Jumat, 03 November 2017

Jalinan Filsafat, Ilmu, dan Agama oleh Derysmono, LC, S.Pd.I, MA


Jalinan Filsafat, Ilmu, dan Agama
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu



Disusun Oleh
Derysmono
NIM. 163530026



INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
2017


Abstrak


Menurut Lorens Bagus bahwa Ada tiga hal yang menjadi alat bagi manusia untuk mencari kebenaran, yaitu filsafat, ilmu dan agama. Walaupun tujuan ketiga aspek ini untuk mencari kebenaran, namun ketiganya tidak dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang sama (sinonim). Secara umum, filsafat dianggap sesuatu yang sangat bebas karena ia berpikir tanpa batas. Sedangkan agama, lebih mengedepankan wahyu/ilham dari zat yang dianggap Tuhan. Namun pertanyaanya adalah seperti apakah hubungan ketiga hal tersebut (Filsafat, Ilmu dan Agama)?

Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat

Adapun Ibrahim Madkour mengatakan bahwa hubungan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama adalah saling to take and give (isi mengisi), karena di dalam kajian-kajian filosofis terdapat kajian-kajian ilmu pengetahuan dan sejumlah problematika saintis. Al-Farabi juga berpendapat kaitannya Filsafat dan Agama bahwa kedua-duanya adalah sama-sama melaporkan tujuan puncak yang diciptakan demi manusia, yaitu kebahagiaan tertinggi, dan tujuan puncak dari wujud-wujud lain

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode Tematik, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Farmawi, karena metode ini dinilai tepat untuk membahas hubungan Al-Qur’an dan Air.

Hubungan Filsafat dan keseluruhan ilmu itu bertemu pada satu titik, titik itu adalah semua yang ada dan yang mungkin ada, yang disebut dengan objek materia, akan tetapi ilmu dan filsafat tetap berbeda, tidak sama, karena berbeda pada objek formanya. Objek forma ilmu itu adalah mencari sebab yang sedalam-dalamnya, sedangkan objek forma filsafat adalah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya. Sementara itu agama dikategorikan masuk ke dalam bagian dari filsafat, karena agama itu termasuk kedalam golongan yang ada.

Hubungan Agama dan Filsafat ialah meluruskan filsafat yang spekulatif kepada kebenaran mutlak yang ada pada agama. Sedangkan peran filsafat terhadap agama ialah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis. Hal ini didukung pernyataan yang menyatakan bahwa filsafat yang sejati itu adalah terkandung dalam agama


Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang


Menurut Jujun S. Suriasumantri bahwa Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. berfilsafat didorong untuk mengetahui apa tang telah kita tahu dab apa yang kita belum tahu. berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri sendiri, semacam keberanian berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri: apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu? bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar? kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah? mengapa kita mesti mempelajari ilmu?Apakah kegunaan sebenarnya?
Ada tiga hal yang menjadi alat bagi manusia untuk mencari kebenaran, yaitu filsafat, ilmu dan agama. Walaupun tujuan ketiga aspek ini untuk mencari kebenaran, namun ketiganya tidak dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang sama (sinonim). Secara umum, filsafat dianggap sesuatu yang sangat bebas karena ia berpikir tanpa batas. Sedangkan agama, lebih mengedepankan wahyu/ilham dari zat yang dianggap Tuhan.
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.
Filsafat dan keseluruhan ilmu itu bertemu pada satu titik, titik itu adalah semua yang ada dan yang mungkin ada, yang disebut dengan objek materia, akan tetapi ilmu dan filsafat tetap berbeda, tidak sama, karena berbeda pada objek formanya. Objek forma ilmu itu adalah mencari sebab yang sedalam-dalamnya, sedangkan objek forma filsafat adalah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya. Sementara itu agama dikategorikan masuk ke dalam bagian dari filsafat, karena agama itu termasuk kedalam golongan yang ada.
Segala sesuatu yang berasal dari Tuhan, dalam perspektif agama adalah sebuah kebenaran yang tidak dapat ditolak. Sedangkan ilmu adalah sebuah perangkat metode untuk mencari kebenaran. Antara filsafat dan Ilmu, sama-sama tidak memiliki tokoh sentral sebagaimana agama yang mensentralkan Tuhan. Dengan kata lain, dapat dikatakan setiap masalah yang dihadapi manusia, maka mereka akan menggunakan tiga macam alat untuk mencapai penyelesaiannya. Sebagian ahli agama menjadikan filsafat dan ilmu sebagai alat untuk mempertajam pemahaman terhadap agama, sehingga kebenaran terhadap agama semakin kuat.
Menurut Abd. Wahid bahwa ahli filsafat melihat agama dengan pemikiran yang mendalam, sehingga seorang filosof mendapat kebenaran yang paling hakiki. Sedangkan ilmu pengetahuan, sebenarnya sebuah alat yang sangat sederhana, karena ia dapat digunakan oleh semua orang dalam kapasitas dan kemampuan masing-masing manusia. Pemahaman terhadap ketiga aspek ini, cukup urgen bagi setiap orang, karena semua orang pasti membutuhkan pemahaman terhadap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Secara khusus al-Farabi salah seorang tokoh pemikir dan tokoh filsafat Islam mengemukakan pendapatnya tentang persamaan antara filsafat dengan agama yang mana menurut beliau kedua-duanya (filsafat dan agama) adalah sama-sama melaporkan tujuan puncak yang diciptakan demi manusia, yaitu kebahagiaan tertinggi, dan tujuan puncak dari wujud-wujud lain.
Tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawab secara positif oleh ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan itu terbatas; terbatas oleh subjeknya dan terbatas pula oleh objeknya (baik objek materi maupun objek forma), dan terbatas juga oleh metodologinya. Tidak semua masalah yang tidak atau belum terjawab oleh ilmu pengetahuan, lantas dengan sendirinya dapat dijawab oleh filsafat. Jawaban filsafat sifatnya adalah spekulatif dan juga merupakan alternatif tentang jawaban sesuatu masalah, artinya jawaban filsafat itu belum pasti dan masih bisa atau mungkin berubah. Tidak semua masalah yang tidak atau belum terjawab oleh filsafat, lantas dengan sendirinya dapat dijawab oleh agama. Agama hanya memberi jawaban tentang banyak persoalan asasi yang sama sekali tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan, dan filsafat. Akan tetapi perlu ditegaskan juga bahwa tidak semua persoalan manusia terdapat jawabannya di dalam agama, karena agama (Islam) itu bersumber dari wahyu yaitu al-Qur’an al-Karim, tidak akan mungkin semua persoalan yang terjadi di alam semesta ini dijelaskan oleh al-Qur’an, akan tetapi Tuhan melalui firman-Nya yang tertera di dalam al-Qur’an memberikan kesempatan kepada manusia untuk mencari kebenaran dengan mempergunakan akal pikiran seperti kalimat apala ta‘qilun, yaa ulil abshar, fa‘tabiru yaa ulil al-baab dan lain-lain.
Esensi agama adalah untuk pembebasan diri manusia dari penderitaan, kekuasaan sang tiran untuk kedamaian hidup. Islam, seperti juga Abrahamic Religious keberadaannya untuk manusia (pemeluknya) agar dapat berdiri bebas di hadapan Tuhannya secara benar yang diaktualisasikan dengan formulasi taat kepada hukum-Nya, saling menyayangi dengan sesama, bertindak adil dan menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik serta merealisasikan rasa ketaqwaan. implementasinya institusi sosial keagamaan yang lahir dari etika agama sejatinya penindasan Dasar penegasan moral keagamaan tersebut berlawanan dengan sikap amoral. Dalam menjadi sumber perlawanan terhadap kedhaliman, ketidak-adilan, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas tentang titik singgung ketiga hal tersebut atau hubungan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama, maka titik singgung ketiga masalah itu adalah saling to take and give (isi mengisi), karena di dalam kajian-kajian filosofis terdapat kajian-kajian ilmu pengetahuan dan sejumlah problematika saintis.

2. Rumusan Masalah

1. Apa defenisi Filsafat, Ilmu dan Agama?
2. Apa Hubungan Filsafat dan Ilmu?
3. Apa Hubungan Filsafat dan Agama?




Bab II
Pembahasan

A.  Pengertian Filsafat, Ilmu dan Agama
 1. Pengertian Filsafat

Semenjak semula telah terjadi perbedaan pendapat tentang asal kata filsafat. Ahmad Tafsir umpamanya mengatakan filsafat adalah gabungan dari kata philein dan sophia. Menurut Harun Nasution  kedua  kata tersebut  setelah digabungkan menjadi philosophiadan diterjemah-kan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti cinta hikmah atau kebijaksanaan.
Dalam al-Quran kata filsafat tidak ada, yang ada  hanya adalah kata hikmah.  Pada umumnya orang memahami antara hikmah dan kebijaksanaan itu sama, pada hal sesungguhnya maksudnya berbeda. Harun Hadiwijono mengartikan kata philosophiadengan mencintai kebijaksa-naan,  sedangkan Harun Nasution mengartikan dengan hikmah.  Kebijaksanaan biasanya diartikan dengan pengambilan keputusan berdasarkan suatu pertimbangan tertentu yang kadang-kadang berbeda dengan peraturan yang telah ditentukan. Adapun hikmah sebenarnya diungkapkan pada sesuatu yang agung atau suatu peristiwa yang dahsyat atau berat.  Namun dalam konteks filsafat kata philosophia itu merupakan terjemahan dari love of wisdom.
Orang Arab memindahkan kata Yunani  philosophia ke dalam bahasa mereka dan menyesuaikannya dengan susunan kata bahasa Arab, yaitu falsafa dengan pola fa`lala.Dengan demikian kata benda dari falsafa itu adalah falsafah  atau filsaf.
Dari pengertian kebahasaan itu dapat dipahami bah-wa filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan. Tetapi pengertian itu belum memberikan pemahaman yang cukup, karena maksudnya belum dipahami dengan baik. Pemahaman yang mendasar tentang filsafat diperoleh melalui pengertian. Karena berbagai pandangan dalam melihat sesuatu menyebabkan  pandangan pemikir tentang filsafat juga berbeda. Oleh sebab itu, banyak orang memberikan pengertian yang berbeda pula tentang filsafat.
Plato mengatakan “... Filsafat memang tidak lain dari pada usaha mencari kejelasan dan kecermatan secara gigih yang dilakukan secara terus menerus”  Salah satu kebiasaan dunia penelitian dan keilmuan, berfungsi bahwa penemuan konsep tentang sesuatu berawal dari pengetahuan tentang satuan-satuan. Setiap satuan yang ditemukan itu dipilah-pilah, dikelompokkan berdasarkan persamaan, perbedaan, ciri-ciri tertentu dan sebagainya. Berdasarkan penemuan  yang telah diverifikasi itulah orang merumuskan definisi tentang sesuatu itu.
Namun demikian definisi filsafat bukan berarti tidak diperlukan. Bagi orang yang belajar filsafat definisi itu juga diperlukan, terutama untuk memahami pemikiran orang lain.
Dengan demikian, timbul pertanyaan siapa yang pertama sekali memakai istilah filsafat dan siapa yang merumuskan definisinya. Yang merumuskan definisinya adalah orang yang datang belakangan. Penggunaan kata filsafat pertama sekali adalah Pytagoras sebagai reaksi terhadap para cendekiawan pada masa itu yang menamakan dirinya orang bijaksana, orang arif atau orang yang ahli ilmu pengetahuan. Dalam membantah pendapat orang-orang tersebut Pytagoras mengatakan pengetahuan yang lengkap tidak akan tercapai oleh manusia. 
Plato mengatakan filsafat adalah kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan penge-tahuan yang luhur. Aristoteles (384-322 sm) mengatakan filsafat adalah ilmu tentang kebenaran. 
R. Berling mengatakan filsafat adalah pemikiran-pemikiran yang bebas diilhami oleh rasio mengenai segala sesuatu yang timbul dari pengalaman-pengalaman. 
Cicero (106-3 sm.) mengatakan filsafat adalah pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya. 
Alfred Ayer mengatakan filsafat adalah pencarian akan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang sudah semenjak zaman Yunani dalam hal-hal pokok. Pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang dapat diketahui dan bagaimana mengetahuinya, hal-hal apa yang ada dan bagaimana hubungannya satu sama lain. Selanjutnya mempermasalahkan apa-apa yang dapat diterima, mencari ukuran-ukuran dan menguji nilai-nilainya apakah asumsi dari pemikiran itu dan selanjutnya memeriksa apakah hal itu berlaku. 
Thomas Hobes (1588-1679 M) salah seorang filosof Inggris mengemukakan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menerangkan hubungan hasil dan sebab, atau sebab dan hasilnya dan oleh karena itu terjadi perubahan. 
Immanuel Kant (1724-1804 M) salah seorang filosof Jerman mengatakan filsafat adalah pengetahuan yang menjadi pokok pangkal pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan : yaitu Apa yang dapat diketahui, Jawabnya : Metafisika. Apa yang seharusnya diketahui ? Jawabnya : etika. Sampai di mana harapan kita ? Jawabnya :Agama. Apa manusia itu ? Jawabnya Antropologi.  Jujun  S Suriasumantri mengatakan bahwa filsafat menelaah segala persoalan yang mungkin dapat dipikirkan manusia.  Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir, filsafat mempermasalahkan hal-hal pokok, terjawab suatu persoalan, filsafat mulai merambah pertanyaan lain. 
Ir. Poedjawijatna mengatakan filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. 

Selain itu filsafat merupakan ukuran pertama tentang nilai filsafat itu dan berakhir dengan kesimpulan yang jika dihubungkan kembali dengan pengalaman hidup sehari-hari, serta peristiwa-peristiwanya menjadikan pengalaman-pengalaman serta peristiwa itu lebih bermakna yang menyebabkan kita lebih berhasil menanganinya. 
Itulah di antara definisi yang dikemukakan oleh filosof. Perbedaan definisi tentang filsafat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti latar belakang sosial,  politik, ekonomi dan sebagainya. Jika disadari, perbedaan pendapat itu adalah wajar karena perkembangan ilmu pengetahuan menimbulkan berbagai spesialisasi ilmu yang sesungguhnya terpecah dari filsafat pada umumnya dan selanjutnya muncullah filsafat khusus, seperti filsafat politik, filsafat akhlak, filsafat agama dan sebagainya.
Dengan demikian diketahui betapa luasnya lapangan filsafat. Tetapi walaupun telah terjadi berbagai pemikiran dalam filsafat yang berbentuk umum menjadi berbagai bidang filsafat tertentu, ternyata ciri khas filsafat itu tidak hilang, yaitu pembahasan bersikap radikal, sistematis, universal dan bebas.

2. Pengertian Ilmu
Sidi Gazalba mengatakan Kata ilmu adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang di ambil dari akar kata ‘alima-ya‘limu-‘ilman/ilmun, yang berarti pengetahuan. Pemakaian kata ilmu itu di dalam bahasa Indonesia dapat disejajarkan dengan istilah science. Science adalah kata yang berasal dari bahasa Latin: Scio, cire, yang berarti pengetahuan.
Tidak semua pengetahun dapat dikatakan ilmu, sebeb kalau semua pengetahuan dikatakan ilmu tentu banyak yang bisa dikatakan ilmu, karena pengetahuan itu sifatnya baru sebatas tahu, akan tetapi sebaliknya semua ilmu adalah pengetahuan, akan tetapi yang dikatakan ilmu adalah pengetahuan yang di susun secara sistematis, memiliki metode dan berdiri sendiri, tidak memihak kepada sesuatu.
Dikalangan masyarakat umum Indonesia, dipahami bahwa ilmu itu adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu, dan yang lebih awam lagi mengartikan ilmu itu dengan pengetahuan dan kepandaian tentang sesuatu persoalan, baik itu persoalan sosial kemasyarakatan maupun persoalan ekonomi, persoalan agama dan lain -lain sebagainya, seperti soal pergaulan, soal pertukangan, soal duniawi, soal akhirat, soal lahir, soal batin, soal dagang, soal adat istiadat, soal pertanian, soal gali sumur dan lain-lain sebagainya.
Menurut Slamet Ibrahim Pada zaman Plato sampai pada masa Al-Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada. Seorang filosof (ahli filsafat) pasti menguasai semua ilmu pengetahuan. Perkembangan daya berpikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praktis dikalahkan oleh perkembangan ilmu yang didukung oleh teknologi. Wilayah kajian filsafat menjadi lebih sempit dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Sehingga ada anggapan filsafat tidak dibutuhkan lagi. Filsafat kurang membumi sedangkan ilmu lebih bermanfaat dan lebih praktis. Padahal filsafat menghendaki pengetahuan yang komprehensif yang luas, umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh dalam ilmu. Sehingga filsafat dapat ditempatkan pada posisi dimana pemikiran manusia tidak mungkin dapat dijangkau oleh ilmu.
Jujun S. Suriasumantri mengatakan bahwa ilmu merupakan cara berfikir dalam meghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. berfikir bukan satu-satunya cara dalam mendapatkan pengetahuan, demikian juga ilmu bukan satu-satunya produk dari kegiatan berfikir. Ilmu merupakan produk dari proses berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah. 
Ia juga mengatakan ilmu merupakan kegiatan berfikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, atau secara lebih sederhana, ilmu bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran dalam ilmu adalah jelas sebagaimana yang dicerminkan oleh karakteristik berpikir.



3.      Pengertian Agama
Pengertian agama yang paling umum dipahami adalah bahwa kata agama berasal dari bahasa Sansekerta berasal dari kata a dan gama. A berarti “tidak” dan gama “kacau”. Jadi, kata agama diartikan tidak kacau, tidak semraut, hidup menjadi lurus dan benar. 
Kata religi berasal dari bahasa Latin rele-gere yang berarti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan semua cara itu terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Ahmad Daudy menghubungkan makna al-Din dengan kata al-Huda (petunjuk).  Di sisi lain kata religi berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaan agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia.  Seorang yang beragama tetap terikat dengan hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama. 
Religi juga merupakan kecenderungan asli rohani manusia yang berhubungan dengan alam semeseta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir hakikat dari semua itu. Religi mencari makna dan nilai yang berbeda-beda sama sekali dari segala sesuatu yang dikenal.   Karena itulah religi tidak berhubungan dengan yang kudus. Yang kudus itu belum tentu Tuhan atau dewa-dewa. Dengan demikian banyak sekali kepercayaan yang biasanya disebut religi, pada hal sebenarnya belum pantas disebut religi karena hubungan antara manusia dan yang kudus itu belum jelas. Religi-religi yang bersahaja dan Budhisme dalam bentuk awalnya misalnya menganggap Yang kudus itu bukan Tuhan atau dewa-dewa. Dalam religi betapa pun bentuk dan sifatnya selalu ada penghayatan yang berhubungan dengan Yang Kudus. 
Manusia mengakui adanya ketergantungan kepada Yang Mutlak atau Yang Kudus yang dihayati  sebagai  kontrol bagi manusia. Untuk mendapatkan pertolongan dari Yang Mutlak itu  manusia secara bersama-sama menjalankan ajaran tertentu.
Jadi religi adalah hubungan antara manusia dengan Yang Kudus. Dalam hal ini yang kudus itu terdiri atas berbagai kemungkinan, yaitu bisa berbentuk benda, tenaga, dan bisa pula berbentuk pribadi manusia.
Selain itu dalam al-Quran  terdapat kata din  yang menunjukkan pengertian agama. Kata din dengan akar katanya dal, ya dan nun diungkapkan dalam dua bentuk yaitu din dan dain. Al-Quran menyebut kata din ada menunjukkan arti agama dan ada menunjukkan hari kiamat, sedangkan kata dain diartikan dengan utang.
Dalam tiga makna tersebut terdapat dua sisi yang berlainan dalam tingkatan, martabat atau kedudukan. Yang pertama mempunyai kedudukan, lebih tinggi, ditakuti dan disegani oleh yang kedua. Dalam agama, Tuhan adalah pihak pertama yang mempunyai kekuasaan, kekuatan yang lebih tinggi, ditakuti, juga diharapkan untuk memberikan bantuan dan bagi manusia. Kata din dengan arti  hari kiamat juga milik Tuhan dan manusia tunduk kepada ketentuan Tuhan.
Manusia merasa takut terhadap hari kiamat sebagai milik Tuhan karena  pada waktu itu dijanjikan azab yang pedih bagi orang yang berdosa. Adapun orang beriman merasa segan dan juga menaruh harapan mendapat rahmat dan ampunan Allah pada hari kiamat itu. Kata dain yang berarti utang juga terdapat pihak pertama sebagai yang berpiutang yang jelas lebih kaya dan yang kedua sebagai yang berutang, bertaraf rendah, dan merasa segan terhadap yang berpiutang.  Dalam diri orang yang berutang pada dasarnya terdapat harapan supaya utangnya dimaafkan dengan arti tidak perlu dibayar, walaupun harapan itu jarang sekali terjadi. Dalam Islam manusia berutang kepada Tuhan berupa kewajiban melaksanakan ajaran agama.
Dalam bahasa Semit istilah di atas berarti undang-undang atau hukum. Kata itu juga berarti menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan   dan semua itu memang terdapat dalam agama. Di balik semua aktifitas dalam agama itu terdapat balasan yang akan diterimanya nanti. Balasan itu diperoleh setelah manusia berada di akhirat.     
Muhammad Abdul Qadir Ahmad mengatakan agama yang diambil dari pengertian din al-haq ialah sistem hidup yang diterima dan diridoi Allah ialah sistem yang hanya diciptakan Allah sendiri dan atas dasar itu manusia tunduk dan patuh kepada-Nya. Sistem hidup itu mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk akidah, akhlak, ibadah dan amal perbuatan yang disyari`atkan Allah untuk manusia. 
Selanjutnya dijelaskan bahwa agama itu dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu agama yang menekankan kepada iman dan kepercayaan dan yang ke dua menekankan kepada aturan tentang cara hidup. Namun demikian kombinasi antara keduanya akan menjadi defi-nisi agama yang lebih memadai, yaitu sistem kepercayaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut, atau cara hidup lahir dan batin. 
Bila dilihat dengan seksama istilah-istilah itu bermuara kepada satu fokus yang disebut ikatan. Dalam agama terkandung ikatan-ikatan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap manusia, dan ikatan itu mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Ikatan itu bukan muncul dari sesuatu yang umum, tetapi berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia.
Barangkali tidak ada yang paling sulit dan yang paling susah diberi pengertian atau definisi dan mencari arti selain dari pada kata agama. Karena hal itu cukup beralasan, paling tidak ada tiga alasan untuk masalah itu, yaitu: pertama, karena pengalaman agama itu adalah masalah bathini yang berhubungan dengan spritual dan yang bersifat subjektif, disamping itu juga sangat individualistik. Kedua, barang kali tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional dari pada membicarakan agama, maka oleh karena itu apabila membahas arti agama pasti ada emosi yang sangat kuat sekali sehingga sulit untuk memberikan arti kalimat agama itu. Ketiga, bahwa konsepsi tentang agama akan sangat dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan pengertian agama itu sendiri.
B. Hubungan Filsafat dan Ilmu
Menurut Abdul wahid Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual manusia.
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis.  Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat.
Filsafat dan keseluruhan ilmu itu bertemu pada satu titik, titik itu adalah semua yang ada dan yang mungkin ada, yang disebut dengan objek materia, akan tetapi ilmu dan filsafat tetap berbeda, tidak sama, karena berbeda pada objek formanya. Objek forma ilmu itu adalah mencari sebab yang sedalam-dalamnya, sedangkan objek forma filsafat adalah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya. Sementara itu agama dikategorikan masuk ke dalam bagian dari filsafat, karena agama itu termasuk kedalam golongan yang ada.
Filsafat dan ilmu pengetahuan kedua-duanya adalah sama-sama bersumber kepada ra’yu (akal, pikiran, budi, rasio, nalar dan reason) manusia untuk mencari kebenaran. Sementara itu agama mengungkapkan, menjelaskan dan membenarkan suatu kebenaran adalah bersumber dari wahyu.
Filsafat mencoba mencari kebenaran dengan cara menjelajahi atau menziarahi akal-budi secara radikal (berpikir sampai ke akar-akarnya), mengakar, sistematis (logis dengan urutan dan adanya saling hubungan yang teratur) dan intergral (universal: umum, berpikir mengenai keseluruhan) serta tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri, yaitu logika.
Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan menggunakan metode atau cara penyelidikan (riset), pengalaman (empiris) dan percobaan (eksperimen) atau sangat terkait dengan tiga aspek, yaitu: aspek hipotesis, aspek teori, dan aspek dalil hukum.
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen); batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”.  Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat.  Dari sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-sendiri.
 C.  Hubungan Antara Filsafat dan Agama
Terdapat beberapa asumsi berkaitan dengan hubungan filsafat dengan agama. Asumsi tersebut didasarkan pada anggapan manusia sebagai makhluk budaya. Asumsi pertama, manusia sebagai makhluk budaya mampu berspekulasi dan berteori filsafat yang akan menentukan kebudayaannya, bahkan sampai sadar dan jujur mengakui kenyataan Tuhan dan ajaran agama.
Asumsi kedua kita ini diciptakan oleh Tuhan sebagai suatu yang potensial dapat diperbaiki, diperindah, dan diperkaya, sehingga hidup dan penghidupan ini lebih dapat meningkat harganya untuk dihidupi dan dinikmati. Hubungan agama dengan filsafat dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan, sedangkan filsafat adalah salah satu unsur kebudayaan
2. Agama adalah ciptanya Tuhan, sedangkan filsafat hasil spekulasi manusia
3. Agama adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science) filsafat menguji asumsi-asumsi science
4. Agama mempercayai akan adanya kebenaran dan kenyataan dogma-dogma agama, sedangkat filsafat tidak mengakui dogma-dogma sebagai kenyataan tentang kebenaran. 
Filsafat, sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah satu pendekatan tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam konteks keagama-an, pemikiran tentang berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam filsafat juga dibicarakan bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga persoalan kenabian, kedudukan dan fungsi akal dan wahyu, penciptaan manusia serta ibadah yang dilakukan oleh manusia. Secara lebih jelas, hal ini dapat dilihat pada uraian tentang objek filsafat, yaitu antara lain sebagai berikut; Dari apakah benda-benda dapat berubah menjadi lainnya, seperti perubahan oksigen dan hidrogen menjadi air? Apakah zaman itu yang menjadi ukuran gerakan dan ukuran wujud seua perkara? Apakah bedanya makhluk hidup dengan makhluk yang tidak hidup? Apakah ciri-ciri khas makhluk hidup itu? Apa jiwa itu, jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu abadi atau musnah? Dan masih ada pertanyaan-pertanyaan yang lain. Pengungkapan pertanyaan-pertanyaan di atas, dalam Islam merupakan sesuatu yang dapat menjadikan pemikir tersebut menjadi yakin akan keberadaan Tuhan. Dan semakin berkeinginan untuk menjadikan hidupnya lebih bermakna.

Dengan memperhatikan spesifikasi dan sifat-sifat di atas, terlihat jelas bahwa peran agama terhadap filsafat ialah meluruskan filsafat yang spekulatif kepada kebenaran mutlak yang ada pada agama. Sedangkan peran filsafat terhadap agama ialah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis. Hal ini didukung pernyataan yang menyatakan bahwa filsafat yang sejati itu adalah terkandung dalam agama




















Bab III
Penutup

A. Kesimpulan
Berikut beberapa pengertian filsafat.
a. Filsafat adalah suatu sikap terhadap hidup dan alam semesta. Dari sudut ini dapat dijelaskan bahwa suatu sikap filosofis adalah sikap berfikir yang melibatkan usaha untuk memikirkan masalah hidup dan alam semesta dari semua sisi yang meliputi kesiapan menerima hidup dalam alam semesta sebagaimana adanya dan mencoba melihat dalam keseluruhan hubungan. Sikap filosofik dapat ditandai misalnya dengan sikap kritis, berfikir terbuka, toleran dan mau melihat dari sisi lain.
b. adalah suatu metode berfikir reflektif dan metode pencarian yang beralasan. Ini bukanlah metode filsafat yang eksklusif, tetapi merupakan metode berfikir yang akurat dan sangat berhati-hati terhadap seluruh pengalaman.
c. Filsafat adalah kumpulan masalah. Semenjak dahulu sampai sekarang banyak masalah yang sangat men-dasar yang masih tetap tidak terpecahkan, meskipun para filosof telah benyak mencoba memberikan jawabannya. Contohnya apakah kebenaran itu ? apakah keindahan itu, apakah perbedaan antara benar dan salah. ?
d. Filsafat merupakan kumpulan teori atau sistem-sistem pemikiran. Dalam hal ini filsafat berarti teori-teori filosofis yang beraneka ragam atau sistem-sistem pemikiran yang telah muncul dalam sejarah yang biasanya dikaitkan dengan nama-nama filosof ; seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Agustinus. Mereka sangat berpengaruh bagi pemikiran di masa sekarang. Dari mereka lahir istilah-istilah seperti idealisme, realisme, pragmatisme dan sebagainya.  Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa antara filsafat dengan ilmu serta dengan agama, memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini didasarkan pada tujuan ketiganya, yaitu mencari kebenaran. Namun demikian, ketiga aspek dimaksud secara horizontal saling berhubungan, namun secara vertikal, menurut penulis, hanya agama saja yang memilikinya. Agama selain memiliki hubungan horizontal dengan filsafat dan ilmu, juga memiliki hubungan vertikal dengan Tuhan sebagai sembahan manusia itu sendiri.
Adapun Hubungan Filsafat dan keseluruhan ilmu itu bertemu pada satu titik, titik itu adalah semua yang ada dan yang mungkin ada, yang disebut dengan objek materia, akan tetapi ilmu dan filsafat tetap berbeda, tidak sama, karena berbeda pada objek formanya. Objek forma ilmu itu adalah mencari sebab yang sedalam-dalamnya, sedangkan objek forma filsafat adalah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya. Sementara itu agama dikategorikan masuk ke dalam bagian dari filsafat, karena agama itu termasuk kedalam golongan yang ada.
Sedangkan Hubungan agama dengan filsafat dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan, sedangkan filsafat adalah salah satu unsur kebudayaan
2. Agama adalah ciptanya Tuhan, sedangkan filsafat hasil spekulasi manusia
3. Agama adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science) filsafat menguji asumsi-asumsi science
4. Agama mempercayai akan adanya kebenaran dan kenyataan dogma-dogma agama, sedangkat filsafat tidak mengakui dogma-dogma sebagai kenyataan tentang kebenaran.













DAFTAR PUSTAKA

Abd. Wahid, Korelasi Agama, Filsafat dan Ilmu, (Jurnal Substantia, Vol. 14, No. 2, Oktober 2012)
Ahmad, Muhammad Abdul Qadir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, terjemahan dari Turuq al-Ta`lim al-Tarbiyah al-Islamiyyah (Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1984-1985)
Ali, A. Mukti,  Agama, Universitas dan Pembangunan, (Bandung: t.p., 1971)
Asy’arie, Musa, Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual, (Yogyakarta: LESFI, 2002)
Bachtiar, Amsal, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996)
Bakar, Osman, Hirarki Ilmu, (Bandung : Mizan, 1997)
Beekman, Gerard Filsafat para Foloosf Berfilsafat, diterjemahkan  oleh R. A. Rifai  dari Filosofie, Filosofen, dan Filosoferen (Jakarta : Erlangga, 1984)
Dardiri, H.A. Humaniora, Filsafat dan Logika (Jakarta : Rajawali Press, 1986)
Daudy, Ahmad, Kuliah Aqidah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997)
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ( Jakarta : Balai Pustaka, 2001)
Djuned, Daniel, Konflik Keagamaan dan Solusiny dalam Syamsul Rijal et.al, Filsafat, Agama dan Realitas Sosial, (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry, 2004),
Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1992),  Hal. 39.
Gazalba, Sidi,  Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama (Jakarta : Bulan Bintang, 1978)
Hadiwijono,  Harun, Sari-Seri Sejarah Filsafat Barat I (Yogyakarta: Kanisius, 1991),
Hoesen, Oemar Amin, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1964)
Ibrahim, Slamet, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Bandung: ITB, 2008).
Louis O, Kattsoff, Pengantar Filsafat, terjemahan dari Element of Philosophy, oleh Soejono  Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992)
Madkour, Ibrahim,  Aliran dan Teori Filsafat Islam, terj., (Yogyakarta : Bumi Aksara, 1990), 
Nasution, Harun,  Filsafat Agama (Jakarta:Bulan Bintang, 1983)
Nasution, Harun,  Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1979)
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, ( Jakarta : Pembangunan, 1980),
Rombac, H. De actualiteit van de wijsbebegeerte-Amsterdam, 1965,   dalam Gerard Beekman, Filosofie, Filosofen, Filosoferen, terj. R.A. Rivai, Filsafat para Filosot Berfilsafat, (Jakarta: Erlangga,  1984)
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, (jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007)
Susanto, A., Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis,  dan Aksiologis,
Tafsir, Ahmad,  Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai James (Bandung : Rosdakarya, 1994), Hal. 8
Titus H,  Harold, Persoalan-Persoalan filsafat, terjemahan dari Living Issues in Philosophy, oleh H.M Rasjidi , (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), Hal. 7
Ya`qub, Hamzah, Filsafat Agama (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991)


Tidak ada komentar: