Jumat, 17 November 2017

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : JAWABAN SINGKAT TERHADAP PERTANYAAN SEPUTAR MASALAH KEDOKTERAN

JAWABAN SINGKAT TERHADAP PERTANYAAN SEPUTAR MASALAH KEDOKTERAN

Pertanyaan-pertanyaan  berikut  ini  cukup  menggoda   pikiran dokter-dokter   muslim,  khususnya  yang  bertugas  di  negara non-lslam. Maka dalam hal ini, kami memerlukan jawaban  secara singkat agar mudah merincinya.

A. Wanita dan Kelahiran

Pertanyaan: Apa yang harus diucapkan saat bayi dilahirkan?

Jawaban: Diazani pada  telinga  kanannya  seperti  azan  untuk shalat, sebagaimana yang dilakukan Nabi saw. ketika Hasan anak Fatimah  dilahirkan,  agar  kalimat  pertama  yang  masuk   ke telinganya adalah kalimat takbir dan tauhid.

Pertanyaan: Apakah bayi yang gugur wajib dishalati?

Jawaban: Bayi yang gugur tidak perlu dishalati kecuali jika ia lahir dalam keadaan hidup, meskipun hanya beberapa menit.

Pertanyaan:  Sebagian  orang  beranggapan  bahwa  menggugurkan kandungan  diperbolehkan  asalkan  janin  belum  berusia  tiga bulan. Apakah pendapat ini benar?  Apa  yang  harus  dilakukan orang  yang membantu menggugurkan kandungan yang belum berusia tiga bulan, kalau pada waktu itu ia belum  mengerti  hukumnya? Apakah  ia harus membayar kafarat pembunuhan suatu jiwa karena perbuatannya itu?

Jawaban: Pada dasarnya --menurut pendapat  yang  saya  pandang kuat-menggugurkan kandungan tidak diperbolehkan kecuali karena udzur. Apabila dilakukan sebelum kandungan berusia empat puluh hari,  maka  hal  itu  masih  ringan,  lebih-lebih  jika udzur (alasannya) kuat. Adapun setelah kandungan berusia lebih  dari empat puluh hari yang ketiga (yakni 120 hari) maka tidak boleh digugurkan sama sekali.

Pertanyaan: Bagaimana  hukum  memasang  alat-alat  kontrasepsi pada  wanita  dan  laki-laki  untuk  mencegah  kehamilan, baik terhadap kaum muslim maupun terhadap orang nonmuslim?

Jawaban: Tidak boleh, karena hal itu berarti mengubah  ciptaan Allah,  serta  termasuk  perbuatan dan penghias setan. Kecuali dalam  keadaan  sangat  darurat,   misalnya   jika   kehamilan membahayakan  si  ibu,  sedangkan  cara penanggulangan lainnya tidak ada. Maka hal  ini  merupakan  darurat  individual  yang jarang  terjadi, dan diukur dengan kadarnya, serta tidak boleh dijadikan kaidah umum.


B. Masalah Amaliah

Pertanyaan: Bolehkah melakukan  shalat  sementara  di  pakaian terdapat darah?

Jawaban:  Boleh,  apabila  darahnya  hanya sedikit, atau sukar dibersihkan, karena menurut kaidah: "segala sesuatu yang sulit dipelihara, maka ia dimaafkan."

Pertanyaan:   Bolehkah   melakukan   shalat   jika   kesulitan mengetahui arah kiblat?

Jawaban: Apabila ia telah  berusaha  mencarinya  tetapi  belum juga  dapat  mengetahui  arah  kiblat, atau yang mendekatinya, maka bolehlah ia menghadap ke arah mana saja.  Dalam  hal  ini Allah berfirman:
"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap, disitulah wajah Allah ..."(al-Baqarah: 115)
Pertanyaan: Bagaimana hukum menjama'  shalat  apabila  seorang dokter sangat sibuk misalnya ketika menghadapi persalinan?

Jawaban:  Dia  boleh  menjama  shalat  zuhur dengan asar, atau shalat magrib dengan shalat isya',  baik  dengan  jama  taqdim maupun  jama  ta'khir, mana yang dianggap mudah baginya, yaitu dengan jama saja tanpa diqashar. Memperbolehkan menjama karena udzur  adalah mazhab Imam Ahmad, berdasarkan hadits Ibnu Abbas dalam kitab sahih (Muslim).

Pertanyaan: Bagaimana hukum mengusap kaos kaki?

Jawaban: Enam belas orang  sahabat  Nabi  saw.  memperbolehkan mengusap  kaos  kaki dengan syarat pada waktu memakainya harus dalam keadaan suci. Orang yang mukim (berdomisili  di  kampung halaman)  boleh  mengusap  kaos  kaki selama semalam, dan bagi musafir selama tiga hari tiga malam.

Pertanyaan: Bagaimana cara mandi jinabat apabila terdapat  air
tetapi  tidak  dijumpai  tempat  untuk mandi, misalnya setelah
persalinan?

Jawaban: Dalam kondisi seperti  ini  air  dianggap  tidak  ada menurut  hukum,  meskipun sebenarnya ada, sebab yang dijadikan acuan ialah dapat mempergunakannya.  Sedangkan  dalam  kondisi seperti  ini  kemampuan untuk mempergunakannya tidak ada. Oleh karena itu bolehlah ia bertayamum.

Pertanyaan: Bolehkah melakukan shalat di sekitar  pancuan  air jika   hanya   tempat  itu  satu-satunya  tempat  yang  cocok, khususnya di negara-negara Barat?

Jawaban: Keadaan darurat  mempunyai  hukum  tersendiri.  Dalam suatu hadits Rasulullah saw. bersabda:

"Dan bumi itu dijadikan untukku sebagai tempat sujud (tempat shalat)." [HR Bukhari dalam "ash-Shalah," juz 1, hlm. 533, hadits nomor 438; dan Muslim dalam  "al-Masajid," juz 1, him.370, hadits nomor 521 dan 522.]

Pertanyaan: Apakah bersentuhan  dengan  suster  (perawat  atau dokter  perempuan)  sebagaimana yang biasa terjadi membatalkan wudhu, lebih-lebih jika wanita itu musyrikah?

Jawaban:  Menurut  pendapat  yang  rajih  (kuat),  bersentuhan dengan wanita tanpa syahwat tidaklah membatalkan wudhu.

Pertanyaan:  Apa  yang  harus  dilakukan  oleh  dokter  muslim apabila  tampak  olehnya  bahwa  temannya   atau   direkturnya menghisap/meminum benda-benda memabukkan?

Jawaban:  Menggunakan  metode yang paling bijaksana dan paling lemah-lembut untuk menghilangkan kemunkaran tersebut,  menurut kemampuannya,  dan  hendaklah  ia  menganggap  dirinya  sedang menghadapi pasien yang menderita penyakit tertentu. Di samping itu,  hendaklah  meminta  tolong kepada setiap ahli pikir agar dapat memecahkan masalah tersebut secara bijak.

Pertanyaan: Apa yang menjadi kewajiban kita  dalam  menghadapi masalah  menutup  aurat  orang sakit dan anggota tubuhnya yang terbuka bukan dalam keadaan darurat, apakah kita  menganjurkan kepadanya?
 
Jawaban:  Ini merupakan sesuatu yang wajib disebarluaskan agar diketahui  setiap  muslimah  dan  dilakukan  mana  yang  lebih positif,  kecuali  dalam  keadaan  darurat, meskipun kebolehan karena darurat haruslah diukur dengan kadar kedaruratannya.

Pertanyaan: Bagaimana hukum mempergunakan alkohol yang  bersihuntuk kulit?

Jawaban:  Tidak  apa-apa,  ia  bukan  khamar  yang diharamkan, karena khamar sengaja disiapkan untuk diminum. Dalam  hal  ini ada  fuqaha  yang  menganggap  najisnya  khamar  adalah  najis maknawiyah, bukan najis hissiyyah  (menurut  pancaindra),  dan ini   merupakan  pendapat  Rabi'ah  --guru  Imam  Malik--  dan lain-lainnya. Dalam kaitan  ini,  Lembaga  Fatwa  di  al-Azhar sejak dulu memperbolehkan penggunaan alkohol untuk kepentingan tersebut. Adapun  Sayid  Rasyid  Ridha  mempunyai  fatwa  yang terinci   dan   argumentatif   tentang  kebolehannya.  Silakan mengkaji fatwa-fatwa beliau.

C. Pada Waktu Seseorang Meninggal Dunia

Pertanyaan:

1. Apa yang harus diucapkan terhadap orang sakit yanghampir meninggal dunia?
   
2. Apa yang harus diucapkan terhadap keluarganya untuk menyabarkan mereka?
   
3. Apa yang harus dilakukan dokter tepat ketika si sakit meninggal dunia?
   
4. Bagaimana hukum transplantasi (pencangkokan) organ tubuh dari orang hidup atau dari orang mati?
   
5. Apakah definisi mati "ketika si sakit masih bernapas dengan pernapasan buatan dan jantungnya masih berdenyut hanya karena perantaraan obat perangsang," berarti kematian bagian utama otak (brain stem) sebagaimana yang ditetapkan dokter-dokter dari Barat?

Jawaban:   Saya   telah   menjelaskan   masalah-masalah   yang ditanyakan  di  atas dalam fatwa-fatwa sebelum ini, karena itu dipersilakan  membacanya   kembali.   [Lihat   fatwa   tentang "Eutanasia,"  "Seputar  Pencangkokan  Organ Tubuh," serta "Hak dan Kewajiban Keluarga dan Teman-teman Si Sakit."]

 
D. Beberapa Pertanyaan Umum

Pertanyaan: Bagaimana jalan keluarnya apabila  seorang  dokter pria  berduaan  dengan  pasien  wanita  atas permintaan pasien tersebut?

Jawaban: Duduk bersamanya  dengan  pintu  tetap  terbuka,  dan menundukkan pandangan.

Pertanyaan:  Dalam  suatu kongres kedokteran ada salah seorang peserta yang  mengemukakan  pendapat  yang  aneh-aneh  tentang penciptaan  jagad  raya ini. Apakah pendapat seperti itu wajib disanggah ataukah didiamkan saja?

Jawaban: Hal itu terserah kepada kemampuan  dan  kebijakan  si muslim,  karena  pada  suatu  saat  meluruskan  dan memberikan komentar terkadang ada manfaatnya, tetapi pada saat yang  lain kadang-kadang  tidak  ada gunanya; terkadang diperkenankan dan kadang-kadang tidak diperkenankan. Hal  ini  memang  merupakan suatu  bencana  yang sudah kita kenal diantara bencana-bencana yang ditimbulkan kaum materialis terhadap  ketetapan-ketetapan ilmu alam yang jauh dari sentuhan iman.

Pertanyaan:   Bagaimana  hukum  bermuamalah  (bergaul)  dengan pemeluk agama lain, sejak memulai salam dan lainnya,  baik  di timur  maupun  di  barat,  sementara  diantara mereka ada yang menjadi direktur kami?

Jawaban: Allah berfirman --ketika mengambil janji kepada  Bani Israil:
"... dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia  ..." (al-Baqarah: 83)
Dia  pun  berfirman  mengenai  sesuatu  yang  disyariatkan-Nya kepada kaum muslim.
"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, 'Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar) ..."(al-Isra': 53)
Diantara perkataan  yang  baik  atau  yang  lebih  baik  ialah mendahului   menyapanya   dengan   sapaan   yang   sesuai  dan mempergauli mereka secara  baik.  Hal  demikian  bahkan  dapat dianggap sebagai wasilah dakwah kepada mereka.

Pertanyaan:  Apa  yang wajib dilakukan seorang dokter mengenai pemerkosaan jika ia  mengetahui  pelakunya?  Apakah  ia  harus memberitahukannya    kepada    keluarga   si   wanita   dengan menceritakan keseluruhannya ataukah menutupinya?

Jawaban:  Hal  ini  berbeda-beda   sesuai   dengan   perbedaan lingkungan  dan  kondisinya,  sebab  seorang  mukmin  haruslah cerdas dan cekatan (pandai membaca keadaan dan menyikapinya).

Pertanyaan: Bagaimana hukum duduk  di  tempat  pertemuan  yang dihidangkan  khamar  di  sana,  sementara tempat itu merupakan satu-satunya tempat yang penuh dengan makanan,  dan  pertemuan itu diselenggarakan sehari penuh?

Jawaban:  Seorang muslim harus berusaha menghindarinya sedapat mungkin, mengingat hadits syarif yang berbunyi:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia duduk di depan meja yang dihidangkan khamar padanya." [HR Tirmidzi dalam "al-Adab," juz 5, hlm. 104, hadits no. 2801, dan beliau berkata, "Hasan gharib."]

Kecuali jika dalam keadaan terpaksa. Allah berfirman:
"... sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atas kamu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya ..." (al-An'am: 119)
Pertanyaan: Dalam situasi  tertentu,  suatu  kelompok  rahasia tidak  dapat mengumpulkan anggotanya kecuali di bar --seminggu sekali-- untuk mengkaji berbagai situasi dan  kondisi,  dengan alasan  bahwa  tempat  tersebut  jauh  dari udara rumah sakit. Mereka adalah para pemimpin muslim, sedangkan si anggota perlu membantu   mereka   untuk   merencanakan  kegiatan  pada  masa mendatang. Nah, apakah dia harus  memutuskan  hubungan  dengan mereka ataukah harus pergi bersama mereka dengan terpaksa?

Jawaban:  Orang muslim adalah mufti bagi dirinya sendiri dalam persoalan-persoalan  tertentu,  dia   mengetahui   mana   yang dianggap  darurat dan mana yang bukan darurat. Sedangkan orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah  daripada orang mukmin yang lemah.

Pertanyaan:  Ikut  serta dalam berbagai acara/resepsi di rumah sakit berkenaan  dengan  hari  ulang  tahun  dan  tahun  baru. Bagaimana   hukum   menghadiri   acara-acara   tersebut,  atau mengirimkan kartu ucapan selamat kepada  direktur  dan  handai taulan,  atau  menjawab  ucapan selamat ulang tahun atau tahun baru?

Jawaban:  Bersikap   baik   terhadap   mereka   cukup   dengan menggunakan  kartu  dan  sejenisnya, tidak usah menghadirinya,kecuali jika  kehadiran  tersebut  membawa  kemaslahatan  bagi Islam dan kaum muslim.

Pertanyaan:  Bila  seseorang berpuasa pada waktu sebelum ujian atau pada waktu ujian yang kadang-kadang memakan waktu 18 atau 20 jam, maka dalam hal ini bolehkah ia berbuka?

Jawaban:  Seyogyanya  seorang  muslim  makan sahur dan berniat puasa  lantas  mencoba.  Jika  ia  mampu  melakukannya,   maka alhamdulillah;  dan  jika  merasa  sangat  berat  hendaklah ia berbuka dan mengqadhanya setelah itu.  Dalam  mengakhiri  ayat yang mewajibkan puasa, Allah berfirman:
"... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ..." (al-Baqarah: 185)
Pertanyaan: Menyebut-nyebut  teman  mengenai  keadaannya  yang tidak  disukai  sering  terjadi di rumah-rumah sakit, misalnya perkataan  "dia  dokter  yang  lamban  atau  bodoh,"  meskipun  pembicaraan  seperti  itu  kadang-kadang  untuk kebaikan kerja yang bersangkutan. Apakah hal itu diperbolehkan? Dan apa  yang harus dilakukan oleh dokter yang masih muda-muda ini bila yang melakukan  ghibah  tersebut   adalah   direkturnya,   haruskah menasihatinya atau diam saja?

Jawaban: Bedakanlah antara ghibah dengan kritik. Yang termasuk bab ghibah adalah haram hukumnya, sedangkan yang termasuk  bab kritik,  maka memberi nasihat dalam kritik ini harus dilakukan dengan lemah lembut dan menurut kadar kemampuannya.

Pertanyaan: Apakah ada perbedaan menurut hukum antara menyebut aib orang muslim dengan orang nonmuslim, atau menasihati orang muslim dengan orang nonmuslim?

Jawaban: Islam memelihara dan menjaga kehormatan manusia siapa pun  orangnya,  muslim  atau  nonmuslim. Hanya saja kehormatan orang muslim lebih besar, dan kehormatan orang yang punya  hak yang  lebih  besar  itu lebih besar lagi, misalnya kedua orang tua, sanak keluarga, tetangga, dan guru.

Pertanyaan: Bagaimana hukum menunda giliran (mendatangi istri) hingga selesainya ulangan atau ujian?

Jawaban:  Tidak  ada  larangan apabila kedua suami-istri telah sepakat dan tidak menimbulkan  mudarat  bagi  si  istri.  Para sahabat  juga  ada  yang  melakukan 'azl (mencabut dzakar dari faraj istri untuk menumpahkan sperma di luar faraj pada  waktu ejakulasi)  karena alasan dan sebab-sebab tertentu, tetapi halitu  tidak  dilarang   oleh   Rasulullah   saw.,   sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits sahih.

Pertanyaan: Bagaimana hukum tertidur dari shalat wajib setelah berjaga terus-menerus dalam bekerja,  apakah  si  istri  wajib membangunkan   suaminya  dalam  keadaan  seperti  ini  ataukah membiarkannya?

Jawaban: Pena penugasan dan  pemberian  sanksi  diangkat  dari orang yang tidur hingga ia bangun, lebih-lebih jika ia berjaga --sebelum  tidur-untuk  melakukan  pekerjaan  yang  dibenarkan syara'  dan  hendaklah  ia melakukan shalat sewaktu ia bangun. Selain itu, berdasarkan prinsip kemudahan yang menjadi fondasi bangunan    hukum   syariat,   tidaklah   wajib   bagi   istri membangunkannya jika ia dalam keadaan lelah dan payah,  karena kasihan  terhadap  keadaannya,  dan  bertujuan  agar  ia mampu melanjutkan pekerjaannya:
 "... Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." (al-Hajj: 78)
Pertanyaan: Bagaimana hukum meninggalkan  shalat  Jum'at  satu kali  atau  lebih  yang  disebabkan  kondisi kerjanya, seperti terus-menerus memantau  kondisi  orang  sakit  atau  melakukan pekerjaan/tugas pada waktu shalat itu sendiri?

Jawaban:  Yang  dilarang dan diancam ialah meninggalkan shalat Jum'at tiga kali tanpa udzur, sedangkan udzur dalam kasus  ini sangat   jelas.   Maka   seyogyanya  seorang  muslim  berusaha sungguh-sungguh untuk  menanggulangi  udzur  tersebut  sedapat mungkin,  dan  tiap-tiap orang akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan niatnya.


Tidak ada komentar: