kadang-kadang melebihinya, karena kesabaran si sakit menyerupai kesabaran yang terpaksa, sedangkan kesabaran keluarganya merupakan kesabaran yang diikhtiarkan (diusahakan). Maksudnya, kesabaran si sakit merupakan kesabaran karena ditimpa cobaan, sedangkan kesabaran keluarganya merupakan kesabaran untuk berbuat baik.
Diantara orang yang paling wajib bersabar apabila keluarganya ditimpa sakit ialah suami atas istrinya, atau istri atas suaminya. Karena pada hakikatnya kehidupan adalah bunga dan duri, hembusan angin sepoi dan angin panas, kelezatan dan penderitaan, sehat dan sakit, perputaran dari satu kondisi ke kondisi lain. Oleh sebab itu, janganlah orang yang beragama dan berakhlak hanya mau menikmati istrinya ketika ia sehat tetapi merasa jenuh ketika ia menderita sakit. Ia hanya mau memakan dagingnya untuk membuang tulangnya, menghisap sarinya ketika masih muda lalu membuang kulitnya ketika lemah dan layu. Sikap seperti ini bukan sikap setia tidak termasuk mempergauli istri dengan baik, bukan akhlak lelaki yang bertanggung jawab, dan bukan perangai orang beriman.
KEUTAMAAN DAN PAHALA MENJENGUK ORANG SAKIT
KEUTAMAAN DAN PAHALA MENJENGUK ORANG SAKIT
Diantara yang memperkuat kesunnahan menjenguk orang sakit ialah adanya hadits-hadits yang menerangkan keutamaan dan pahala orang yang melaksanakannya, misalnya:
1. Hadits Tsauban yang marfu' (dari Nabi saw.):
"Sesungguhnya apabila seorang muslim menjenguk orang muslim lainnya, maka ia berada di dalam khurfatul jannah."7
Dalam riwayat lain ditanyakan kepada Rasulullah saw.:
"Wahai Rasulullah, apakah khurfatul jannah itu?" Beliau menjawab, "Yaitu taman buah surga."
2. Hadits Jabir yang marfu':
"Barangsiapa yang menjenguk orang sakit berarti dia menyelam dalam rahmat, sehingga ketika dia duduk berarti dia berhenti disitu (didalam rahmat)."8
3. Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
"Barangsiapa menjenguk orang sakit maka berserulah seorang penyeru dari langit (malaikat), 'Bagus engkau, bagus perjalananmu, dan engkau telah mempersiapkan tempat tinggal di dalam surga."9
KETIKA SEKARAT DAN MENDEKATI KEMATIAN
KETIKA SEKARAT DAN MENDEKATI KEMATIAN
Apabila keadaan si sakit sudah berakhir dan memasuki pintu maut --yakni saat-saat meninggalkan dunia dan menghadapi akhirat, yang diistilahkan dengan ihtidhar (detik-detik kematian/kedatangan tanda-tanda kematian)-- maka seyogianya keluarganya yang tercinta mengajarinya atau menuntunnya mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah (Tidak ada tuhan selain Allah) yang merupakan kalimat tauhid, kalimat ikhlas, dan kalimat takwa, juga merupakan perkataan paling utama yang diucapkan Nabi Muhammad saw. dan nabi-nabi sebelumnya.
Kalimat inilah yang digunakan seorang muslim untuk memasuki kehidupan dunia ketika ia dilahirkan dan diazankan di telinganya (bagi yang berpendapat demikian; Penj.), dan kalimat ini pula yang ia pergunakan untuk mengakhiri kehidupan dunia. Jadi, dia menghadapi atau memasuki kehidupan dengan kalimat tauhid dan meninggalkan kehidupan pun dengan kalimat tauhid.
Ulama-ulama kita mengatakan, "Yang lebih disukai untuk mendekati si sakit ialah famili yang paling sayang kepadanya, paling pandai mengatur, dan paling takwa kepada Tuhannya. Karena tujuannya adalah mengingatkan si sakit kepada Allah Ta'ala, bertobat dari maksiat, keluar dari kezaliman, dan agar berwasiat. Apabila ia melihat si sakit sudah mendekati ajalnya, hendaklah ia membasahi tenggorokannya dengan meneteskan air atau meminuminya dan membasahi kedua bibirnya dengan kapas, karena yang demikian dapat memadamkan kepedihannya dan memudahkannya mengucapkan kalimat syahadat."94
Kemudian dituntunnya mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah mengingat hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abi Sa'id secara marfu':
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : JAWABAN SINGKAT TERHADAP PERTANYAAN SEPUTAR MASALAH KEDOKTERAN
JAWABAN SINGKAT TERHADAP PERTANYAAN SEPUTAR MASALAH KEDOKTERAN
Pertanyaan-pertanyaan
berikut ini cukup menggoda pikiran
dokter-dokter muslim, khususnya yang
bertugas di negara non-lslam. Maka dalam hal ini, kami memerlukan
jawaban secara singkat agar mudah merincinya.
A. Wanita dan Kelahiran
Pertanyaan: Apa yang harus diucapkan saat bayi dilahirkan?
Jawaban: Diazani pada telinga kanannya seperti azan untuk shalat, sebagaimana yang dilakukan Nabi saw. ketikaHasan anak Fatimah dilahirkan,
agar kalimat pertama yang masuk ke
telinganya adalah kalimat takbir dan tauhid.
Pertanyaan: Apakah bayi yang gugur wajib dishalati?
Jawaban: Bayi yang gugur tidak perlu dishalati kecuali jika ia lahir dalam keadaan hidup, meskipun hanya beberapa menit.
Pertanyaan: Sebagian orang beranggapan bahwa menggugurkan kandungan diperbolehkan asalkan janin belum berusia tiga bulan. Apakah pendapat ini benar? Apa yang harus dilakukan orang yang membantu menggugurkan kandungan yang belum berusia tiga bulan, kalau pada waktu itu ia belum mengerti hukumnya? Apakah ia harus membayar kafarat pembunuhan suatu jiwa karena perbuatannya itu?
Jawaban: Pada dasarnya --menurut pendapat yang saya pandang kuat-menggugurkan kandungan tidak diperbolehkan kecuali karena udzur. Apabila dilakukan sebelum kandungan berusia empat puluh hari, maka hal itu masih ringan, lebih-lebih jika udzur (alasannya) kuat. Adapun setelah kandungan berusia lebih dari empat puluh hari yang ketiga (yakni 120 hari) maka tidak boleh digugurkan sama sekali.
Pertanyaan: Bagaimana hukum memasang alat-alat kontrasepsi pada wanita dan laki-laki untuk mencegah kehamilan, baik terhadap kaum muslim maupun terhadap orang nonmuslim?
Jawaban: Tidak boleh, karena hal itu berarti mengubah ciptaan Allah, serta termasuk perbuatan dan penghias setan. Kecuali dalam keadaan sangat darurat, misalnya jika kehamilan membahayakan si ibu, sedangkan cara penanggulangan lainnya tidak ada. Maka hal ini merupakan darurat individual yang jarang terjadi, dan diukur dengan kadarnya, serta tidak boleh dijadikan kaidah umum.
A. Wanita dan Kelahiran
Pertanyaan: Apa yang harus diucapkan saat bayi dilahirkan?
Jawaban: Diazani pada telinga kanannya seperti azan untuk shalat, sebagaimana yang dilakukan Nabi saw. ketika
Pertanyaan: Apakah bayi yang gugur wajib dishalati?
Jawaban: Bayi yang gugur tidak perlu dishalati kecuali jika ia lahir dalam keadaan hidup, meskipun hanya beberapa menit.
Pertanyaan: Sebagian orang beranggapan bahwa menggugurkan kandungan diperbolehkan asalkan janin belum berusia tiga bulan. Apakah pendapat ini benar? Apa yang harus dilakukan orang yang membantu menggugurkan kandungan yang belum berusia tiga bulan, kalau pada waktu itu ia belum mengerti hukumnya? Apakah ia harus membayar kafarat pembunuhan suatu jiwa karena perbuatannya itu?
Jawaban: Pada dasarnya --menurut pendapat yang saya pandang kuat-menggugurkan kandungan tidak diperbolehkan kecuali karena udzur. Apabila dilakukan sebelum kandungan berusia empat puluh hari, maka hal itu masih ringan, lebih-lebih jika udzur (alasannya) kuat. Adapun setelah kandungan berusia lebih dari empat puluh hari yang ketiga (yakni 120 hari) maka tidak boleh digugurkan sama sekali.
Pertanyaan: Bagaimana hukum memasang alat-alat kontrasepsi pada wanita dan laki-laki untuk mencegah kehamilan, baik terhadap kaum muslim maupun terhadap orang nonmuslim?
Jawaban: Tidak boleh, karena hal itu berarti mengubah ciptaan Allah, serta termasuk perbuatan dan penghias setan. Kecuali dalam keadaan sangat darurat, misalnya jika kehamilan membahayakan si ibu, sedangkan cara penanggulangan lainnya tidak ada. Maka hal ini merupakan darurat individual yang jarang terjadi, dan diukur dengan kadarnya, serta tidak boleh dijadikan kaidah umum.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : INILAH WASIAT PALSU SYEH ACHMAD YANG BEREDAR DI INTERNET
INILAH WASIAT PALSU SYEH ACHMAD YANG BEREDAR DI INTERNET
BERITA PENTING
Berita Untuk Umat Islam Di Seluruh Dunia, surat ini datangnya dari Syekh Achmad di Saudi Arabia
AKU BERSUMPAH DENGAN NAMA ALLAH SWT DAN NABI MUHAMAD SAW
BERITA PENTING
Berita Untuk Umat Islam Di Seluruh Dunia, surat ini datangnya dari Syekh Achmad di Saudi Arabia
AKU BERSUMPAH DENGAN NAMA ALLAH SWT DAN NABI MUHAMAD SAW
Wasiat
untuk umat Islam dari Syekh Ahmat seorang penjaga
makam Rasululloh di Madinah, yaitu Masjid
Nabawi Saudi Arabia.
Pada malam takala hamba membaca Al'qur'an di makam Rasululloh, dan hamba sampai tertidur, lalu hamba bermimpi. Didalam mimpi hamba bertemu dengan Rasululloh SAW, dan beliau berkata, didalam 50.000 orang yang meninggal dunia diantara bilangan itu tidak ada seorangpun yang mati beriman.
Dikarenakan:
1. Seorang istri tidak lagi mendengar kata-kata suaminya.
2. Orang kaya dan mampu tidak lagi melambang kan/menimbangkan
rasa belas kasihan
pada orang miskin.
3. Sudah banyak orang yang tidak mengeluarkan zakat dan berpuasa, tidak sholat dan tidak
menunaikan ibadah haji, padahal mereka-mereka ini mampu melaksanakannya.
Oleh sebab itu wahai Syekh Achmad, hendaklah engkau sabdakan pada semua umat manusia di dunia supaya berbuat kebajikan dan menyembah kepada Allah.
Demikianlah pesan Rasululloh kepada hamba. Maka berdasarkan pesan Rasululloh tersebut dan oleh karenanya hamba berpesan kepada semua umat Islam didunia:
1. Bersollawahlah kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW.
2. Janganlah bermalas-malas untuk mengerjakan sholat 5 (lima ) waktu.
3. Bersodaqoh dan berzakatlah dengan segera, santuni anak-anak yatim piatu.
4. Berpuasalah di bulan Ramadhan, serta kalau mampu tunaikan segera ibadah Haji.
Pada malam takala hamba membaca Al'qur'an di makam Rasululloh, dan hamba sampai tertidur, lalu hamba bermimpi. Didalam mimpi hamba bertemu dengan Rasululloh SAW, dan beliau berkata, didalam 50.000 orang yang meninggal dunia diantara bilangan itu tidak ada seorangpun yang mati beriman.
Dikarenakan:
1. Seorang istri tidak lagi mendengar kata-kata suaminya.
2. Orang kaya dan mampu tidak lagi mel
pada orang miskin.
3. Sudah banyak orang yang tidak mengeluarkan zakat dan berpuasa, tidak sholat dan tidak
menunaikan ibadah haji, padahal mereka-mereka ini mampu melaksanakannya.
Oleh sebab itu wahai Syekh Achmad, hendaklah engkau sabdakan pada semua umat manusia di dunia supaya berbuat kebajikan dan menyembah kepada Allah.
Demikianlah pesan Rasululloh kepada hamba. Maka berdasarkan pesan Rasululloh tersebut dan oleh karenanya hamba berpesan kepada semua umat Islam didunia:
1. Bersollawahlah kepada Nabi Besar kita Muhammad SAW.
2. Janganlah bermalas-malas untuk mengerjakan sholat 5 (
3. Bersodaqoh dan berzakatlah dengan segera, santuni anak-anak yatim piatu.
4. Berpuasalah di bulan Ramadhan, serta kalau mampu tunaikan segera ibadah Haji.
INILAH WASIAT PALSU SYEH ACHMAD YANG BEREDAR DI
INTERNET
BERITA DARI MASJID NABAWI
BERITA
PENTING BERITA UNTUK UMMAT ISLAM DI SELURUH DUNIA.SURAT INI DATANGNYA DARI SYECKH
ACHMAD DI SAUDI ARABIA.
"AKU
BERSUMPAH DENGAN NAMA ALLAH SWT DAN NABI MUHAMMAD SAW, WASIAT UNTUK SELURUH
UMMAT ISLAM DARI SYECKH ACHMAD SEORANG PENJAGA MAKAM RASULULLAH DI MADINAH,
YAITU DI MESJID NABAWI SAUDI
ARABIA .
"Pada
malam tatkala hamba membaca Al'Quran di makam Rasulullah, dan hamba sampai
tertidur, lalu hamba bermimpi. Didalam mimpi hamba bertemu dengan Rasulullah
SAW, dan beliau berkata, "didalam 60.000 orang yang meninggal dunia,
diantara bilangan itu tidak ada seorangpun yang mati beriman, dikarenakan:
1.
Seorang istri tidak lagi mendengar kata-kata
suaminya.
2.
Orang yang kaya yang mampu, tidak lagi melambang kan atau menimbangkan rasa belas kasih kepada
orang-orang miskin.
3.
Sudah banyak yang tidak berzakat, tidak
berpuasa, tidak sholat dan tidak menunaikan ibadah haji, padahal mereka-mereka
ini mampu melaksanakan.
Oleh
sebab itu wahai Syechk Achmad engkau sabdakan kepada semua ummat manusia di
dunia supaya berbuat kebajikan dan menyembah kepada Allah SWT."
Demikian
pesan Rasulullah kepada hamba, Maka berdasarkan pesan Rasulullah tersebut dan
oleh karenanya hamba berpesan kepada segenap ummat Islam di dunia :
1.
Bersalawatlah kepada Nabi Besar kita Muhammad
SAW.
2.
Janganlah bermalas-malasan untuk mengerjakan
sholat 5 (lima )
waktu.
3.
Bershadaqoh dan berzakatlah dengan segera,
santuni anak-anak yatim piatu.
4.
Berpuasalah di bulan ramadhan serta kalau
mampu tunaikan segera ibadah haji.
PERHATIAN:
Bagi
siapa saja yang membaca surat
ini hendaklah menyalin /mengcopynya untuk disampaikan kepada orang-orang lain
yang beriman kepada hari penghabisan / kiamat. Hari kiamat akan segera tiba dan
batu bintang akan terbit, Al'Quran akan hilang dan matahari akan dekat diatas
kepala, saat itulah manusia akan panik. Itulah akibat dari kelakuan mereka yang
selalu menuruti hawa nafsu dalam jiwa.
Dan
Barang siapa yang menyebarkan surat
ini sebanyak 20(dua puluh) lembar dan disebarkan kepada teman-teman/rekan-rekan
anda. Atau Masyarakat Islam sekitarnya, maka percayalah anda akan memperoleh
keuntungan setelah dua minggu kemudian. Telah terbukti pada seorang pengusaha
di Bandung, setelah membaca dan menyalinnya juga menyebarkan sebanyak 20 (dua
puluh) lembar, maka dalam jangka waktu 2 (dua) minggu kemudian, dia mendapat
keuntungan yang sangat luar biasa besarnya.
Sedangkan
terhadap orang yang menyepelekannya dan membuang surat ini, dia mendapat musibah yang besar
yaitu kehilangan sesuatu harta/benda yang sangat dicintai dan disayanginya.
Perlu diingat kalau kita sengaja tidak memberitahukan surat ini kepada orang lain, maka tunggulah
saatnya nasib apa yang akan anda alami, dan jangan menyesal apabila mendapat
bencana secara tiba-tiba atau kerugian yang sangat besar.
Sebaliknya
jika Anda segera menyalin/mengcopynya dan menyebarkannya kepada orang lain,
maka anda akan mendapatkan keuntungan besar atau rezeki yang tiada
disangka-sangka.
Percayalah
beberapa hari lagi sesuatu akan datangkepada Anda dan keluarga Anda.
KEJADIAN-KEJADIAN YANG TELAH TERBUKTI !
1.
Tn. Mustafa mantan menteri Nasabah Malaysia ,dipecat
dari jabatannya karena beliau lupa setelah menerima surat ini, tidak menyebarkannya,
2.
kemudian beliau ingat surat ini, lalu beliau menyalinnya dan
menyebarkannya sebanyak 20 lembar. Beberapa lama kemudian beliau dilantik
kembali menjadi menteri Kabinet.
3.
Tn. Gojali mantan menteri Malaysia telah
menerima surat ini, kemudian beliau menyalinnya sebanyak 20 lembar dan
menyebarkannya,dan beberapa hari kemudian beliau mendapat keuntungan yang luar
biasa besarnya.
Dengan
adanya kejadian-kejadian tersebut diatas sebagai bukti, untuk itu saya sarankan
agar Anda tidak merahasiakannya, dan anda segeralah menyebarkannya untuk
teman-teman atau rekan-rekan Anda. Tunggu kabar baik dalam waktu dua minggu
setelah Anda menyebarkan surat
ini. Allah SWT akan meridho'i niat baik Anda,selamat bertugas dan berkarya.
Salam,PENJAGA MAKAM RASULULLAH SAW SYECKH ACHMAD-MADINAH
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MUKHADDIRAT (NARKOTIK)
HUKUM MUKHADDIRAT (NARKOTIK)
Pertanyaan:
Al-Qur'anul Karim dan Hadits Syarif menyebutkan pengharaman khamar, tetapi tidak menyebutkan keharaman bermacam-macam benda padat yang memabukkan, seperti ganja dan heroin. Maka bagaimanakah hukum syara' terhadap penggunaan benda-benda tersebut, sementara sebagian kaum muslim tetap mempergunakannya dengan alasan bahwa agama tidak mengharamkannya?
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MENONTON TELEVISI
HUKUM MENONTON TELEVISI
Pertanyaan:
Saya seorang pemuda yang berusia delapan belas tahun dan mempunyai beberapa orang adik. Setiap hari adik-adik saya pergi ke rumah tetangga untuk menonton televisi. Tetapi ketika saya meminta kepada ayah untuk membelikan kami televisi, beliau berkata, "Televisi itu haram." Beliau tidak memperbolehkan saya memasukkan televisi ke rumah.
Saya mohon Ustadz berkenan memberikan bimbingan kepada kami mengenai masalah ini.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MENGOLEKSI PATUNG
HUKUM MENGOLEKSI PATUNG
Pertanyaan:
Bagaimana hukum patung menurut pandangan Islam? Saya mempunyai beberapa buah patung pemuka Mesir tempo dulu, dansaya hendak memajangnya di rumah sebagai perhiasan, tetapi ada beberapa orang yang mencegahnya dengan alasan bahwa hal itu haram. Benarkah pendapat itu?
Jawaban:
Islam mengharamkan patung dan semua gambar yang bertubuh, seperti patung manusia dan binatang. Tingkat keharaman itu akan bertambah bila patung tersebut merupakan bentuk orang yang diagungkan, semisal raja, Nabi, Al Masih, atau Maryam; atau berbentuk sesembahan para penyembah berhala, semisal sapi bagi orang Hindu. Maka yang demikian itu tingkat keharamannya semakin kuat sehingga kadang-kadang sampai pada tingkat kafir atau mendekati kekafiran, dan orang yang menghalalkannya dianggap kafir.
Islam sangat menaruh perhatian dalam memelihara tauhid, dan semua hal yang akan bersentuhan dengan aqidah tauhid ditutup rapat-rapat.
Sebagian orang berkata, "Pendapat seperti ini berlaku hanya pada zaman berhala dan penyembahan berhala, adapun sekarang tidak ada lagi berhala dan penyembah berhala." Ucapan ini tidak benar, karena pada zaman kita sekarang ini masih ada orang yang menyembah berhala dan menyembah sapi atau binatang lainnya. Mengapa kita mengingkari kenyataan ini? Bahkan di Eropa banyak kita jumpai orang yang tidak sekadar menyembah berhala. Anda akan menyaksikan bahwa pada era teknologi canggih ini mereka masih menggantungkan sesuatu pada tapal kudanya misalnya, atau pada kendaraannya sebagai tangkal.
Manusia pada setiap zaman selalu saja ada yang mempercayai khurafat. Dan kelemahan akal manusia kadang-kadang menyebabkan mereka menerima sesuatu yang tidak benar, sehingga orang yang mengaku berperadaban dan cendekia pun dapat terjatuh ke dalam lembah kebatilan, yang sebenarnya hal ini tidak dapat diterima oleh akal orang buta huruf sekalipun.
Islam jauh-jauh telah mengantisipasi hal itu sehingga mengharamkan segala sesuatu yang dapat menggiring kebiasaan tersebut kepada sikap keberhalaan, atau yang didalamnya mengandung unsur-unsur keberhalaan. Karena itulah Islam mengharamkan patung. Dan patung-patung pemuka Mesir tempo dulu termasuk ke dalam jenis ini.
Bahkan ada orang yang menggantungkan patung-patung tersebut untuk jimat, seperti memasang kepala "naqratiti" atau lainnya untuk menangkal hasad, jin, atau 'ain. Dengan demikian, keharamannya menjadi berlipat ganda karena bergabung antara haramnya jimat dan haramnya patung.
Kesimpulannya, patung itu tidak diperbolehkan (haram), kecuali patung (boneka) untuk permainan anak-anak kecil, dan setiap muslim wajib menjauhinya.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MENGGUGURKAN KANDUNGAN HASIL PEMERKOSAAN
HUKUM MENGGUGURKAN KANDUNGAN HASIL PEMERKOSAAN
Pengantar
Pertanyaan penting ini saya terima ketika buku ini telah siap untuk dicetak. Yang mengajukan pertanyaan adalah Saudara Dr. Musthafa Siratisy, Ketua Muktamar Alami untuk Pemeliharaan Hak-hak Asasi Manusia di Bosnia Herzegovina, yang diselenggarakan di Zagreb ibu kota Kroasia, pada 18 dan 19 September 1992. Saya juga mengikuti kegiatan tersebut bersama Fadhilatus-Syekh Muhammad al-Ghazali dan sejumlah ulama serta juru dakwah kaum muslim dari seluruh penjuru dunia Islam.
Pertanyaan:
Dr. Musthafa berkata, "Sejumlah saudara kaum muslim di Republik Bosnia Herzegovina ketika mengetahui kedatangan Syekh Muhammad al-Ghazali dan Syekh al-Qardhawi, mendorong saya untuk mengajukan pertanyaan yang menyakitkan dan membingungkan yang disampaikan secara malu-malu oleh lisan para remaja putri kita yang diperkosa oleh tentara Serbia yang durhaka dan bengis, yang tidak memelihara hubungan kekerabatan dengan orang mukmin dan tidak pula mengindahkan perjanjian, dan tidak menjaga kehormatan dan harkat manusia. Akibat perilaku mereka yang penuh dosa (pemerkosaan) itu maka banyak gadis muslimah yang hamil sehingga menimbulkan perasaan sedih, takut, malu, serta merasa rendah dan hina. Karena itulah mereka menanyakan kepada Syekh berdua dan semua ahli ilmu: apakah yang harus mereka lakukan terhadap tindak kriminalitas beserta akibatnya ini? Apakah syara' memperbolehkan mereka menggugurkan kandungan yang terpaksa mereka alami ini? Kalau kandungan itu dibiarkan hingga si janin dilahirkan dalam keadaan hidup, maka bagaimana hukumnya? Dan sampai dimana tanggung jawab si gadis yang diperkosa itu?"
Pertanyaan penting ini saya terima ketika buku ini telah siap untuk dicetak. Yang mengajukan pertanyaan adalah Saudara Dr. Musthafa Siratisy, Ketua Muktamar Alami untuk Pemeliharaan Hak-hak Asasi Manusia di Bosnia Herzegovina, yang diselenggarakan di Zagreb ibu kota Kroasia, pada 18 dan 19 September 1992. Saya juga mengikuti kegiatan tersebut bersama Fadhilatus-Syekh Muhammad al-Ghazali dan sejumlah ulama serta juru dakwah kaum muslim dari seluruh penjuru dunia Islam.
Pertanyaan:
Dr. Musthafa berkata, "Sejumlah saudara kaum muslim di Republik Bosnia Herzegovina ketika mengetahui kedatangan Syekh Muhammad al-Ghazali dan Syekh al-Qardhawi, mendorong saya untuk mengajukan pertanyaan yang menyakitkan dan membingungkan yang disampaikan secara malu-malu oleh lisan para remaja putri kita yang diperkosa oleh tentara Serbia yang durhaka dan bengis, yang tidak memelihara hubungan kekerabatan dengan orang mukmin dan tidak pula mengindahkan perjanjian, dan tidak menjaga kehormatan dan harkat manusia. Akibat perilaku mereka yang penuh dosa (pemerkosaan) itu maka banyak gadis muslimah yang hamil sehingga menimbulkan perasaan sedih, takut, malu, serta merasa rendah dan hina. Karena itulah mereka menanyakan kepada Syekh berdua dan semua ahli ilmu: apakah yang harus mereka lakukan terhadap tindak kriminalitas beserta akibatnya ini? Apakah syara' memperbolehkan mereka menggugurkan kandungan yang terpaksa mereka alami ini? Kalau kandungan itu dibiarkan hingga si janin dilahirkan dalam keadaan hidup, maka bagaimana hukumnya? Dan sampai dimana tanggung jawab si gadis yang diperkosa itu?"
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN
HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN
Pertanyaan:
Sebagian orang mengharamkan semua bentuk nyanyian dengan alasan firman Allah:
"Dan diantara nnanusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu hanya memperoleh azab yang menghinakan." (Luqman: 6)
Selain firman Allah itu, mereka juga beralasan pada penafsiran para sahabat tentang ayat tersebut. Menurut sahabat, yang dimaksud dengan "lahwul hadits" (perkataan yang tidak berguna) dalam ayat ini adalah nyanyian.
Mereka juga beralasan pada ayat lain:
"Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya ..." (Al Qashash: 55)
Sedangkan nyanyian, menurut mereka, termasuk "laghwu" (perkataan yang tidak bermanfaat).
Pertanyaannya, tepatkah penggunaan kedua ayat tersebut sebagai dalil dalam masalah ini? Dan bagaimana pendapat Ustadz tentang hukum mendengarkan nyanyian? Kami mohon Ustadz berkenan memberikan fatwa kepada saya mengenai masalah yang pelik ini, karena telah terjadi perselisihan yang tajam di antara manusia mengenai masalah ini, sehingga memerlukan hukum yang jelas dan tegas. Terima kasih, semoga Allah berkenan memberikan pahala yang setimpal kepada Ustadz.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MEMPERGUNAKAN ZAKAT UNTUK MEMBANGUN MASJID
HUKUM MEMPERGUNAKAN ZAKAT UNTUK MEMBANGUN MASJID
Pertanyaan:
Saya seorang muslim yang diberi banyak karunia oleh Allah yang saya tidak mampu mensyukurinya dengan sepenuhnya meski apa pun yang saya lakukan, karena apa yang saya lakukan itu sendiri juga merupakan nikmat dari Allah yang harus disyukuri.
Diantara karunia yang Allah berikan kepada saya adalah kekayaan yang - alhamdulillah - cukup banyak, dan saya mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Saya juga menerapkan pendapat Ustadz untuk menzakati penghasilan gedung-gedung yang saya peroleh setiap bulan tanpa menunggu perputaran satu tahun, dengan besar zakat seperdua puluh dari total penghasilan.
Pertanyaan yang saya lontarkan kepada Ustadz sekarang adalah mengenai penggunaan zakat untuk pembangunan masjid yang digunakan untuk mengerjakan shalat didalamnya, mengadakan majelis taklim, dan mengumpulkan kaum muslim untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta'ala.
Kami - yang berdomisili di negara Teluk - sering didatangi saudara-saudara dari negara-negara miskin yang ada di Asia dan Afrika yang mengeluhkan berbagai penderitaan, sedikitnya penghasilan, banyaknya jumlah penduduk, seringnya ditimpa bencana alam, disamping tekanan dari kelompok-kelompok yang memusuhi Islam, baik dari negara-negara Barat maupun Timur, dari golongan salib, komunis, dan lainnya.
Bolehkah kami memberikan zakat kepada saudara-saudara kami kaum muslim yang miskin yang tertekan dalam kehidupan beragama dan dunia mereka, ataukah tidak boleh? Fatwa yang pernah diberikan para mufti berbeda-beda mengenai masalah ini, ada yang melarang dan ada yang membolehkan. Dan kami tidak merasa puas melainkan dengan fatwa Ustadz.
Semoga Allah meluruskan langkah Ustadz, memuliakan Ustadz, dan menjadikan yang lain mulia karena Ustadz.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM FOTOGRAFI
HUKUM FOTOGRAFI
Pertanyaan:
Saya mempunyai kamera untuk memotret ketika saya berekreasi atau pada acara-acara tertentu lainnya, apakah yang demikian itu berdosa atau haram?
Di kamar saya juga ada foto beberapa tokoh, selain itu saya mempunyai beberapa surat kabar yang di dalamnya ada foto-foto wanita, apakah yang demikian itu terlarang? Bagaimana hukumnya menurut syariat Islam?
Jawaban:
Mengenai foto dengan kamera, maka seorang mufti Mesir pada masa lalu, yaitu Al 'Allamah Syekh Muhammad Bakhit Al Muthi'i - termasuk salah seorang pembesar ulama dan mufti pada zamannya - didalam risalahnya yang berjudul "Al Jawabul Kaafi fi Ibahaatit Tashwiiril Futughrafi" berpendapat bahwa fotografi itu hukumnya mubah. Beliau berpendapat bahwa pada hakikatnya fotografi tidak termasuk kedalam aktivitas mencipta sebagaimana disinyalir hadits dengan kalimat "yakhluqu kakhalqi" (menciptakan seperti ciptaanKu ...), tetapi foto itu hanya menahan bayangan. Lebih tepat, fotografi ini diistilahkan dengan "pemantulan," sebagaimana yang diistilahkan oleh putra-putra Teluk yang menamakan fotografer (tukang foto) dengan sebutan al 'akkas (tukang memantulkan), karena ia memantulkan bayangan seperti cermin. Aktivitas ini hanyalah menahan bayangan atau memantulkannya, tidak seperti yang dilakukan oleh pemahat patung atau pelukis. Karena itu, fotografi ini tidak diharamkan, ia terhukum mubah.
Fatwa Syekh Muhammad Bakhit ini disetujui oleh banyak ulama,dan pendapat ini pulalah yang saya pilih dalam buku saya Al Halal wal Haram.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM BEKERJA DI BANK
HUKUM BEKERJA DI BANK
Pertanyaan:
Saya tamatan sebuah akademi perdagangan yang telah berusaha mencari pekerjaan tetapi tidak mendapatkannya kecuali di salah satu bank. Padahal, saya tahu bahwa bank melakukan praktek riba. Saya juga tahu bahwa agama melaknat penulis riba. Bagaimanakah sikap saya terhadap tawaran pekerjaan ini?
Jawaban:
Sistem ekonomi dalam Islam ditegakkan pada asas memerangi riba dan menganggapnya sebagai dosa besar yang dapat menghapuskan berkah dari individu dan masyarakat, bahkan dapat mendatangkan bencana di dunia dan di akhirat.
Hal ini telah disinyalir di dalam Al Qur'an dan As Sunnah serta telah disepakati oleh umat. Cukuplah kiranya jika Anda membaca firman Allah Ta'ala berikut ini:
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Al Baqarah: 276)
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketabuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu ..." (Al Baqarah: 278-279)
Mengenai
hal ini Rasulullah saw. bersabda
"Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, berarti mereka telah menyediakan diri mereka untuk disiksa oleh Allah." (HR Hakim)1
Dalam peraturan dan tuntunannya Islam menyuruh umatnya agar memerangi kemaksiatan. Apabila tidak sanggup, minimal ia harus menahan diri agar perkataan maupun perbuatannya tidak terlibat dalam kemaksiatan itu. Karena itu Islam mengharamkan semua bentuk kerja sama atas dosa dan permusuhan, dan menganggap setiap orang yang membantu kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya, baik pertolongan itu dalam bentuk moril ataupun materiil, perbuatan ataupun perkataan. Dalam sebuah hadits hasan, Rasulullah saw. bersabda mengenai kejahatan pembunuhan:
"Kalau penduduk langit dan penduduk bumi bersekutu dalam membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan membenamkan mereka dalam neraka." (HR Tirmidzi)
Sedangkan tentang khamar beliau saw. bersabda:
"Allah melaknat khamar, peminumnya, penuangnya, pemerahnya, yang meminta diperahkan, pembawanya, dan yang dibawakannya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Demikian juga terhadap praktek suap-menyuap:
"Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap, yangmenerima suap, dan yang menjadi perantaranya." (HR Ibnu Hibban dan Hakim)
Kemudian mengenai riba, Jabir bin Abdillah r.a. meriwayatkan:
"Rasulullah melaknat pemakan riba, yang memberimakan dengan hasil riba, dan dua orangyang menjadi saksinya." Dan beliau bersabda: "Mereka itu sama." (HR Muslim)
Ibnu Mas'ud meriwayatkan:
"Rasulullah saw. melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang saksinya, dan penulisnya." (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)2
Sementara itu, dalam riwayat lain disebutkan:
"Orang yang makan riba, orang yang memben makan dengan riba, dan dua orang saksinya --jika mereka mengetahui hal itu-- maka mereka itu dilaknat lewat lisan Nabi Muhammad saw. hingga han kiamat." (HR Nasa'i)
Hadits-hadits sahih yang sharih itulah yang menyiksa hati orang-orang Islam yang bekerja di bank-bank atau syirkah (persekutuan) yang aktivitasnya tidak lepas dari tulis-menulis dan bunga riba. Namun perlu diperhatikan bahwa masalah riba ini tidak hanya berkaitan dengan pegawai bank atau penulisnya pada berbagai syirkah, tetapi hal ini sudah menyusup ke dalam sistem ekonomi kita dan semua kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah saw.:
"Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada waktu itu tidak tersisa seorangpun melainkan akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya maka ia akan terkena debunya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Kondisi seperti ini tidak dapat diubah dan diperbaiki hanya dengan melarang seseorang bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktekkan riba. Tetapi kerusakan sistem ekonomi yang disebabkan ulah golongan kapitalis ini hanya dapat diubah oleh sikap seluruh bangsa dan masyarakat Islam. Perubahan itu tentu saja harus diusahakan secara bertahap dan perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan guncangan perekonomian yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan bangsa. Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk melakukan perubahan secara bertahap dalam memecahkan setiap permasalahan yang pelik. Cara ini pernah ditempuh Islam ketika mulai mengharamkan riba, khamar, dan lainnya. Dalam hal ini yang terpenting adalah tekad dan kemauan bersama, apabila tekad itu telah bulat maka jalan pun akan terbuka lebar.
Setiap muslim yang mempunyai kepedulian akan hal ini hendaklah bekerja dengan hatinya, lisannya, dan segenap kemampuannya melalui berbagai wasilah (sarana) yang tepat untuk mengembangkan sistem perekonomian kita sendiri, sehingga sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai contoh perbandingan, di dunia ini terdapat beberapa negara yang tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang berpaham sosialis.
Di sisi lain, apabila kita melarang semua muslim bekerja di bank, maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh orang-orang nonmuslim seperti Yahudi dan sebagainya. Pada akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.
Terlepas dari semua itu, perlu juga diingat bahwa tidak semua pekerjaan yang berhubungan dengan dunia perbankan tergolong riba.Ada
diantaranya yang halal dan baik, seperti kegiatan perpialangan,
penitipan, dan sebagainya; bahkan sedikit pekerjaan di sana yang termasuk
haram. Oleh karena itu, tidak mengapalah
seorang muslim menerima pekerjaan tersebut --meskipun hatinya tidak
rela-- dengan harapan tata perekonomian akan mengalami
perubahan menuju kondisi yang diridhai agama dan hatinya.
Hanya saja, dalam hal ini hendaklah ia
rnelaksanakan tugasnya dengan baik, hendaklah menunaikan kewajiban terhadap
dirinya dan Rabb-nya beserta umatnya sambil menantikan pahala atas
kebaikan niatnya:
"Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan." (HR Bukhari)
Sebelum saya tutup fatwa ini janganlah kita melupakan kebutuhan hidup yang oleh para fuqaha diistilahkan telah mencapai tingkatan darurat. Kondisi inilah yang mengharuskan saudara penanya untuk menerima pekerjaan tersebut sebagai sarana mencari penghidupan dan rezeki, sebagaimana firman Allah SWT:
"Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, berarti mereka telah menyediakan diri mereka untuk disiksa oleh Allah." (HR Hakim)1
Dalam peraturan dan tuntunannya Islam menyuruh umatnya agar memerangi kemaksiatan. Apabila tidak sanggup, minimal ia harus menahan diri agar perkataan maupun perbuatannya tidak terlibat dalam kemaksiatan itu. Karena itu Islam mengharamkan semua bentuk kerja sama atas dosa dan permusuhan, dan menganggap setiap orang yang membantu kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya, baik pertolongan itu dalam bentuk moril ataupun materiil, perbuatan ataupun perkataan. Dalam sebuah hadits hasan, Rasulullah saw. bersabda mengenai kejahatan pembunuhan:
"Kalau penduduk langit dan penduduk bumi bersekutu dalam membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan membenamkan mereka dalam neraka." (HR Tirmidzi)
Sedangkan tentang khamar beliau saw. bersabda:
"Allah melaknat khamar, peminumnya, penuangnya, pemerahnya, yang meminta diperahkan, pembawanya, dan yang dibawakannya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Demikian juga terhadap praktek suap-menyuap:
"Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap, yangmenerima suap, dan yang menjadi perantaranya." (HR Ibnu Hibban dan Hakim)
Kemudian mengenai riba, Jabir bin Abdillah r.a. meriwayatkan:
"Rasulullah melaknat pemakan riba, yang memberimakan dengan hasil riba, dan dua orangyang menjadi saksinya." Dan beliau bersabda: "Mereka itu sama." (HR Muslim)
Ibnu Mas'ud meriwayatkan:
"Rasulullah saw. melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang saksinya, dan penulisnya." (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)2
Sementara itu, dalam riwayat lain disebutkan:
"Orang yang makan riba, orang yang memben makan dengan riba, dan dua orang saksinya --jika mereka mengetahui hal itu-- maka mereka itu dilaknat lewat lisan Nabi Muhammad saw. hingga han kiamat." (HR Nasa'i)
Hadits-hadits sahih yang sharih itulah yang menyiksa hati orang-orang Islam yang bekerja di bank-bank atau syirkah (persekutuan) yang aktivitasnya tidak lepas dari tulis-menulis dan bunga riba. Namun perlu diperhatikan bahwa masalah riba ini tidak hanya berkaitan dengan pegawai bank atau penulisnya pada berbagai syirkah, tetapi hal ini sudah menyusup ke dalam sistem ekonomi kita dan semua kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah saw.:
"Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada waktu itu tidak tersisa seorangpun melainkan akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya maka ia akan terkena debunya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Kondisi seperti ini tidak dapat diubah dan diperbaiki hanya dengan melarang seseorang bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktekkan riba. Tetapi kerusakan sistem ekonomi yang disebabkan ulah golongan kapitalis ini hanya dapat diubah oleh sikap seluruh bangsa dan masyarakat Islam. Perubahan itu tentu saja harus diusahakan secara bertahap dan perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan guncangan perekonomian yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan bangsa. Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk melakukan perubahan secara bertahap dalam memecahkan setiap permasalahan yang pelik. Cara ini pernah ditempuh Islam ketika mulai mengharamkan riba, khamar, dan lainnya. Dalam hal ini yang terpenting adalah tekad dan kemauan bersama, apabila tekad itu telah bulat maka jalan pun akan terbuka lebar.
Setiap muslim yang mempunyai kepedulian akan hal ini hendaklah bekerja dengan hatinya, lisannya, dan segenap kemampuannya melalui berbagai wasilah (sarana) yang tepat untuk mengembangkan sistem perekonomian kita sendiri, sehingga sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai contoh perbandingan, di dunia ini terdapat beberapa negara yang tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang berpaham sosialis.
Di sisi lain, apabila kita melarang semua muslim bekerja di bank, maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh orang-orang nonmuslim seperti Yahudi dan sebagainya. Pada akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.
Terlepas dari semua itu, perlu juga diingat bahwa tidak semua pekerjaan yang berhubungan dengan dunia perbankan tergolong riba.
"Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan." (HR Bukhari)
Sebelum saya tutup fatwa ini janganlah kita melupakan kebutuhan hidup yang oleh para fuqaha diistilahkan telah mencapai tingkatan darurat. Kondisi inilah yang mengharuskan saudara penanya untuk menerima pekerjaan tersebut sebagai sarana mencari penghidupan dan rezeki, sebagaimana firman Allah SWT:
"...
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Baqarah: 173}
Catatan
kaki:
1 Hakim mengatakan bahwa hadits ini sahih isnadnya. ^
2 Tirmidzi mensahihkannya. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dan Hakim, dan mereka mensahihkannya. ^
1 Hakim mengatakan bahwa hadits ini sahih isnadnya. ^
2 Tirmidzi mensahihkannya. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dan Hakim, dan mereka mensahihkannya. ^
Fatwa Al-Qaradhawi : HUKUM AL-QAT (NAMA TANAMAN)
HUKUM AL-QAT (NAMA TANAMAN)
VII. Fiqih dan Kedokteran
VII. Fiqih dan Kedokteran
Pertanyaan:
Kami telah mengetahui pendapat Ustadz tentang hukum merokok, dan kecenderungan Ustadz untuk mengharamkannya, karena dapat menimbulkan mudarat bagi si perokok, baik terhadap badan, jiwa, maupun hartanya, dan merokok itu merupakan semacam tindakan bunuh diri secara perlahan-lahan.
Selain itu, kami juga ingin mengetahui pendapat Ustadz mengenai bencana lain, yakni al-qat, yang tersebar diantara kami di Yaman sejak beberapa waktu lampau dan sudah dikenal di kalangan masyarakat, dari anak-anak muda hingga kalangan orang tua, sehingga para ulama dan para pengusaha pun memakannya tanpa ada yang mengingkari. Tetapi kami membaca dan mendengar bahwa sebagian ulama di negara lain mengharamkan al-qat ini dan mengingkari orang yang membiasakan dan selalu menggunakannya, karena menimbulkan mudarat dan israf, sedangkan Allah tidak menyukai orang-orang yang israf (penghambur harta).
Kami mohon penjelasan mengenai masalah yang sensitif bagi masyarakat Yaman ini. Mudah-mudahan Allah memberi balasan yang baik kepada Ustadz.
Kami telah mengetahui pendapat Ustadz tentang hukum merokok, dan kecenderungan Ustadz untuk mengharamkannya, karena dapat menimbulkan mudarat bagi si perokok, baik terhadap badan, jiwa, maupun hartanya, dan merokok itu merupakan semacam tindakan bunuh diri secara perlahan-lahan.
Selain itu, kami juga ingin mengetahui pendapat Ustadz mengenai bencana lain, yakni al-qat, yang tersebar diantara kami di Yaman sejak beberapa waktu lampau dan sudah dikenal di kalangan masyarakat, dari anak-anak muda hingga kalangan orang tua, sehingga para ulama dan para pengusaha pun memakannya tanpa ada yang mengingkari. Tetapi kami membaca dan mendengar bahwa sebagian ulama di negara lain mengharamkan al-qat ini dan mengingkari orang yang membiasakan dan selalu menggunakannya, karena menimbulkan mudarat dan israf, sedangkan Allah tidak menyukai orang-orang yang israf (penghambur harta).
Kami mohon penjelasan mengenai masalah yang sensitif bagi masyarakat Yaman ini. Mudah-mudahan Allah memberi balasan yang baik kepada Ustadz.
Fatwa Dr. Yusuf : Al-Qaradhawi : HAK ISTERI ATAS SUAMI
HAK ISTERI ATAS SUAMI
Pertanyaan:
Saya menikah dengan seorang laki-laki yang usianya lebih tua daripada saya dengan selisih lebih dari dua puluh tahun. Namun, saya tidak menganggap perbedaan usia sebagai penghalang yang menjauhkan saya daripadanya atau membuat saya lari daripadanya. Kalau dia memperlihatkan wajah, lisan, dan hatinya dengan baik sudah barang tentu hal itu akan melupakan saya terhadap perbedaan usia ini. Tetapi sayang, semua itu tak saya peroleh. Saya tidak pernah mendapatkan wajah yang cerah, perkataan manis, dan perasaan hidup yang menenteramkan. Dia tidak begitu peduli dengan keberadaan saya dan kedudukan saya sebagai isteri.
Dia memang tidak bakhil dalam memberi nafkah dan pakaian, sebagaimana dia juga tidak pernah menyakiti badan saya. Tetapi, tentunya bukan cuma ini yang diharapkan oleh seorang isteri terhadap suaminya. Saya melihat posisi saya hanya sebagai objek santapannya, untuk melahirkan anak, atau sebagai alat untuk bersenang-senang manakala ia butuh bersenang-senang. Inilah yang menjadikan saya merasa bosan, jenuh, dan hampa. Saya merasakan hidup ini sempit. Lebih-lebih bila saya melihat teman-teman saya yang hidup bersama suaminya dengan penuh rasa cinta, tenteram, dan bahagia.
Pada suatu kesempatan saya mengadu kepadanya tentang sikapnya ini, tetapi dia menjawab dengan bertanya, "Apakah aku kurang dalam memenuhi hakmu? Apakah aku bakhil dalam memberi nafkah dan pakaian kepadamu?"
Masalah inilah yang ingin saya tanyakan kepada Ustadz agar suami isteri itu tahu: Apakah hanya pemenuhan kebutuhan material seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal itu saja yang menjadi kewajiban suami terhadap isterinya menurut hukum syara'? Apakah aspek kejiwaan tidak ada nilainya dalam pandangan syari'at Islam yang cemerlang ini?
Saya, dengan fitrah saya dan pengetahuan saya yang rendah ini, tidak percaya kalau ajaran Islam demikian. Karena itu, saya mohon kepada Ustadz untuk menjelaskan aspek psikologis ini dalam kehidupan suami isteri, karena hal itu mempunyai dampak yang besar dalam meraih kebahagiaan dan kesakinahan sebuah rumah tangga.
Semoga Allah menjaga Ustadz.
Saya menikah dengan seorang laki-laki yang usianya lebih tua daripada saya dengan selisih lebih dari dua puluh tahun. Namun, saya tidak menganggap perbedaan usia sebagai penghalang yang menjauhkan saya daripadanya atau membuat saya lari daripadanya. Kalau dia memperlihatkan wajah, lisan, dan hatinya dengan baik sudah barang tentu hal itu akan melupakan saya terhadap perbedaan usia ini. Tetapi sayang, semua itu tak saya peroleh. Saya tidak pernah mendapatkan wajah yang cerah, perkataan manis, dan perasaan hidup yang menenteramkan. Dia tidak begitu peduli dengan keberadaan saya dan kedudukan saya sebagai isteri.
Dia memang tidak bakhil dalam memberi nafkah dan pakaian, sebagaimana dia juga tidak pernah menyakiti badan saya. Tetapi, tentunya bukan cuma ini yang diharapkan oleh seorang isteri terhadap suaminya. Saya melihat posisi saya hanya sebagai objek santapannya, untuk melahirkan anak, atau sebagai alat untuk bersenang-senang manakala ia butuh bersenang-senang. Inilah yang menjadikan saya merasa bosan, jenuh, dan hampa. Saya merasakan hidup ini sempit. Lebih-lebih bila saya melihat teman-teman saya yang hidup bersama suaminya dengan penuh rasa cinta, tenteram, dan bahagia.
Pada suatu kesempatan saya mengadu kepadanya tentang sikapnya ini, tetapi dia menjawab dengan bertanya, "Apakah aku kurang dalam memenuhi hakmu? Apakah aku bakhil dalam memberi nafkah dan pakaian kepadamu?"
Masalah inilah yang ingin saya tanyakan kepada Ustadz agar suami isteri itu tahu: Apakah hanya pemenuhan kebutuhan material seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal itu saja yang menjadi kewajiban suami terhadap isterinya menurut hukum syara'? Apakah aspek kejiwaan tidak ada nilainya dalam pandangan syari'at Islam yang cemerlang ini?
Saya, dengan fitrah saya dan pengetahuan saya yang rendah ini, tidak percaya kalau ajaran Islam demikian. Karena itu, saya mohon kepada Ustadz untuk menjelaskan aspek psikologis ini dalam kehidupan suami isteri, karena hal itu mempunyai dampak yang besar dalam meraih kebahagiaan dan kesakinahan sebuah rumah tangga.
Semoga Allah menjaga Ustadz.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HAK & KEWAJIBAN KELUARGA SI SAKIT & TEMAN-TEMANNYA
HAK & KEWAJIBAN KELUARGA SI SAKIT & TEMAN-TEMANNYA
(1/25)
Fakultas Kedokteran Universitas al-Malik Faishal di Dammam melaksanakan suatu kegiatan yang bagus dan mulia, yaitu menyusun sebuah buku yang membicarakan kode etik kedokteran dalam Islam.
Programnya disusun sedemikian bagus, masing-masing topik pembahasan diserahkan kepada sejumlah pemerhati masalah kedokteran dan syariah, dari kalangan ahli fiqih dan ahli kedokteran. Pihak fakultas menegaskan bahwa proyek ini semata-mata sebagai amal kebajikan karena Allah dan untuk mencari ridha-Nya, tidak ada tujuan materiil sama sekali. Orang-orang yang ikut andil menyumbangkan tulisannya pun tidak mendapatkan honorarium, pahala mereka hanya pada sisi Allah SWT.
Dewan redaksi meminta kepada saya untuk menulis salah satu dari topik yang berkaitan dengan "Hak dan Kewajiban Keluarga Si Sakit dan Teman-temannya." Topik ini membuat beberapa unsur penting yang layak untuk dijelaskan menurut tinjauan dalil dan ushul (prinsip) syar'iyah, antara lain:
A. Menjenguk orang sakit;
B. Adab menjenguk orang sakit;
C. Menanggung biaya pengobatan, seluruhnya atau sebagian;
D. Mendermakan (mendonorkan) darah untuk si sakit;
E. Mendonorkan organ tubuh;
F. Hak si sakit yang tidak normal pikirannya (karena terbelakang, karena di bawah ancaman, atau karena hilang akal);
G. Hak-hak si sakit menjelang kematiannya, dan adab bergaul dengannya;
H. Hak-hak si sakit yang mati otaknya, dan hukum kematian otak.
Saya meminta pertolongan kepada Allah, dan saya tulis apa yang diminta oleh panitia, meskipun kesibukan saya sangat banyak. Tulisan itu saya kirimkan kepada saudara A.D. Zaghlul an-Najjar untuk disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.
Oleh karena proses penerbitan buku tersebut cukup lama, maka saya memandang perlu memuat pembahasan tersebut dalam kitab ini agar manfaatnya lebih luas dan merata, disamping dapat segera dimanfaatkan. Segala puji teruntuk Allah yang telah memberikan taufiq-Nya.
Alhamdulillah, segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarganya, dan kepada orang- orang yang mengikuti petunjuknya.
Amma ba'du.
Sesungguhnya perubahan merupakan salah satu gejala umum bagi makhluk di alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Karena itu, makhluk-makhluk ini senantiasa menghadapi kondisi sehat dan sakit, yang berujung pada kematian.
Adapun manusia adalah makhluk hidup yang tertinggi peringkatnya, karena itu tidaklah mengherankan bila manusia ditimpa berbagai hal. Bahkan ia lebih banyak menjadi sasaran musibah tersebut dibandingkan makhluk lainnya, karena adanya faktor kemauan dan faktor alami yang mempengaruhi kehidupannya.
Oleh karena itu, syariat Islam menganggap penyakit atau sakit merupakan fenomena yang biasa dalam kehidupan manusia, mereka diuji dengan penyakit sebagaimana diuji dengan penderitaan lainnya, sesuai dengan sunnah dan undang-undang yang mengatur alam semesta dan tata kehidupan manusia.
Sebab itu pula terdapat berbagai macam hukum dalam berbagai bab dari fiqih syariah yang berkaitan dengan penyakit, yang seharusnya diketahui oleh seorang muslim, atau diketahui mana yang terpenting, supaya dia dapat mengatur hidupnya pada waktu dia sakit --sebagaimana dia mengaturnya ketika dia sehat-- sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai Allah, jauh dari apa yang dibenci dan dimurkai-Nya.
Diantara hukum-hukum ini adalah yang berhubungan dengan pengobatan orang sakit, hukum berobat, siapa yang melakukannya, bagaimana hubungannya dengan masalah kedokteran, pengobatan, dan obat itu sendiri, bagaimana bentuk kemurahan dan keringanan yang diberikan kepada si sakit berkenaan dengan kewajiban dan ibadahnya, dan bagaimana pula yang berhubungan dengan perkara-perkara yang dilarang dan diharamkan.
Misalnya yang berhubungan dengan hak dan kewajiban si sakit, serta hak dan kewajiban orang-orang di sekitarnya, seperti keluarga, sanak kerabat, dan teman-temannya.
Orang yang memperhatikan Al-Qur'anul Karim niscaya ia akan menjumpai kata al-maradh (penyakit/sakit) dengan kata-kata bentukannya yang disebutkan sebanyak lima belas kali, sebagian berhubungan dengan penyakit hati, dan kebanyakan berhubungan dengan penyakit tubuh. Sebagaimana Al-Qur'an juga menyebutkan kata-kata syifa' (obat) beserta variasi bentuknya sebanyak enam kali, yang kebanyakan berhubungan dengan penyakit hati.
Masalah ini juga mendapat perhatian dari para ahli hadits dan ahli fiqih, sehingga dapat kita jumpai dalam kitab-kitab hadits yang disusun menurut bab dan maudhu' (topik)-nya, yang di antaranya ialah "Kitab ath-Thibb" (obat/pengobatang)1 dan di antaranya --seperti Shahih al-Bukhari-- terdapat "Kitab al-Mardha" (orang-orang sakit). Ini berkaitan dengan "Bab ar-Ruqa" (mantra-mantra/jampi-jampi) jimat, penyakit 'ain, sihir, dan lain-lainnya. Kemudian ada pula masalah yang berkaitan dengan penyakit yang dimuat di dalam kitab al-Janaiz (jenazah).
Dalam kehidupan kita pada zaman modern ini telah timbul berbagai persoalan dan permasalahan dalam dunia penyakit dan kedokteran yang belum dikenal oleh para fuqaha kita terdahulu, bahkan tidak pernah terpikir dalam benak mereka. Karena itu fiqih modern harus dapat memahaminya dan menjelaskan hukum syara' yang berkaitan dengannya, sesuai dengan dalil-dalil dan prinsip-prinsip syariat.
Diantara ketetapan yang sudah disepakati ialah bahwa syariat menghukumi semua perbuatan orang mukallaf, yang besar ataupun yang kecil, dan tidak satu pun perbuatan mukallaf yang lepas dari bingkainya. Karena itu setiap perbuatan mukallaf yang dilakukan dengan sadar, pasti terkena kepastian hukum dari lima macam hukumnya, yaitu wajib, mustahab, haram, makruh, atau mubah.
Pada halaman-halaman berikut ini akan saya kemukakan hukum-hukum syara' yang terpenting dan pengarahan-pengarahan Islam yang berhubungan dengan kedokteran (pengobatan), kesehatan, dan penyakit, dengan mengacu pada nash-nash Al-Qur'an, As-Sunnah, dan maksud syariat juga dengan mengambil sebagian dari perkataan ulama-ulama umat yang mendalam ilmunya, dengan mengaitkannya dengan kenyataan sekarang. Kita mohon kepada Allah semoga Dia menjadikannya bermanfaat ...
amin.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : FITNAH DAN SUARA WANITA
FITNAH DAN SUARA WANITA
Pertanyaan:
Sebagian orang berprasangka buruk terhadap wanita. Mereka menganggap wanita sebagai sumber segala bencana dan fitnah. Jika terjadi suatu bencana, mereka berkata, "Periksalah kaum wanita!" Bahkan ada pula yang berkomentar, "Wanita merupakan sebab terjadinya penderitaan manusia sejak zaman bapak manusia (Adam) hingga sekarang, karena wanitalah yang mendorong Adam untuk memakan buah terlarang hingga dikeluarkannya dari surga dan terjadilah penderitaan dan kesengsaraan atas dirinya dan diri kita sekarang."
Anehnya, mereka juga mengemukakan dalil-dalil agama untuk menguatkan pendapatnya itu, yang kadang-kadang tidak sahih, dan adakalanya - meskipun sahih - mereka pahami secara tidak benar, seperti terhadap hadits-hadits yang berisi peringatan terhadap fitnah wanita, misalnya sabda Rasulullah saw:
"Tidaklah aku tinggalkan sesudahku suatu fitnah yang lebih membahayakan bagi laki-laki daripada (fitnah) perempuan."
Apakah maksud hadits tersebut dan hadits-hadits lain yang seperti itu? Hadits-hadits tersebut kadang-kadang dibawakan oleh para penceramah dan khatib, sehingga dijadikan alat oleh suatu kaum untuk menjelek-jelekkan kaum wanita dan oleh sebagian lagi untuk menjelek-jelekkan Islam. Mereka menuduh Islam itu dusta (palsu) karena bersikap keras terhadap wanita dan kadang-kadang bersikap zalim.
Mereka juga mengatakan, "Sesungguhnya suara wanita - sebagaimana wajahnya - adalah aurat. Wanita dikurung dalam rumah sampai meninggal dunia."
Kami yakin bahwa tidak ada agama seperti Islam, yang menyadarkan kaum wanita, melindunginya, memuliakannya, dan memberikan hak-hak kepadanya. Namun, kami tidak memiliki penjelasan dan dalil-dalil sebagai yang Ustadz miliki. Karena itu, kami mengharap ustadz dapat menjelaskan makna dan maksud hadits-hadits ini kepada orang-orang yang tidak mengerti Islam atau berpura-pura tidak mengerti.
Semoga Allah menambah petunjuk dan taufik-Nya untuk Ustadz dan menebar manfaat ilmu-Nya melalui Ustadz. Amin.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : EUTANASIA
EUTANASIA
PENGANTAR
Ini merupakan satu persoalan yang sampai kepada saya di antara sekian banyak persoalan mengenai kedokteran Islam dan hukum-hukumnya serta adab-adabnya, yang disampaikan lewat surat oleh Ikatan Dokter Islam Afrika Selatan. Persoalan pertama mengenai masalah berikut:
QATL AR-RAHMAH ATAU TAISIR AL-MAUT (EUTANASIA)
Pengertian qatl ar-rahmah atau taisir al-maut (eutanasia) ialah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan memudahkan kematian si sakit --karena kasih sayang-- yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat). Beberapa contoh di antaranya:
1. Seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa hingga penderita sering pingsan. Dalam hal ini dokter yakin bahwa yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : DISYARIATKAN MENJENGUK SETIAP ORANG SAKIT
DISYARIATKAN MENJENGUK SETIAP ORANG SAKIT
Dalam hadits-hadits yang menyuruh dan menggemarkan menjenguk orang sakit terdapat indikasi yang menunjukkan disyariatkannya menjenguk setiap orang yang sakit, baik sakitnya berat maupun ringan.
Imam Baihaqi dan Thabrani secara marfu' meriwayatkan:
"Tiga macam penderita penyakit yang tidak harus dijenguk yaitu sakit mata, sakit bisul, dan sakit gigi."
Mengenai hadits ini, Imam Baihaqi sendiri membenarkan bahwa riwayat ini mauquf pada Yahya bin Abi Katsir. Berarti riwayat hadits ini tidak marfu' sampai Nabi saw., dan tidak ada yang dapat dijadikan hujjah melainkan yang beliau sabdakan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Mengenai menjenguk orang yang sakit mata terdapat hadits khusus yang membicarakannya, yaitu hadits Zaid bin Arqam, dia berkata:
"Rasulullah saw. menjenguk saya karena saya sakit mata."12
Menjenguk orang sakit itu disyariatkan, baik ia terpelajar maupun awam, orang kota maupun orang desa, mengerti makna menjenguk orang sakit maupun tidak.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam "Kitab al-Mardha" dari kitab Shahih-nya, "Bab 'Iyadatul-A'rab," hadits Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw. pernah menjenguk seorang Arab Badui, lalu beliau bersabda, "Tidak apa-apa, suci insya Allah." Orang Arab Badui itu berkata, "Engkau katakan suci? Tidak, ini adalah penyakit panas yang luar biasa pada seorang tua, yang akan mengantarkannya ke kubur." Lalu Nabi saw. bersabda, "Oh ya, kalau begitu."13
Langganan:
Postingan (Atom)