IBNU
JARIR ATH-THOBARY
1.
A. Riwayat
hidup ibnu jarir ath-thobary
Muhammad bin Jarir bin
Yazid bin Katsir seorang imam, ulama’ dan mujtahid, ulama kunyahnya Abu
Ja’far Ath Thobari. Beliau dari penduduk Aamuly, bagian dari daerah Thobristan,
karena itulah sesekali ia disebut sebagai Amuli selain dengan sebutan yang
masyhur dengan at-Thabari. Uniknya Imam Thabari dikenal dengan sebutan kunyah
Abu Ja’far, padahal para ahli sejarah telah mencatat bahwa sampai masa akhir
hidupnya Imam Thabari tidak pernah menikah. Beliau dilahirkan pada akhir tahun
224 H awal tahun 225.
Beliau banyak berguru
dengan ahli sejarah, beliau juga salah seorang yang memiliki banyak disiplin,
cerdas, banyak karangannya dan dan belum ada yang menyamainya.
Al-Thabari dapat
dikatakan sebagai ulama multi talenta dan menguasai berbagai disiplin ilmu.
Tafsir, qira’at, hadits, ushul al-din, fiqih perbandingan, sejarah, linguistik,
sya`ir dan `arudh (kesusateraan) dan debat (jadal) adalah sejumlah disiplin
ilmu yang sangat dikuasainya. Namun tidak hanya ilmu-ilmu agama dan alat,
al-Thabari pandai ilmu logika (mathiq), berhitung, al-Jabar, bahkan ilmu
kedokteran.
Beliau adalah seorang
laki-laki yang mempunyai ilmu yang sangat luas, maka tidak heran jika karangan
beliau tak bisa dihitung hanya dengan waktu 1000 detik. Namun sangat
disayangkan, mayoritas kitab beliau hilang dan tidak sampai kepada kepada kaum
muslimin kecuali hanya sedikit.
Selain banyaknya bidang
keilmuan yang disentuh, bobot karya-karya al-Thabari sangat dikagumi para
ulama dan peneliti. Al-Hasan ibn Ali al-Ahwazi, ulama qira’at, menyatakan, “Abu
Ja`far [al-Thabari] adalah seorang ulama fiqih, hadits, tafsir, nahwu, bahasa
dan `arudh. Dalam semua bidang tersebut dia melahirkan karya bernilai tinggi
yang mengungguli karya para pengarang lain
Ia sudah mulai belajar
pada usia yang sangat muda dengan kecerdasan yang sangat menonjol sehingga ia
hafal al Quran pada usia tujuh tahun, ilmu-ilmu dasar ia pelajari di kota
kelahirannya, namun karena orang tuanya termasuk orang berada maka ia mendapat
cukup fasilitas untuk melanjutkan studinya di Rayy, salah seorang gurunya
disana adalah Muhammad Ibn Humayyad al Razi, seorang sejarawan besar diwaktu
itu.
Dari sana ia pindah studi
ke Baghdad dengan maksud belajar kepada Ahmad Ibn Hanbal, seorang ahli hadis
dan ahli fikih termashur waktu itu, akan tetapi yang hendak dituju meninggal
sebelum ia sampai ke kota itu, kemudian ia pindah ke Bashrah dan selanjutnya ke
Kuffah setelah sebelumnya di washid untuk mendengarkan beberapa kuliah.
Di Kuffah, ia menimba
100.000 hadis dari Syaykh Abu Kurayb, dan tak lama setelah itu ia kembali ke
Baghdad dan menetap disana untuk jangka waktu yang cukup lama. Setelah itu pada
tahun 876 M, ia pergi ke Mesir dan singgah ke Syiria untuk menuntut ilmu hadis.
Di Mesir ia berjumpa dengan Abu Hasan al Siraj al Mishri. Setelah belajar fikih
Syafi’i kepada al Rabi’ al Muzni dan putera-putera Abd al Hakam maka ia kembali
ke Baghdad dan menetap disana. Sepuluh tahun setelah pulang dari Mesir, ia
mendirikan mazhab sendiri dalam bidang fikih yang oleh pengikutnya disebut
dengan madzab Jaririyah, meski sebelumnya ia bermazhab Syafi’i.
1.
B. Karya-Karya
Peninggalannya
1. Tarikh Umam wa al-Mulk, karya
monumental Imam Thabari
Kitab Tarikh al Umam wa
al Muluk karya sejarawan al Thabari telah beberapa kali diterbitkan ulang di
Leiden dalam bentuk ringkasan, dan juga diterjemahkan dalam bahasa Perancis
atas perintah penguasa Abu Ali Muhammad al Bal’ami al Samani, namun terjemahannya
banyak yang ditambah dengan sumber-sumber lain. Kemudian kitab terjemahan itu
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Turki dan Arab.
Secara garis besar,
kandungan kitab itu dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, berisi sejarah
sebelum Islam dimana dimulai dari sejarah para Nabi / Rasul dan raja-raja
berikut sistem pemerintahannya, dan dilanjutkan dengan mengetengahkan sejarah
kebudayaan sasania (Persia) dimana riwayatnya dikumpulkan dari naskah berbahasa
Arab. Dalam hal ini, ia tidak banyak berusaha menganalisis kaitan sejarah
antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Kedua, berisi paparan tentang
sejarah Nabi Muhammad, peristiwa penting yang di lalui Nabi dan perang-perang
yang di pimpin Nabi, selain itu juga sejarah Islam masa al Khulafa al Rasyidin,
termasuk didalamnya ekspansi yang terjadi di masa itu.
Dalam mengumpulkan
bahan-bahan sejarah ini, dia bersandar pada riwayat-riwayat yang sudah
dibukukan, dan yang belum dibukukan dilakukan dengan melakukan perjalanan ke
berbagai negeri untuk menuntut ilmu dan belajar kepada ulama-ulama termashur.
Kitab Tarikh Umam wa
al-Mulk, menjadi salah satu karya terbesar al-Thabari dan menjadi rujukan
sejarah Islam terpenting sepanjang masa. Buku ini ditulis dengan metode
yang cermat dan memaparkan data yang lengkap dengan sumber riwayat yang jelas.
Karena itu, keberadaannya dapat dikatakan melengkapi karya para sejarawan
sebelumnya, seperti al-Ya`qubi, al-Baladzuri, al-Waqidi dan Ibn Sa`ad,
sekaligus menjembatani kelahiran karya besar para sejarawan setelahnya, seperti
al-Mas`udi, Ibn Miskawaih, Ibn al-Atsir, Ibn Katsir dan Ibn Khaldun.
Kitab
ini membahas hanya sampai pada tahun 302 H yang bertepatan dengan tahun ketujuh
pada masa pemerintahan khalifah Al-Muqtadir Billah. Pembahasan selanjutnya
diteruskan oleh Muhammad bin Abdul Malik bin Ibrahim Al-Hamdani yang berjudul “Takammulat
Tarikh At-Thabari”. Yang membahas sejarah
semenjak masa khalifah Al-Muqtadir Billah sampai pada tahun 357 H pada masa
mentri Abu Fadhil As-Syairazi.
2.
jami’ul bayan fi tafsiril Qur’an
Jami’ul
Bayan Fi Tafsiril Qur’an adalah “Keterangan
Lengkap Tentang Tafsir Al Qur’an” atau yang di kalangan ulama dan pencari ilmu,
populer dengan sebutan Tafsir Ath Thabari.
Sebagaimana judulnya,
tafsir ini dinilai sebagai tafsir yang paling lengkap dan populer di kalangan
ulama dan pencari ilmu. Tak heran bila kitab ini dijadikan rujukan para ahli
tafsir yang mengedepankan nash maupun ahli tafsir yang lebih mengedepankan
logika dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an di jamannya.
Tafsir
Ath Thabari memuat istinbath (pengambilan hukum), menyampaikan perbedaan pendapat yang
ada di kalangan ulama, dan memilih pendapat mana yang lebih kuat di antara
pendapat-pendapat itu dengan sisi pandang yang didasarkan kepada logika dan
pembahasan nash ilmiah yang teliti.
Tafsir yang pada awalnya
hampir tak terdeteksi rimbanya ini terdiri dari 30 juz besar, yang secara
keseluruhan setelah adanya peringkasan dari penulisnya membutuhkan 3.000 lembar
kertas. Kemudian dengan takdir Allah, manuskrip dari tafsir ini ditemukan kembali
dalam keadaan utuh di masa raja Hamud bin Al Amir Abdur Rasyid, salah satu raja
Najd, yang kemudian tersebar ke seluruh penjuru dunia barat dan timur hingga
kini.
Kalau
melihat komentar dan pujian ulama terhadap tafsir ini, kita akan mendapatinya sebagai
tafsir yang telah disepakati mereka sebagai tafsir yang sangat tinggi
kualitasnya dan sebuah tafsir yang harus dijadikan rujukan bagi para pencari
tafsir Al Qur’an. Misalnya Imam Suyuthi Rahimahullah berkomentar, “Ia adalah
tafsir yang paling baik dan besar, memuat pendapat-pendapat para ulama, dan
sekaligus menguatkan dari pendapat-pendapat itu, dan (memuat -red) uraian nahwu
serta istibath hukum, maka dengan
kelebihannya, ia menempati kualitas teratas dari kitab-kitab tafsir sebelumnya.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah Rahimahullah berkomentar, Adapun tafsir-tafsir yang ada di tangan
manusia, yang paling baik adalah tafsir Ibnu Jarir Ath Thabari. Hal ini karena
menyebutkan ucapan-ucapan salaf dengan sanad-sanad yang kokoh, tidak menukil
kebid’ahan, dan tidak menukil dari orang-orang yang diragukan agamanya.
Jadi Tafsir Ath Thabari
bisa dikatakan sebagai tafsir pertama dilihat dari waktu penulisan dan
penyusunan keilmuannya. Karena kitab tesebut merupakan tafsir pertama yang
sampai pada kita di saat tafsir-tafsir yang mendahuluinya telah lenyap ditelan
perputaran jaman sehingga tidak sampai ke tangan kita. Adapun dilihat dari sisi
penyusunan keilmuannya, maka ia tafsir yang memiliki ciri khas yang ditemukan
oleh penulisnya yang kemudian ia tempuh sebagai metode tersendiri hingga ia
persembahkan kepada umat manusia sebagai karya yang agung.
1.
C. PROSANYA
DALAM PEMBUKAAN KITAB SEJARAH UMAT-UMAT DAN RAJA-RAJA (KITAB TARIKH UMAM
WAL MULUK)
Abu ja’far berkata : dan
saya menyebutkan dalam kitab saya ini beberapa raja disetiap zaman sejak
bermulanya penciptaan allah aza wazala sampai keberadaan mereka, yang mana
telah sampai beritanya kepada kita yang sebagiannya diberikan oleh allah
kemuliaan dan kenikmatan maka mereka mensyukurinya : para rasul dan para raja, atau
para kholifah maka allah menambahkan kenikmatannya didunia dan
keutamaan-keutamaannya yang allah berikan kepada mereka dan juga menangguhkan
kesemua itu bagi mereka dan menjadikannya sebagai simpanan (tabungan),
dan yang mengkufuri (tidak mensyukuri nikmat allah) dari mereka maka allah akan
memberikan kenikmatan dengan apa yang allah berikan kepadanya sampai wafatnya
dan sampai ia binasa bersamaan dengan it saya juga menyebutkan
kejadian-kejadian yang terjadi pada masa dan hari-harinya ; jika dipaparkan
dengan mendalam secara satu persatu maka tidak akan selesai. Insayallah saya
menyempurnakannya dengan pertolongan-Nya dan kekuatan-Nya.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar