Minggu, 05 November 2017

Metodologi Tafsir Ahkam Irsyadul al-Fuhul Karya Al-Syaukani oleh Derysmono, Lc, S.Pd.I, MA


Metodologi Tafsir Ahkam
Irsyadul al-Fuhul Karya Al-Syaukani



Oleh
Derysmono
NIM. 163530026

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
2017



Abstrak
Kajian ushul fiqih sangat erat hubungannya dengan al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya sebagai sumber hukum inti syariah islamiyah dijadikan sebagai hujjah yang diproses oleh kaidah-kaidah ushuliyah dalam menelurkan hukum-hukum syariah. Karena pada dasarnya setiap pengambilan hukum (istinbath) dalam syariat Islam harus berpijak atas al-Qur’an dan Sunnah Nabi (al-Zuhaili, 1986: 198).Terkhusus Al-Qur’an, Kajian di atas sering diistilahkan oleh sebagian ulama kajian tafsir ayat ahkam, yang melakukan istinbath hukum dari ayat Al-Qur’an. Di antara para ulama yang perhatian kepada perihal ini adalah al-Syaukani, beliau menulis buku berjudul “Irsyadul Fuhul”. Namun pertanyaannya bagaimana metodologi tafsir ayat ahkam pada buku tersebut?
Menurut Abu Zahrah terdapat dua pendekatan cara penggalian hukum (thuquq al-istinbath) dari nash. Pertama, pendekatan makna (thuruq ma’nawiyah), yaitu istidlal (penarikan kesimpulan hukum bukan kepada nash langsung seperti menggunakan qiyas, istihsan, mashalih mursalah, dzara’i dan lain sebagainya. Kedua, pendekatan lafadh (thuruq lafziyah) yaitu penerapannya membutuhkan beberapa faktor pendukung yang sangat dibutuhkan yaitu penguasaan terhadap ma’na dan lafadh-lafadh nash. Cara kerja para ushuli dalam istinbath hukum ini biasanya dilakukan melalui pengamatan dan induksi (istiqra’) sehingga kesimpulan yang mereka rumuskan (natijah) dapat dijadikan patokan untuk menetapkan hukum.
Interpretasi Al-Syaukani dalam buku ini sangat terwarnai sistematika penulisan ushuli, di mana beliau memulai dengan pembahasan al-mashadir al-muttafaq a’alaihi dan kemudian al-mukhtalaf fiiha lalu memberikan contoh-contoh ayat yang tematik. Dengan penjabaran bahasa yang tinggi, sungguh buku ini dibuat agar tidak dibaca sendiri melainkan harus ditalaqqi dengan seorang guru yang faham akan ilmu-ilmu berkaitan dengan ushul fiqh.
Metode tematik dipilih menjadi pisau analisis, karena metode ini dinilai sangat tepat mengkaji suatu buku yang berkaitan dengan yat-ayat hukum.
Sistematika  penulisan oleh Al-syaukani dalam kitab aslinya; 1) terdapat dua jilid untuk buku irsyadul fuhul,2) untuk jilid pertama terbagi menjadi;a) muqaddimah, b)penjelasan singkat atau sekilas tentang ilmu ushul.c) Tujuan pertama: : berkaitan dengan Al-Qur'an Al-Karim.d) Tujuan kedua  : berkaitan dengan As-Sunnah,e) Tujuan ketiga: Al-Ijma',f) Tujuan keempat: berkaitan dengan Al-Awamir, Al-Nawahi, Al-Umum, Al-khusus. 3) untuk jilid kedua membahas tentang; a) kelanjutan tujuan keempat, b) Tujuan kelima: di antara tujuan-tujuan kitab ini berkaitan dengan qiyas dan yang berkaitan dengan istidlal, c) Tujuan keenam : di antara tujuan-tujuan kitab ini berkaitan dengan Ijtihad dan Taqlid, d) Tujuan ketujuh : di antara tujuan-tujuan kitab ini berkaitan dengan  Ta'adul dan Tarjih.
Metode Penulisan Tafsir; a. Al-Syaukani menggunakan Metode Tematik atau Maudhu’I, b. Metode yang digunakan masih metode maudhu’i hanya saja al-syaukani langsung menambahkan makna atau maksud hukum pada ayat yang disebutkan, c. Selain Metode Maudhui, Al-Syaukani Juga menggunakan metode Muqarin atau perbandingan penafsiran atau hukum pada ayat yang disebutkan, d. Mazhab al-syaukani lebih dekat kepada Mazhab As-Syafi’i walaupun boleh jadi beliau punya pendapat sendiri yang berbeda dengan mazhabnya

































A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dari masa ke masa, para ulama berupaya mengembangkan metode  penafsiran Al-Qur'an mulai dari metode maudhu’i , ijmali , tahlili , muqarin . Dan sehingga setiap tafsir ada coraknya, dalam literatur sejarah tafsir biasanya diistilahkan dalam bahasa Arab yaitu “al-laun” yang arti “dasarnya warna”. Corak penafsiran yang dimaksud di sini ialah nuansa khusus atau sifat khusus yang memberikan warna tersendiri pada tafsir.  Di antara corak tersebut adalah Tafsir Bercorak Fiqh , Sufi ,  Lughawi,  Adabi , Falsafi , ‘Ilmi, dan Teologi dan lain-lainnya yang akan berkembang sesuai tempat dan zaman.
Dan pada makalah ini penulis akan menfokuskan kepada corak fiqh atau dengan istilah lain tafsir ahkam¸Tafsir Fiqhi  lebih populer dengan sebutanTafsir Ayat al-Ahkam atau Tafsir al-Ahkam, karena lebih berorientasi padaayat-ayat al-Qur’an, dengan mengambil Kitab Isrsyadul Fuhul karya Al-Syaukani sebagai objek analisanya. 
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Defenisi Tafsir Ayat Ahkam atau corak fiqhi?
2. Bagaimana biografi al-Syaukani?
3. Bagaimana Metodologi Tafsir Ayat Ahkam al-Syaukani pada bukunya Irsyadul Fuhul?
















B. Pembahasan
1. Pengertian Corak Fiqh atau Tafsir Ahkam
Dalam bahasa Indonesia kosakata “Corak” menunjuk kepada berbagai konotasi antara lain “Bunga” atau “Gambar-gambar” pada kain, anyaman, dan sebagainya. Misalnya dikatakan “Corak kain sarung itu kurang bagus; besar-besar corak kain batik itu” . Istilah Corak didalam bahasa arab adalah لون (warna).
Dalam kitab al-Dzahabi seperti ditulisnya corak-corak penafsiran al-Qur’an pada setiap fase dan corak-corak penafsiran di abad modern. Disamping istilah corak menggunakan لون dalam ilmu tafsir jugaditemukan term yang bersinonim dengannya. Yaitu ittijah, nahiyat, madrasat.Misalnya dikatakan(kecenderungan-kecendrungan aliran dalam tafsir al-Quran), .
Adapun Tafsir Ayat Ahkam atau Tafsir bercorak fiqh ialah kecenderungan tafsir dengan metode fiqh sebagai basisnya, atau dengan kata lain, tafsir yang berada di bawah pengaruh ilmu fiqh, karena fiqih sudah menjadi minat dasar mufasirnya sebelum dia melakukan usaha penafsiran. Tafsir semacam ini seakan-akan melihat Al-Quran sebagai kitab suci yang berisi ketentuan perundang-undangan, atau menganggap Al-Quran sebagai kitab hukum.
Bersamaan dengan lahirnya corak tafsir bil ma‟tsur, corak tafsir fiqh juga muncul pada saat yang bersamaan, melalui penukilan riwayat yang sama tanpa ada pembedaan di antara keduanya. Ini terjadi lantaran kebanyakan masalah yang muncul dan menjadi bahan pertanyaan para sahabat sejak masa awal Islam, sampai pada generasi selanjutnya adalah masalah yang berkaitan dengan aspek hukum. Dan seiring masa pembentukan madzhab, beragam peristiwa yang menimpa kaum muslimin mengantarkan pada pembentukan hukum-hukum yang sebelumnya mungkin tidak pernah ada. Maka masing-masing Imam madzhab melakukan analisis terhadap kejadian-kejadian ini berdasarkan sandaran Al-Quran dan al-Sunnah, serta sumber-sumber ijtihad lainnya. Dengan itu, para imam memberikan keputusan hukum yang telah melalui pertimbangan pemikiran di dalam hatinya, dan meyakini bahwa hal yang dihasilkan itu merupakan sesuatu yang benar, yang didasarkan pada dalil-dalil dan argumentasi.
Dari istilah yang digunakan para ulama tafsir untuk menjelaskan sosok penafsiran, tampak istilah corak lebih netral dan lebih familiar dengan budaya Indonesia. Jadi yang dimaksud dengan corak penafsiran ialah suatu warna, arah, atau kecenderungan pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi sebuah karya tafsir.
Setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam, mahzab fiqih, kecenderungan sufisme dari mufassir itu sendiri, sehingga tafsir yang dihasilkan akan mempunyai berbagai corak.
Abdullah Darraz mengatakan didalam kitabnya , bahwa ayat-ayat al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan tidak mustahil jikakita mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat.
Faktor yang cukup mencolok berkaitan dengan kemunculan corak tafsir fiqh adalah karya-karya yang menampilkan pandangan fiqh yang cukup sektarian, ketika kita menemukan tafsir fiqh sebagai bagian dari perkembangan kitab-kitab fiqh yang disusun oleh para pendiri madzhab. Meskipun begitu, ada pula sebagian yang memberikan analisis dengan membandingkan perbedaan pandangan madzhab yang mereka anut.
Penulis melihat bahwa kenapa Tafsih Ayat Ahkam lebih cepat berkembang ketimbang tafsir yang lain karena kubutuhan manusia terhadap hukum adalah hal yang dhoruri atau mendesak ketimbang dengan tafsir lainnya. Ayat-ayat hukum yang begitu dominan di dalam Al-Qur’an memerlukan interpretasi yang cepat dan pasti, sehingga hal ini sudah sejak lama dilakukan sejak dari Rasulullah Shalallahu A’laihi Wa Sallam ada hingga sekarang.
Menurut Abdullah Saeed Kenyataannya adalah banyak penafsiran Yang berfungsi sebagai hukum dalam masa pra-modern tidak lagiDianggap layak, kecuali oleh jumlah Muslim yang relatif sedikit. HanyaDalam keyakinan esensial, norma etika dan moral tertentu, terbilang jelas(Diperbolehkan) dan pedoman haram (dilarang) dan area keluarga terbatasHukum ada praktik dan tradisi yang konsisten.
Menurut penulis, itu berarti kajian metodologi tafsir hukum hendaknya tetap terus berkembang. buku irsyadul fuhul setidaknya juga membaca perubahan zaman ini.




2. Biografi Al-Syaukani 
Nama Lengkap al-Syaukani adalah Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn ‘Abdullah al-Syaukani al-Shan’ani al-Yamani Beliau lahir di Syaukan suatu kota dekat San’a, Yaman Utara pada hari Senin, 28 Zulqaidah 1173 H (1759 M) dan meninggal pada umur 76 tahun di San’a pada hari Rabu, 27 Jumadil akhir 1250 H (1834 M), dimakamkan di pemakaman Khuzaimah San’a. Keterangan lain mengatakan bahwa imam al-Syaukani di shalatkan di Masjid Jami’ al-Kabir, Sebelum kelahirannya, orang tuanya tinggal di San’a
ketika musim gugur mereka pulang ke Syaukan, kampung asal mereka dan pada waktu itulah al-Syaukani lahir. Dan tidak berapa lama setelah itu, ia dibawa oleh orang tuanya kembali ke san’a.
Ayahnya, Ali al-Syaukani (1130-1211 H), adalah seorang ulama yang terkenal di Yaman, yang bertahun-tahun dipercaya oleh pemerintah imam-imam Qasimiyyah, sebuah dinasti Zaidiyyah di Yaman, untuk memegang jabatan Qadi(hakim). Ia mengundurkan diri dari jabatan tersebut dua tahun menjelang ajalnya. Dalam lingkungan keluarga inilah al-Syaukani dibesarkan. Pada masa kecilnya, ia belajar al-Qur’an pada beberapa guru, yang diselesaikan pada al-Faqih Hasan ibn Abdullah al-Habi. Kemudian, ia meneruskan pelajarannya dengan mempelajari ilmu Tajwid pada beberapa guru (masyayikh) di San’a. sehingga ia menguasai bacaan al-Qur’an dengan baik.
Dalam muqaddimah tafsir Fath al-Qadr, tercatat sebanyak 36 karya Imam al-Syaukani yang diterbitkan dalam bentuk buku dan 14 buah karya tulisnya dalam bentuk manuskrip. Semua karya tulis itu diselesaikan oleh al-Syaukani dalam usia 36 tahun. Kemudian, produktifitasnya mulai menurun ketika pada usia 36 tahun pasca diangkatnya al-Syaukani menjadi hakim di San’a pada masa pemerintahan al-Imam al-Mansur Ali bin Abbas (1775 – 1809 M.) dan pada masa pemerintahan al-Mahdi Abdullah (1815-1835 M.).
Dari keluasan ilmu pengetahuan dan kedalaman wawasannya, Imam al-Syaukani dijuluki orang pada zamannya sebagai lautan ilmu yang tak bertepi, matahari pengetahuan, Syaikh Islam, Qadi al-Qudat dan lain sebagainya. Karangan-karangan Imam al-Syaukani melingkupi berbagai ilmu pengetahuan agama, seperti yang tertulis dalam pendahuluan kitabnya Fath al-Qadr sebagai
berikut . Diantaranya;
a. Irsyat al-Siqat ila ittifaq al-Syara’I ‘ala tauhid wa al-ma’ad wa al-nibuwwat
b. Amna’ Al-Syari’ah
c. Al-Qaulul Mufiid Fii Adillati Ijtihad Wa At-Taqlid
d. Al-Sail al-jaraj al-mutadaffiq ‘ala hada’iq al-azhar
e. Irsyadul Fuhul ila Tahqiq Al-Haqq min I’lmil Ushul
f. Al-Badr al-thaali’ bi mahasin min ba’d al-Qur’an al-sabi’.
g. Tuhfah al-Dzakirin bu’dah al-hisn al-hasin min kalam sayid al-mursalin
h. Ad-Darari Al-Mudhi’ah fii syarhi ad-Dururi al-bahiyyah
i. Syarhu Al-Shudur bi tahrim raf’il qubur
j. Al-Fawaid Al-Majmu’ah fii Al-Ahadist Al-Maudhu’ah
k. Fath Al-Qadiir Al-Jami’ Baina Fanni Ar-Riwayah wa dirayah min At-Tafsir
l. Nailul Authar Syaru Muntaqa Al-Akhbar
m. Qathrul Wali Ala Hadist Al-Wali
n. Durru As-Sahabah Fii Manaqib Al-Qarabah wa As-Shahabah
3. Mazhab dan aqidah al-Syaukani
Adapun Mazhab dan Aqidahnya Membincangkan al-Syaukani erat kaitannya dengan Syi’ah Zaidiyah. Al-Syaukani tumbuh dan terdidik dalam tradisi Syi’ah Zaidiyah. Ayahnya sendiri merupakan pembesar dan tokoh yang disegani dikalangan Syi’ah Zaidiyah.
Bahkan disebutkan sendiri dalam kitab al-Badr al-Tali bi Mahasin Man Ba’d al-Qarn al-Sabi, sebagaimana dikutip oleh Nasrun Rusli bahwa ia telah hafal kitab al-Azhar, kitab fikih yang popular dalam Mazhab Zaidiyah.Meski demikian, al-Syaukani juga mempelajari kitab ushul fikih Syafi’i,Syarh Jam’ al-jawami karya Jalaluddin al-Mahalli (w.864) dibawah bimbingan al-Hasan ibn Isma’il al-Maghribi , juga mempelajari kitab hadis hukum, Bulugh al-Maram karya al-imam ibn Hajar al-Asqalani (w. 852) pada al-Maghribi, kitab komentar al-Asqalani atas Shahih Bukhari, yang berjudul Fath al-Bari, yang banyak menyinggung fikih secara luas, dipelajarinya dari Kaukabani. Oleh karena itu, tidak heran kalau pendapat al-Syaukani terlihat lebih luas. Meskipun ia dibesarkan dalam kultur Zaidiyah, ia tidak merasa terikat dengan Mazhab tersebut, terutama setelah ia telah mampu melakukan ijtihad secara mandiri.
Dalam bidang fikih, Mazhab Zaidiyah lebih dekat kepada Mazhab-mazhab Ahl al-Sunnah dari pada Mazhab fikih Syi’ah. Tegasnya bahwa diakui bahwa fikih Zaidy sebagai bentuk fikih yang memiliki bentuk tersendiri, namun tidak jauh berbeda dengan fikih Mazhab yang empat.
Dalam ushul fikih , Syi’ah Zaidiyah juga tidak banyak berbeda dengan Mazhab-Mazhab Sunni. Dalil hukum yang menjadi dasar Zaidiyah ada empat,yakni: al-Qur’an, Sunnah, maslahah al-mursalah, dan istihsan. Namun ketika tidak ada dalil Syara’ sebagai landasan dalam menetapkan suatu hukum, maka mereka menggunakan dalil akal, dengan mengerahkan penalaran kapada illah hukum dan maqasid al-‘ammah li al-Syara’ (tujuan utama syariat).
Dari keterangan tentang hubungan al-Syaukani dan Syi’ah Zaidiyah di atas, bisa diketahui dan difahami bahwa al-Syaukani dengan ajaran-ajaran dalamSyi’ah Zaidiyah sangat erat. Sebagaimana dipaparkan diatas, ajaran-ajaran Syi’ahZaidiyah sangat dekat dengan ajaran yang dianut oleh Ahl al-Sunnah. Maka ajaran yang dianut oleh al-Syaukani juga tidak jauh dengan ajaran Ahl Sunnah. Selanjutnya, hubungan al-Syaukani dengan Syi’ah Zaidiyah adalah ketika al-Syaukani terlahir di Yaman, paham yang berkembang ketika itu adalah paham Zaidiyah . Hal ini artinya bahwa al-Syaukani semenjak kecil sudah bersentuhan dengan paham dan ajaran Syi’ah Zaidiyah. Sehingga tidak diragukan kekokohan dan hubungan al-Syaukani dengan Syi’ah Zaidiyah.
Penulis melihat bahwa walaupun al-Syaukani bermazhab zaidy namun karya tulisan beliau yang begitu banyak dijadikan rujukan oleh para ulama sunni, ini mengisyaratkan bahwa tulisandan aqidah beliau banyak memiliki kesamaan dengan aqidah sunniyyah, sehingga bagaimana mungkin para ulama tersebut menjadi karya-karya beliau sumber rujukan hukum. Wallahua’lam.
4. Metodologi Tafsir Ahkam dalam Irsyad Al-Fuhul
a. Latar belakang penulisan Irsyad al-Fuhul
Al-Syaukani mengatakan dalam muqaddimah kitab Irsyadul fuhul;
“Sesungguhnya ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang menjadi sandaran dalam memecahkan masalah. Dan menghadapkan bukti-bukti, hukum-hukum yang benar, rangkuman permasalahan, Dan permasalahan-permasalahan yang telah diputuskan. Dan peraturan yang dijalankan, yang dapat menjadi bahan pembahasan bagi orang-orang yang berpendapat, sebagaimana kita pandang dalam pembahasan para pakar fiqih, para penulis, karena apabila salah satu dari mereka bersaksi atas apa yang mereka bicarakan dari perkataan-perkataan ahli ushul, dan tunduk kepada orang-orang yang berdebat, meskipun dari orang-orang terkemuka, untuk mempercayakan mereka bahwa permasalahan semacam ini, adalah aturan di atas kebenaran, menerima kebenaran, sesuai bukti-bukti ilmiah dari akal maupun kenyataan, penyingkatan dari keburukan fii syaiin minha.
Orang-orang terkemuka, meskipun akan berbahaya dikemudian hari, dan dengan inilah akhirnya banyak dari kalangan orang-orang berilmu yang lebih memilih untuk ikut berpendapat, dapat mengemukakan pendapat lebih baik, dan dia mengira bahwa dia belum melakukan selain ilmu riwayah, dan dia membuat ku akan membuat hal tersebut yang mana itu setelah datang pertanyaan dari jama'ah untukku dari kalangan orang-orang berilmu atas permasalahan-permasalahan ini.
Ketahuilah para penuntu ilmu yang benar, sesungguhnya kitab ini menerangkan untuknya pembebasan "tanpa prasangka" Dan memaksimalkan jumlah disertakan karena manfaat perorangan didalam hati umat yg beriman, dan Ia tidak tahu apa itu terdiri dari pengetahuanyg benar Kecuali ia menjadi seoran pentahqiq.
Tidak saya sebutkan dari prinsip-prinsip yang dikutip oleh perancangnya dalam seni ini, kecuali apa yang disebutkan, lebih berguna, sepenuhnya berkaitan, dan menambah manfaat.
Tujuannya : telah saya ungkapkan padamu tentang hal-hal yang masih tertutup atau beliau jelas, ungkapan yang akan membedakan mana yang benar dan salah,setelah itu disembunyikan dari mata yang memandang dengan menyempurnakan jilbab Meskipun ini adalah manfaat yang besar di mana kontestan bersain dari kalangan siswa karena merubah sesuatu kepada kebenaran goyatu tholabat dan kemauan yg terakhir terutama dalam seni rupa yang banyak merujuk dari kalangan orang-orang yang berijtihad dengan merujuk kepada taqlid,  dan mereka tidak merasa dalam suatu hal, dan menyetujui kebanyakan yang memegang tegung dalil-dalil dengan sebab dalampandangan suatu pembahasan,dan mereka tidak mengetahuinya, dan saya menamakan kitab ini :
"إِرْشَادَ الْفُحُولِ إِلَى تَحْقِيقِ الْحَقِّ مِنْ عِلْمِ الْأُصُول"
menurut penulis, As-Syaukani berupaya agar buku ini menjadikan pembacanya tidak menjadi muqallid semata, melainkan meningkat sehingga mengetahui ilmunya. Seni berijtihad dalam hukum hendaknya dimiliki oleh para penuntut ilmu.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Dr. Yusuf Dalkat dalam jurnalnya yang berjudul "Introduction to Research Methodology in Islamic Studies" salah satu yang menjadi saran beliau kerika menganalisa hukum Islam adalah Metodologi para ahli hukum harus digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan hukum, namun berkaitan dengan Tauhid atau masalahAgama komparatif membutuhkan metodologi para Sarjana Usuluddin.
b. Sinopsis buku 
Sistematika  penulisan oleh Al-syaukani dalam kitab aslinya
1) terdapat dua jilid untuk buku irsyadul fuhul
2) untuk jilid pertama terbagi menjadi
a) muqaddimah
b)penjelasan singkattentang ilmu ushul
c) Tujuan pertama: : berkaitan dengan Al-Qur'an Al-Karim
d) Tujuan kedua  : berkaitan dengan As-Sunnah
e) Tujuan ketiga: Al-Ijma'
f) Tujuan keempat: berkaitan dengan Al-Awamir, Al-Nawahi, Al-Umum, Al-khusus.
3) untuk jilid kedua membahas tentang
a) kelanjutan tujuan keempat:
b) Tujuan kelima: di antara tujuan-tujuan kitab ini berkaitan dengan qiyas dan yang berkaitan dengan istidlal.
c) Tujuan keenam : di antara tujuan-tujuan kitab ini berkaitan dengan Ijtihad dan Taqlid
d) Tujuan ketujuh : di antara tujuan-tujuan kitab ini berkaitan dengan  Ta'adul dan Tarjih.
c. Metode istinbathhukum dari Nash-nash
Dalam kitab ini, As-Syaukani menjelaskan ada 3 ilmu yang harus dikuasai dalam istinbath hukum.
استمداد علم أصول الفقه:
وَأَمَّا اسْتِمْدَادُهُ فَمِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ:
الْأَوَّلُ: عِلْمُ الكلام ، لتوقف الأدلة الشرعية على معرفة الباري سُبْحَانَهُ، وَصِدْقِ الْمُبَلِّغِ، وَهُمَا مَبْنِيَّانِ فِيهِ، مُقَرَّرَةٌ أدلتهما من مَبَاحِثِهِ.
الثَّانِي: اللُّغَةُ الْعَرَبِيَّةُ؛ لِأَنَّ فَهْمَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَالِاسْتِدْلَالَ بِهِمَا مُتَوَقِّفَانِ عَلَيْهَا، إِذْ هُمَا عَرَبِيَّانِ.
الثَّالِثُ: الْأَحْكَامُ الشَّرْعِيَّةُ مِنْ حَيْثُ تَصَوُّرِهَا؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ إِثْبَاتُهَا أَوْ نَفْيُهَا، كَقَوْلِنَا: الْأَمْرُ للوجوب، والنهي للتحريم، والصلاة واجبة، والربا حرام.
وجه ذكرنا لما اشتمل عليه هذا الفضل أَنْ يُوجِبَ زِيَادَةَ بَصِيرَةٍ لِطَالِبِ هَذَا الْعِلْمِ كما لا يخفى على ذي فهم.
1) Ilmu kalam;untuk mengetahui tujuan dalil-dalil syar’i, dan kebenaran orang yang menyampaikan, dan keduanya dapat dipelajari dengan ilmu kalam, ....
2) Bahasa Arab; memahami Al-Qur’an, As-Sunnah dan istidlal keduanya dengan menggunakan bahasa arab karena keduanya disampaikan dalam bahasa Arab.
3) Gambaran Hukum Syar'i; karena maksud dari kajian ini adalah untuk mengetahui apakah suatu hukum benar adanya atau tidak ada dalam hukum syar’i, seperti ketika kita mengatakan; maksud dari perintah adalah tujuannya mewajibkan, tujuan dari penglarangan adalah pengharaman, dan Shalat itu hukumnya wajib, hukum riba itu adalah haram.
Atas penjelasan dan keutamaan yang kami sebutkan, itu artinya hendaknya bagi penuntut ilmu utuk mempelajari ilmu ini.
d. Metodologi penafsiran 
1) Al-Syaukani menggunakan Metode Tematik atau Maudhu’i
Contohnya Ayat-ayat di bawah ini merupakan dalil dari ahli bahasa yang dikutip oleh al-Syaukani dalam menjelaskan bahwa lafaz 'amr yang digunakan dalam kata kerja.di antara ayat-ayat yang dikutip Al-syaukani;
a) مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ(QS. Al-A'raf: 12) Maksud dari Istifham di sini adalah untuk menghinakan. Hal ini juga beliau jelaskan pada Tafsirnya Fathul Qadiir.
b) اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيس(QS. Al-baqarah: 34)amr di sini maksudnya adalah untuk wajib
c) وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ارْكَعُوا لا يَرْكَعُون(QS. al-murasalat: 48) maksudnya adalah untuk menyindir mereka yang sudah diperintahkan namun tidak dilaksanakan.
d)إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُون(QS. An-Nahl: 40) yang dimaksudkan di sini adalah amr haqiqah dan bukan majazi
Penulis melihat bahwa al-syaukani mengkelompokan ayat sesuai temanya misalkan pada bab amr atau lafaz perintah ini semua ayat yang berkaitan dengannya maka beliau menuliskannya pada bab ini.
2) Metode yang digunakan masih metode maudhu’i hanya saja al-syaukani langsung menambahkan makna atau maksud hukum pada ayat yang disebutkan. Contohnya ayat-ayat di bawah ini;
A. Bentuk-bentuk larangan dan maknanya
a)رَبَّنَالَاتُزِغْقُلُوبَنَا  (QS. Ali-Imran: 8) maknanya untuk berdo'a
b)لَاتَسْأَلواعَنْأَشْيَاء  (QS. al-Maidah: 101) makna untuk irsyad
c)وَلاتَمُدَّنَعَيْنَيْك  (QS. An-Najm: 88) makna untuk menghinakan
3) Selain Metode Maudhui, Al-Syaukani Juga menggunakan metode Muqarin atau perbandingan penafsiran atau hukum pada ayat yang disebutkan. Contohnya di bawah ini;
B. Bentuk-bentuk ‘Aam dan maknanya
a)وَالسَّارِقُوَالسَّارِقَةُفَاقْطَعُوا (QS. Al-Maidah: 38)
b)الزَّانِيَةُوَالزَّانِيفَاجْلِدُوا (QS. An-Nur: 2)
اخْتَلَفُوا فِي الْمُقْتَضَى هَلْ هُوَ عَامٌّ أَمْ لَا؟ وَلَا بُدَّ مِنْ تَحْرِيرِ تَصْوِيرِهِ قَبْلَ نَصْبِ الْخِلَافِ فِيهِ، فَنَقُولُ: المقتضِي بِكَسْرِ الضَّادِ، هُوَ اللَّفْظُ الطَّالِبُ لِلْإِضْمَارِ، بِمَعْنَى أَنَّ اللَّفْظَ لَا يَسْتَقِيمُ إِلَّا بِإِضْمَارِ شَيْءٍ، وَهُنَاكَ مُضْمَرَاتٌ مُتَعَدِّدَةٌ فَهَلْ تُقَدَّرُ جَمِيعُهَا، أَوْ يُكْتَفَى بِوَاحِدٍ مِنْهَا، وَذَلِكَ التَّقْدِيرُ هُوَ المقتضَى بِفَتْحِ الضَّادِ.
وَقَدْ ذَكَرُوا لِذَلِكَ أَمْثِلَةً، مِثْلَ قوله تعالى: {الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ} و"قدره بَعْضُهُمْ: وَقْتُ إِحْرَامِ الْحَجِّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ، وَبَعْضُهُمْ قَدَّرَهُ: وَقْتُ أَفْعَالِ الْحَجِّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ.(QS. Al-Baqarah: 197)
Dalam contoh di atas al-Syaukani menyebutkan perbedaan pendapat dari para ulama, dalam permasalahan al-Muqtadho, contohnya ada ayat yang menyebutkan haji itu adalah bilangan bulan tertentu. Maka sebagian ulama menentukan hari apa itu.
C. bentuk-bentuk khusus dan maknanya
اخْتَلَفُوا فِي الِاسْتِثْنَاءِ الْوَارِدِ بَعْدَ جُمَلٍ مُتَعَاطِفَةٍ، هَلْ يَعُودُ إِلَى الْجَمِيعِ، أَوْ إِلَى الْأَخِيرَةِ كَقَوْلِهِ سُبْحَانَهُ: {وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقّ} إلى قوله: {إِلَّا مَنْ تَابَ}.فَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ وَأَصْحَابُهُ، إِلَى أَنَّهُ يَعُودُ إِلَى جَمِيعِهَا، مَا لَمْ يَخُصَّهُ دَلِيلٌ.وَقَدْ نَسَبَ ابْنُ الْقَصَّارِ هَذَا الْمَذْهَبَ إِلَى مَالِكٍ.قَالَ الزَّرْكَشِيُّ: وَهُوَ الظَّاهِرُ مِنْ مَذَاهِبَ أَصْحَابِ مَالِكٍ.وَنَسَبَهُ صَاحِبُ "الْمَصَادِرِ" إِلَى الْقَاضِي عَبْدِ الْجَبَّارِ، وَحَكَاهُ الْقَاضِي أَبُو بَكْرٍ عَنْ الْحَنَابِلَةِ قَالَ: وَنَقَلُوهُ عَنْ نَصِّ أَحْمَدَ فَإِنَّهُ قَالَ: فِي قوله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا يُؤَمَّنَّ الرَّجُلُ فِي سُلْطَانِهِ وَلَا يُقْعَدُ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ" 3 قَالَ: أَرْجُو أن يكون الاستثناء على كله.(QS. Al-Furqan: 68-70)
Pada contoh di atas. Al-Syaukani juga masih menggunakan metode muqarin, yang menekankan pada perbandingan mazhab pada hukum atau istinbatnya dalam memahami suatu ayat yang multitafsir. 
D. Bentuk muthlaq  dan muqayyad
مِثَالُهُ: قَضَاءُ رَمَضَانَ الْوَارِدُ مُطْلَقًا فِي قَوْلِهِ سُبْحَانَهُ: {فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} ، وَصَوْمُ التَّمَتُّعِ الْوَارِدُ مُقَيَّدًا بِالتَّفْرِيقِ فِي قَوْلِهِ تعالى: {فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ} ، وَصَوْمُ كَفَّارَةِ الظِّهَارِ الْوَارِدِ مُقَيَّدًا بِالتَّتَابُعِ فِي قوله تعالى: {فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ} . قَالَ: فَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الْمُطْلَقَ يَتَقَيَّدُ بِالْمُقَيَّدِ لفظًا ترك المطلق ههنا عَلَى إِطْلَاقِهِ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ تَقْيِيدُهُ بِأَحَدِهِمَا أَوْلَى مِنْ تَقْيِيدِهِ بِالْآخَرِ، وَمَنْ حَمَلَ الْمُطْلَقَ عَلَى المقيد لقياس حمله ههنا عَلَى مَا كَانَ الْقِيَاسُ عَلَيْهِ أَوْلَى
Pada contoh di atas di mana al-syaukani menjelaskan kepada kita bahwa ada perbedaan pendapat para ulama kaitannya dengan muthlaq dan muqayyad, ada yang meyakini bolehnya Hamlul muthlaq a’lal muqayyad ada juga yang berpendapat bahwa hal itu tidak boleh. Namun al-Syaukani lebih netral dalam pendapat ini tidak condong kepada pendapat siapa pun.
4) Mazhab al-syaukani lebih dekat kepada Mazhab As-Syafi’i walaupun boleh jadi beliau punya pendapat sendiri yang berbeda dengan mazhabnya. Berikut contoh ayat yang dikutip oleh al-Syaukani;
E. Bentuk mantuq  dan mafhum 
كَقَوْلِهِ تَعَالَى: {الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ}، وقوله تَعَالَى: {إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ} 2. وَهُوَ حُجَّةٌ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ، كَمَا نَقَلَهُ "الْفَخْرُ الرَّازِيُّ، وَالْغَزَالِيُّ"*، وَهُوَ فِي التَّحْقِيقِ دَاخِلٌ فِي مَفْهُومِ الصِّفَةِ، بِاعْتِبَارِ مُتَعَلِّقِ الظَّرْفِ الْمُقَدَّرِ، كَمَا تَقَرَّرَ فِي عِلْمِ الْعَرَبِيَّةِ.
(QS. Al-Baqarah: 197), (QS. Al-Jumu'ah: 9)
Penulis melihat Pada beberapa tulisan-tulisan beliau yang lain, al-Syaukani lebih mendahulukan pendapat al-Syafi’i, ini mengisyaratkan beliau lebih dekat kepada mazhab al-syafi’i walaupun tidak beliau sebutkan secara langsung. Karena taqdim atau mendahulukan suatu pendapat ketimbang pendapat lain punya indikasi ia mengutamakan pendapat yang didahulukan walaupun tidak desebutkan secara langsung.
yang menarik adalah ketika di jilid kedua beliau membahas tentang syarat mujtahid , ada 5 yang beliau syaratkan ;
1. Hendaknya mengetahui Nash-Nash Al-Qur'an dan As-Sunnah terutama tetang hukum
2. Hendaknya mengetahui ilmu mustholah Hadist
3. Hendaknya meingetahui Bahasa Arab
4. hendaknya mengetahui ushul Fiqh
5. hendaknya mengetahui nasikh dan mansukh






















C. Penutup
1. Kesimpulan
Tafsir Ayat Ahkam atau Tafsir bercorak fiqh ialah kecenderungan tafsir dengan metode fiqh sebagai basisnya, atau dengan kata lain, tafsir yang berada di bawah pengaruh ilmu fiqh, karena fiqih sudah menjadi minat dasar mufasirnya sebelum dia melakukan usaha penafsiran.Tafsir semacam ini seakan-akan melihat Al-Quran sebagai kitab suci yang berisi ketentuan perundang-undangan, atau menganggap Al-Quran sebagai kitab hukum.
Nama Lengkap al-Syaukani adalah Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn ‘Abdullah al-Syaukani al-Shan’ani al-Yamani Beliau lahir di Syaukan suatu kota dekat San’a, Yaman Utara pada hari Senin, 28 Zulqaidah 1173 H (1759 M) dan meninggal pada umur 76 tahun di San’a pada hari Rabu, 27 Jumadil akhir 1250 H (1834 M), dimakamkan di pemakaman Khuzaimah San’a. Keterangan lain mengatakan bahwa imam al-Syaukani di shalatkan di Masjid Jami’ al-Kabir, Sebelum kelahirannya, orang tuanya tinggal di San’a.
Sistematika  penulisan oleh Al-syaukani dalam kitab aslinya; 1) terdapat dua jilid untuk buku irsyadul fuhul,2) untuk jilid pertama terbagi menjadi;a) muqaddimah, b)penjelasan ilmu ushul.c) Tujuan pertama: : berkaitan dengan Al-Qur'an Al-Karim.d) Tujuan kedua  : berkaitan dengan As-Sunnah,e) Tujuan ketiga: Al-Ijma',f) Tujuan keempat: berkaitan dengan Al-Awamir, Al-Nawahi, Al-Umum, Al-khusus. 3) untuk jilid kedua membahas tentang; a) kelanjutan tujuan keempat, b) Tujuan kelima: di antara tujuan-tujuan kitab ini berkaitan dengan qiyas dan yang berkaitan dengan istidlal, c) Tujuan keenam : di antara tujuan-tujuan kitab ini berkaitan dengan Ijtihad dan Taqlid, d) Tujuan ketujuh : di antara tujuan-tujuan kitab ini berkaitan dengan  Ta'adul dan Tarjih.
Metode Penulisan Tafsir; a. Al-Syaukani menggunakan Metode Tematik atau Maudhu’i, b. Metode yang digunakan masih metode maudhu’i hanya saja al-syaukani langsung menambahkan makna atau maksud hukum pada ayat yang disebutkan, c. Selain Metode Maudhui, Al-Syaukani Juga menggunakan metode Muqarin atau perbandingan penafsiran atau hukum pada ayat yang disebutkan, d. Mazhab al-syaukani lebih dekat kepada Mazhab As-Syafi’i walaupun boleh jadi beliau punya pendapat sendiri yang berbeda dengan mazhabnya.

Daftar Pustaka


Bahasa Arab
Abu Zahrah, Muhammad, Al-Imam Zaid Hayatuhu wa Ara’uh wa Fiqhuh (Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1974), Hal. 447
Abduh, Risalah al-Tauhid (Kairo: tt, 1969), Hal. 7.
Bek, Muhammad Hudhari, Tarikh al-Tasyri‘ al-Islami, Beirut: Dar al-Kutub, 1967, hal. 94.
Al-Darraz,Abd, al-Naba' al-Adzhim, (Mesir: Dar al-'Urubah, 1960),
Al-Dzahabi,Muhammad  Husein, al- Tafsir wa al-Mufassirun, (Nasyr: Tuzi‟, 2005)
Al-Farmawi,Abd. Hayy, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, (Mesir: Mathba‟ah al-Hadharat al-„Arabiyyah, 1997)
Jibril, Madkhal ila Manahij al-Mufassirin, (Kairo:al-Risalat, 1978)
Manzhur,Ibnu, lisan Al-Arab, (Bairut: Dar Shadir)
Al-Maliki, Ibrahim, Ad-Dibaaj Al-Mazhab di ma’rifati a’yan Ulama Al-Mazhab, (Bairut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, T.T)
Al-Muqarry,Ahmad bin Muhammad bin Ali, Al-Mishbah Al-Munir fii Ghariib Asyrah Al-Kabir, (Bairut: Al-Maktabah Ilmiyyah)
Al-Syaukani, Imam Muhammad bin ‘Ali, al-Badr al-Tali’ bin Mahasin Man al-Qarn al-Sabi’, (Beirut Dar al- Ma’rifah ,t,th.), j.2,
Al-Syaukani, Imam Muhammad bin ‘Ali, Fathul Qadir al-jami’ bayna Fannay al-Riwayah wal Diarayah min al-Ilm al-Tafsir, (Mesir: Musthofa Al-Baby Al-Halabi, 1238H/1964 M), tahqiq dan Takhrij, Sayyid Ibrahim , (Kairo-Mesir: Dar al-Hadis, 2007), Juz 1,
Muhammad Ali al-Syaukani,Fath Al-Qadiirbayna Fannay al-Riwayah wal Diarayah min al-Ilm al-Tafsir,, ( Bairut; Dar Ibn Katsir, 1414H), Cet. 1, Juz, 2, Hal. 218.
Al-Syaukani, Muhammad Ali, Irsyadul Fuhul ila tahqiqil haqq min i’lmil ushul,ditahqiq oleh Abu Hafsh Sami Al-Arabi (Riyadh: Darul Fadhilah, 1421H), Jild. 1,
Al-Syaukani, Muhammad ibn Ali Muhammad, Nail al-Authar, Muntaqa al-Akhbar, (Beirut: Dar al-Fikr, 1961), juz 1, cet. 3,
Al-Zaidi,Muhammad Murtadha, Taajul A'rus min Jawahiril Qomus, (Dar Hidayah),
Zahrah, Muhammad Abu, Tarikh al-Madzahib alIslamiah, juz 2, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, tt., hal. 101-10.

Bahasa Inggris
Dalkat,Dr. Yusuf, Introduction to Research Methodology in Islamic Studies, Journal of Islamic Studies and Culture, December 2015, Vol. 3, No. 2, pp. 147-152, ISSN: 2333-5904 , 2333-5912, Hal. 152
Embong, Abdul Hanis, Mohd Shukri Hanapi, The Application Methods of the Holy Quran’s Interpretations in Islamic-Related Research, International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 2017, Vol. 7, No. 2, ISSN: 2222-6990, Hal. 522
Saeed,Abdullah, Interpreting the Qur'an: towards a contemporary approach, (New York: Routledge is an imprint of the Taylor & Francis Group, 2006) Hal. 2

Bahasa Indonesia
Abd. Kholid, Kuliah Madzahib al-Tafsir, (IAIN Sunan Ampel Surabaya: Fakultas Ushuluddin, 2003),
Al-Jamal, M.Hasan, hayaul ummah, penerjemah M.khaled Muslih dan H.Imam Awaluddin (Jakarta:Pustaka Kautsar, 2005), cet.I
Al-Qattan,Manna’ Khalil, Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011)
Amal,Taufik Adnan , dkk. Tafsir Kontekstual Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1990)
Anwar,Rosihon, Ilmu Tafsir, (Bandung: CV. Pustaka setia, 2000)
al- Aridl, Ali Hasan, Sejarah dan Metodology Tafsir, terjemah dari Tarikh ilmu at Tafsir wa Manahi al-Mufasirin oleh Ahmad akrom, (Rajawali Press, Jakarta, 1992)
Atabik, Ahmad, Peran Mantuq dan Mafhum dalam memahami al-qur’an dan as-sunnah, YUDISIA, Vol. 6, No. 1, Juni 2015
Baidan, Nashruddin, “Tinjauan Kritis Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia”, didalam profetika, vol. 2, No. 2, (Surakarta: PMSI-UMS, 2000)
Izzan,Ahmad,Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2011)
al- Munawwar Said Agil Husen, dan Masykur Hakim, Ijaz al-Qur'an dan Metodology Tafsir, (Dian Utama, Semarang, , 1994)
Mustaqim,Abdul, Aliran-Aliran Tafsir; Dari Periode Klasik hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Kreasi Warna, 2005)
Rusyadi, Kamus Indonesia-Arab, (Jakarta: Renika cipta, 1995)
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. Ke-1 (Jakarta: Balai Pustaka, 1988)

Tidak ada komentar: