Jumat, 17 November 2017

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi : HUKUM MEMPERGUNAKAN ZAKAT UNTUK MEMBANGUN MASJID

HUKUM MEMPERGUNAKAN ZAKAT UNTUK MEMBANGUN MASJID

Pertanyaan:

Saya seorang muslim yang diberi banyak  karunia  oleh  Allah yang  saya tidak mampu mensyukurinya dengan sepenuhnya meski apa pun yang saya lakukan, karena apa yang saya lakukan  itu sendiri   juga   merupakan  nikmat  dari  Allah  yang  harus disyukuri.

Diantara karunia  yang  Allah  berikan  kepada  saya  adalah kekayaan  yang  -  alhamdulillah  -  cukup  banyak, dan saya mengeluarkan zakatnya setiap  tahun.  Saya  juga  menerapkan pendapat  Ustadz  untuk  menzakati penghasilan gedung-gedung yang saya peroleh setiap  bulan  tanpa  menunggu  perputaran satu  tahun,  dengan  besar  zakat seperdua puluh dari total penghasilan.

Pertanyaan yang saya lontarkan kepada Ustadz sekarang adalah mengenai  penggunaan  zakat  untuk  pembangunan  masjid yang digunakan untuk mengerjakan  shalat  didalamnya,  mengadakan majelis taklim, dan mengumpulkan kaum muslim untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta'ala.

Kami - yang berdomisili di negara Teluk -  sering  didatangi saudara-saudara  dari  negara-negara miskin yang ada di Asia dan Afrika yang mengeluhkan berbagai penderitaan, sedikitnya penghasilan,  banyaknya  jumlah  penduduk, seringnya ditimpa bencana alam, disamping tekanan dari kelompok-kelompok  yang memusuhi  Islam, baik dari negara-negara Barat maupun Timur, dari golongan salib, komunis, dan lainnya.

Bolehkah kami memberikan zakat kepada  saudara-saudara  kami kaum  muslim  yang  miskin  yang  tertekan  dalam  kehidupan beragama dan dunia mereka, ataukah tidak boleh?  Fatwa  yang pernah  diberikan  para  mufti berbeda-beda mengenai masalah ini, ada yang melarang dan ada yang  membolehkan.  Dan  kami tidak merasa puas melainkan dengan fatwa Ustadz.

Semoga  Allah  meluruskan langkah Ustadz, memuliakan Ustadz, dan menjadikan yang lain mulia karena Ustadz.


Jawaban:

Semoga Allah memberikan berkah kepada saudara  penanya  yang terhormat   mengenai   apa   yang   telah   dikaruniakan-Nya kepadanya.      Mudah-mudahan      Allah      menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya atasnya dan menolongnya untuk selalu ingat kepada-Nya dan bersyukur kepada-Nya serta memperbaiki ibadah kepada-Nya. Saya merasa gembira bahwa dia telah mengeluarkan zakat  dari  penghasilan  gedung-gedungnya   sesuai   dengan pendapat  yang saya pandang kuat, tanpa menunggu berputarnya masa satu tahun. Mudah-mudahan saja dia menginfakkan seluruh hasilnya atau sebagiannya.

Adapun  menyalurkan  zakat untuk pembangunan masjid sehingga dapat digunakan untuk  mengagungkan  nama  Allah,  berdzikir kepada-Nya,  menegakkan  syiar-syiar-Nya, menunaikan shalat, serta menyampaikan pelajaran-pelajaran dan  nasihat-nasihat, maka hal ini termasuk yang diperselisihkan para ulama dahulu maupun sekarang. Apakah yang  demikian  itu  dapat  dianggap sebagai  "fi  sabilillah"  sehingga termasuk salah satu dari delapan sasaran zakat sebagaimana yang  dinashkan  di  dalam Al-Qur'anul Karim dalam surat at-Taubah:

"Sesungguhnya  zakat-zakat  itu  hanyalah  untuk orang-orang fakir, orang-orang  miskin,  pengurus-pengurus  zakat,  para muallaf  yang  dibujuk  hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang  yang   berutang,   untuk   jalan   Allah,   dan orang-orang  yang  sedang  dalam  perjalanan,  sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah  Maha  Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (at-Taubah: 60)

Ataukah  kata  "sabilillah itu artinya terbatas pada "jihad" saja sebagaimana yang dipahami oleh jumhur?

Saya telah menjelaskan masalah ini secara terinci  di  dalam kitab  saya Fiqh az-Zakah, dan di sini tidaklah saya uraikan lagi masalah tersebut.

Dalam buku itu saya memperkuat pendapat jumhur ulama, dengan memperluas  pengertian  "jihad"  (perjuangan)  yang meliputi perjuangan bersenjata (inilah  yang  lebih  cepat  ditangkap oleh  pikiran),  jihad  ideologi  (pemikiran), jihad tarbawi (pendidikan), jihad da'wi (dakwah), jihad  dini  (perjuangan agama),   dan   lain-lainnya.  Kesemuanya  untuk  memelihara eksistensi Islam dan menjaga  serta  melindungi  kepribadian Islam  dari  serangan  musuh yang hendak mencabut Islam dari akar-akarnya, baik  serangan  itu  berasal  dari  salibisme, misionarisme,  marxisme,  komunisme,  atau dari Free Masonry dan zionisme, maupun dari antek dan  agen-agen  mereka  yang berupa  gerakan-gerakan  sempalan  Islam  semacam  Bahaiyah, Qadianiyah, dan Bathiniyah (Kebatinan), serta  kaum  sekuler yang terus-menerus menyerukan sekularisasi di dunia Arab dan dunia Islam.

Berdasarkan hal ini maka saya  katakan  bahwa  negara-negara kaya  yang  pemerintahnya  dan  kementerian  wakafnya  mampu mendirikan masjid-masjid yang diperlukan oleh umat,  seperti negara-negara  Teluk,  maka  tidak  seyogianya  zakat disana digunakan  untuk  membangun  masjid.   Sebab   negara-negara seperti  ini  sudah  tidak  memerlukan  zakat untuk hal ini, selain itu masih ada sasaran-sasaran  lain  yang  disepakati pendistribusiannya  yang  tidak  ada penyandang dananya baik dari uang zakat maupun selain zakat.

Membangun sebuah masjid  di  kawasan  Teluk  biayanya  cukup digunakan  untuk  membangun  sepuluh  atau  lebih  masjid di negara-negara muslim yang  miskin  yang  padat  penduduknya, sehingga  satu  masjid  saja  dapat  menampung  puluhan ribu orang.  Dari  sini   saya   merasa   mantap   memperbolehkan menggunakan  zakat  untuk  membangun masjid di negara-negara miskin  yang  sedang   menghadapi   serangan   kristenisasi, komunisme,    zionisme,    Qadianiyah,    Bathiniyah,    dan lain-lainnya. Bahkan  kadang-kadang  mendistribusikan  zakat untuk  keperluan  ini  -  dalam  kondisi seperti ini - lebih utama daripada didistribusikan untuk yang lain.

Alasan saya memperbolehkan hal ini ada dua macam:

Pertama, mereka adalah kaum yang fakir, yang harus  dicukupi kebutuhan  pokoknya  sebagai  manusia  sehingga  dapat hidup layak  dan  terhormat  sebagai  layaknya   manusia   muslim. Sedangkan  masjid  itu merupakan kebutuhan asasi bagi jamaah muslimah.

Apabila mereka tidak memiliki dana untuk mendirikan  masjid, baik dana dari pemerintah maupun dari sumbangan pribadi atau dari para  dermawan,  maka  tidak  ada  larangan  di  negara tersebut  untuk  mendirikan  masjid  dengan menggunakan uang zakat. Bahkan masjid itu wajib didirikan dengannya  sehingga tidak ada kaum muslim yang hidup tanpa mempunyai masjid.

Sebagaimana  setiap orang muslim membutuhkan makan dan minum untuk  kelangsungan  kehidupan   jasmaninya,   maka   jamaah muslimah  juga membutuhkan masjid untuk menjaga kelangsungan kehidupan rohani dan iman mereka.

Karena itu, program  pertama  yang  dilaksanakan  Nabi  saw. setelah  hijrah  ke  Madinah  ialah mendirikan Masjid Nabawi yang mulia yang menjadi pusat kegiatan Islam pada zaman itu.

Kedua, masjid di negara-negara yang sedang menghadapi bahaya perang  ideologi  (ghazwul  fikri)  atau yang berada dibawah pengaruhnya,  maka  masjid  tersebut  bukanlah   semata-mata tempat  ibadah,  melainkan  juga  sekaligus  sebagai  markas perjuangan dan benteng untuk  membela  keluhuran  Islam  dan melindungi syakhshiyah islamiyah.

Adapun  dalil  yang  lebih  mendekati  hal ini ialah peranan masjid dalam membangkitkan harakah umat Islam  di  Palestina yang  diistilahkan dengan intifadhah (menurut bahasa berarti mengguncang/ menggoyang; Penj.) yang pada awal  kehadirannya dikenal  dengan  sebutan  "Intifadhah  al masajid." Kemudian oleh media informasi diubah menjadi "Intifadhah  al-Hijarah" batu-batu   karena   takut  dihubungkan  dengan  Islam  yang penyebutannya  itu  dapat  menggetarkan  bangsa  Yahudi  dan orang-orang yang ada di belakangnya.

Kesimpulan: menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid dalam kondisi seperti itu termasuk infak zakat fi sabilillah  demi menjunjung   tinggi  kalimat-Nya  serta  membela  agama  dan umat-Nya. Dan setiap infak harta untuk semua  kegiatan  demi menjunjung   tinggi   kalimat  (agama)  Allah  tergolong  fi sabilillah (di jalan Allah).

Wa billahit taufiq.


Tidak ada komentar: