Abu Dzar Al-Ghifari Radiyallahu 'Anhu [1/3] (Tokoh Gerakan Hidup Sederhana)
Ia datang ke Mekah
terhuyung-huyung letih tetapi matanya bersinar bahagia�..Memang,
sulitnya perjalanan dan panasnya telah menyengat badannya dengan rasa sakit udara padang
pasir dan lelah, tetapi tujuan yang hendak dicapainya telah meringankan
penderitaan dan meniupkan semangat serta rasa gembira dalam jiwanya.
Ia memasuki kota dengan menyamar seolah-olah ia seorang
yang hendak melakukan thawaf keliling berhala-berhala besar di Ka'bah atau
seolah-olah musafir yang sesat dalam perjalanan atau lebih tepat orang yang
telah menempuh jarak amat jauh, yang merlukan istirahat dan manambah
perbekalan.
Padahal seandainya orang-orang
Mekah mengetahui babwa kedatangannya itu untuk menemui Muhammad dan mendengar keterangannya, pastilah mereka
akan membunuhnya!
Tetapi ia tak perduli akan
dibunuh asal saja setelah melintasi padang
pasir luas, ia dapat menjumpai laki-laki yang dicarinya dan menyatakan iman
kepadanya. Kebenaran dan da'wah yang diberikan Muhammad dapat memuaskan hatinya.
Ia terus melangkah sambil
memasang telinga, dan setiap didengarnya orang memperkatakan Muhammad , ia pun mendekat dan menyimak dengan
hati-hati; hingga dari cerita yang tersebar di sana-sini, diperolehnya petunjuk
yang dapat menunjukkan tempat persembunyian Muhammad , dan mempertemukannya dengan beliau.
Di pagi suatu hari ia pergi ke
tempat itu, didapatinya Muhammad sedang duduk seorang diri. Didekatinya
Rasulullah, katanya: "Selamat pagi wahai kawan sebangsa!"
"Alaikum salam, wahai shahabat", ujar Rasulullah.
Kata Abu Dzar: "Bacakanlah
kepadaku hasil gubahan anda!"
"Ia bukan sya'ir hingga dapat digubah, tetapi adalah Al Quran yang mulia!", Ujar Rasulullah.
dibacakanlah oleh Rasulullah, sedang Abu Dzar mendengarkan dengan penuh perhatian, hingga tidak berselang lama iapun berseru:
"Ia bukan sya'ir hingga dapat digubah, tetapi adalah Al Quran yang mulia!", Ujar Rasulullah.
dibacakanlah oleh Rasulullah, sedang Abu Dzar mendengarkan dengan penuh perhatian, hingga tidak berselang lama iapun berseru:
"Asyhadu alla ilaha
illallah wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh".
Anda dari mana, saudara
sebangsa?", tanya rasulullah.
"Dari Ghitar'', ujarnya.
Maka terbukalah senyum lebar di kedua bibir Rasulullah, sementara wajahnja diliputi rasa kagum dan ta'jub. Abu dzar tersenyum pula, karena ia mengetahui rasa terpendam di balik rasa kagum Rasulullah demi mendengar bahwa orang yang telah mengaku Islam di hadapannya secara terus terang itu, seorang laki-laki dari Ghifar.
"Dari Ghitar'', ujarnya.
Maka terbukalah senyum lebar di kedua bibir Rasulullah, sementara wajahnja diliputi rasa kagum dan ta'jub. Abu dzar tersenyum pula, karena ia mengetahui rasa terpendam di balik rasa kagum Rasulullah demi mendengar bahwa orang yang telah mengaku Islam di hadapannya secara terus terang itu, seorang laki-laki dari Ghifar.
Ghifar adalah suatu kabilah atau
suku yang tak ada taranya dalam soal menempuh jarak. Mereka jadi tamsil
perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa. Malam yang kelam dan
gelap gulita tak jadi soal bagi mereka, dan celakalah orang yang kesasar atau
jatuh ke tangan kaum Ghifar di waktu malam!
Sekarang, dikala agama Islam
yang baru saja lahir dan berjalan sembunyi-sembunyi, mungkinkah ada diantara
orang-orang Ghifar itu seorang yang sengaja datang untuk masuk Islam?
Berkatalah Abu Dzar dalam menceritakan sendiri kisah itu: "Maka pandangan
Rasulullah pun turun naik, tak putus ta'jub memikirkan tabi'at orang-orang
Ghifar, lalu sabdanya :
" Sesungguhnya Allah
memberi petunjuk kepada yang disukaiNya�!
Benar, Allah menunjuki,siapa
yang Ia kehendaki ! Abu dzar salah seorang yang, dikehendaki Allah
beroleh petunjuk , orang yang dipilihNya akan mendapat kebaikan
Dan memang, Abu Dzar ini
seorang yang tajam pengamatannya tentang kebenaran. Menurut riwayat, ia
termasuk salah seorang yang menentang pemujaan berhala di zaman jahiliyah, mempunyai
kepercayaan akan Ketuhanan serta iman kepada Tuhan Yang Maha Esa lagi Perkasa,
maka iapun menyiapkan bekal dan segera mengayunkan langkahnya.
Abu Dzar telah masuk Islam
tanpa ditunda-tunda lagi�.! urutannya dikalangan Muslimin
adalah yang kelima atau keenam. Jadi ia telah memeluk agam itu pada hari-hari
pertama, bahkan pada saat-saat pertama agama Islam, hingga keIslamannya
termasuk dalam barisan terdepan.
Ketika ia masuk Islam,
Rasulullah masih menyampaikan da'wahnya secara berbisik-bisik. Dibisikkannya
kepada Abu Dzar begitupun kepada lima
orang lainya yang telah iman kepadanya. Dan bagi Abu Dzar, tak ada yang dapat
dilakukannya sekarang selain memendam keimanan itu dalam dada, lalu meninggalkan
kota Mekah
secara diam-diam dan kembali kepada kaumnya.
Tetapi Abu Dzar yang nama
aslinya Jundub bin Junadah, seorang kuat dan revolusioner. Telah menjadi watak
dan tabi'atnya menentang kebathilan dimanapun ia berada. Dan sekarang
kebathilan itu berada dihadapannya serta disaksikannya dengan kedua matanya
sendiri�.Batu-batu yang ditembok, yang
dibentuk oleh para pemujanya, disembah oleh orang-orang yang menundukkan kepala
dan merendahkan akal mereka, dan diseru mereka dengan ucapan
yang muluk : Inilah kami , kami datang demi mengikuti titahmu!
memang, ia melihat Rasulullah
memilih cara bisik-bisik pada hari-hari tersebut, tetapi tidak dapat tidak
harus ada suatu teriakan keras yang akan dikumandangkan pemberontak ulung ini
sebelum ia pergi. Baru saja masuk Islam, ia telah menghadapkan pertanyaan
kepada Rasulullah:
"Wahai Rasulullah, apa
yang saya kerjakan menurut anda?"
"Kembalillah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!", ujar Rasulullah.
"Demi Tuhan yang menguasai nyawaku", kata Abu Dzar pula, "saya takkan kembali sebelum meneriakkan Islam dalam masjid!"
"Kembalillah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!", ujar Rasulullah.
"Demi Tuhan yang menguasai nyawaku", kata Abu Dzar pula, "saya takkan kembali sebelum meneriakkan Islam dalam masjid!"
Bukankah telah saya katakan
kepada kalian�..?
Jiwa yang kuat dan
revolusioner! Apakah Abu Dzar pada saat terbukanya alam baru secara gamblang,
yang jelas terlukis pada Rasulullah yang diimaninya, sertada'wah yang uraiannya
disampaikan dengan lisannya�, apakah pada saat seperti itu ia
mampu kembali kepada keluarganya dalam keadaan membisu seribu bahasa ? Sunguh,
hal itu diluar kesanggupan dan kemampuannya!
Abu Dzar pergi menuju masjidil
haram dan menyerukan dengan sekeras-kerasnya suaranya: "Asyhadu Alla
ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah". Setahu kita,
teriakan ini merupakan teriakan pertama tentang Agama Islam yang menentang
kesombongan orang-orang Quraisy dan memekakkan telinga mereka�., diserukan oleh seorang perantau
asing yang diMekkah tidak mempunyai bangsa, sanak keluarga maupun pembela. Dan
sebagai akibatnya, ia mendapat perlakuan dari mereka yang sebetulnya telah
dimaklumi akan ditemuinya�.
Orang-orang musyrik mengepung
dan memukulnya hingga rubuh.
Berita mengenai peristiwa yang
dialami Abu Dzar itu akhirnya sampai juga kepada paman Nabi, Abbas. Ia segera
mendatangi tempat terjadinya peristiwa tersebut, tapi dirasanya ia tidak dapat
melepaskan Abu Dzar dari cengkeraman mereka kecuali dengan menggunakan
diplomasi halus, maka katanya kepada mereka :
"Wahai kaum Quraisy! Anda semua adalah bangsa pedagang yang mau tak mau akan lewat dikampung Bani Ghifar. Dan orang ini salah seorang warganya, bila ia bertindak akan dapat menghasut kaumnya untuk merampok kafilah-kafilahmu nanti!" merekapun sama menyadari hal itu, lalu pergi meniggalkannya.
"Wahai kaum Quraisy! Anda semua adalah bangsa pedagang yang mau tak mau akan lewat dikampung Bani Ghifar. Dan orang ini salah seorang warganya, bila ia bertindak akan dapat menghasut kaumnya untuk merampok kafilah-kafilahmu nanti!" merekapun sama menyadari hal itu, lalu pergi meniggalkannya.
Tetapi Abu Dzar yang telah
mengenyam manisnya penderitaan dalam membela Agama Allah, tak hendak
meninggalkan Mekkah sebelum beroleh tambahan dari darma baktinya.
Demikianlah pada hari
berikutnya, tampak olehnya dua orang wanita sedang thawaf keliling
berhala-berhala Usaf dan Na-ilah sambil memohon padanya. Abu Dzar segera
berdiri menghadangnya, lalu dihadapan mereka berhala-berhala itu dihina sejadi-jadinya.
Kedua wanita itu memekik
berteriak, hingga orang-orang gempar dan berdatangan laksana belalang, lalu
menghujani Abu Dzar dengan pukulan hingga tak sadarkan diri. Ketika ia siuman,
maka yang diserunya tiada lain hanyalah "bahwa tiada Tuhan yang haq
diibadahi melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu utusan Allah".
Maklumlah sudah Rasulullah akan watak dan tabi'at murid barunya yang ulung ini serta
keberaniannya yang menakjubkan dalam melawan kebathilan. Hanya sayang saatnya
belum lagi tiba, maka diulanginyalah perintah agar dia pulang, sampai bila
telah didengarnya nanti Islam lahir terang-terangan ia dapat kembali dan turut
mengambil bagian dalam percaturan dan aneka peristiwanya��
Abu Dzar kembali mendapatkan
keluarga serta kaumnya dan menetapkan kepada mereka tentang Nabi yang baru
diutus Allah, -yang menyeru agar mengabdi kepada Allah Yang Maha Esa dan
membimbing mereka supaya berakhlaq mulia. Seorang demi seorang kaumnya masuk
Islam; Bahkan usahanya tidak terbatas pada kaumnya semata, tapi
dilanjutkannya pada,suku lain - yaitu suku Aslam:-di tengah-tengah mereka:
dipancarkan cahaya islam.....
Hari-hari berlalu
mengikuti peredaran , Rasulullah telah hijrah ke Madinah dan menetap di sana bersama Kaum
Muslimin. Pada suatu hari, suatu barisan panjang yang, terdiri atas para
pengendara dan pejalan kaki menuju pinggiran kota, meninggalkan kepulan debu
belakang mereka, Kalau bukanlah bunyi suara takbir mereka yang gemuruh tentulah
yang melihat akan menyangka mereka itu suatu pasukan tentara musyrik yang
hendak menyerang kota.
Rombongan besar itu semakin dekat�.. lalu masuk ke
dalam kota dan
menujukan langkah mereka ke masjid Rasulullah dan tempat kediamannya.
Ternyata rombongan itu tiada
lain dari kabilah-kabilah Ghifar dan Aslam yang dikerahkan semuanya oleh Abu
Dzar dan tanpa kecuali telah masuk Islam; laki-laki, perempuan, orang tua,
remaja dan anak-anak.
Sudah selayaknyalah Rasulullah
semakin ta'jub dan kagum!
Belum lama berselang, ia ta'jub
ada seorang Iaki-laki dari Ghifar yang menanyakan keislamannya di hadapannya.
Sabdanya menunjukkan keta'juban itu:
"Sungguh Allah memberi
hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya"
Maka sekarang yang datang itu
adalah seluruh warga Ghifar yang menyatakan keIslaman mereka. Telah beberapa
tahun lamanya mereka menganut Agama itu, semenjak mereka diberi hidayah Allah
di tangan Abu Dar. Dan ikut pula bersama mereka suku Aslam.
Raksasa garong dan komplotan
syetan telah beralih rupa menjadi raksasa kebajikan dan pendukung kebenaran !
Nah, tidaklah sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya ?Rasulullah melayangkan pandangannya kepada wajah-wajah
yang berseri-seri, pandangan yang diliputi rasa haru dan cinta kasih. Sambil
menoleh kepada suku Ghifar, ia bersabda:
" Suku Ghifar telah
di-ghafar -- diampuni -- oleh Allah."
Kemudian sambil menghadap kepada suku Aslam, sabdanya
" Suku Aslam telah disalam - diterima dengan damai � oleh Allah."
Kemudian sambil menghadap kepada suku Aslam, sabdanya
" Suku Aslam telah disalam - diterima dengan damai � oleh Allah."
Dan mengenai Abu Dzar, muballigh
ulung yang berjiwa bebas dan bercita- cita mulia itu, tidakkah Rasulullah akan
menyampaikan ucapan istimewa kepadanya? Tidak pelak lagi, pastilah ganjarannya
tidak terhingga, serta ucapan kepadanya dipenuhi berkah! Dan tentulah pada
dadanya akan tersemat bintang terfinggi, begitu pun riwayat hidupnya akan penuh
dengan medali. Turunan demi turunan serta generasi demi generasi akan berlalu
pergi, tetapi manusia akan selalu mengulang-ulang apa yang disabdakan oleh
Rasulullah saw. mengenai Abu Dzar ini:�
Takhan pernah lagi dijumpai cli
bawah langit ini, orang yang lebih bencrr ucapannya dari Abu Dzar ...! Kemudian
pula:
Lebih benarkah ucapannya dari Abu Dzar ...?
Lebih benarkah ucapannya dari Abu Dzar ...?
Sungguh, Rasulullah saw. bagai
telah membaca hari depan shahabatnya itu, dan manyimpulkan kesemuanya pada
kalimat tersebut. Kebenaran yang disertai keberanian, itulah prinsip hidup Abu
Dzar secara keseluruhan!
Benar bathinnya, benar pula
lahirnya.
Benar 'aqidahnya, benar pula ucapannya.
Benar 'aqidahnya, benar pula ucapannya.
Ia akan menjalani hidupnya
secara benar, tidak akan melakukan kekeliruan. Dan kebenarannya itu bukanlah
keutamaan yang bisu, karena bagi Abu Dzar, kebenaran yang bisu
bukanlah kebenaran! Yang dikatakan benar ialah menyatakan secara terbuka dan
terus terang, yakni menyatakan yang haq dan menentang yang bathil, menyokong
yang betul dan meniadakan yang salah.
Benar itu kecintaan penuh
terhadap yang haq, mengemukakannya secara berani dan melaksanakannya secara
terpuji.
Dengan penglihatannya yang tajam, bagai menembus ke alam ghaib yang jauh tidak terjangkau atau samudera yang tidak terselami, Rasulullah saw. menampakkan segala kesusahan yang akan dialami oleh Abu Dzar sebagai akibat dari kebenaran dan ketegasannya. Maka selalu dipesankan kepadanya agar melatih diri dengan keshabaran dan tidak terburu nafsu.
Dengan penglihatannya yang tajam, bagai menembus ke alam ghaib yang jauh tidak terjangkau atau samudera yang tidak terselami, Rasulullah saw. menampakkan segala kesusahan yang akan dialami oleh Abu Dzar sebagai akibat dari kebenaran dan ketegasannya. Maka selalu dipesankan kepadanya agar melatih diri dengan keshabaran dan tidak terburu nafsu.
Pada suatu hari Rasulullah
mengemukakan Irepadanya pertanyaan berikut ini:
"Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk diri mereka pribadi?" Jawab Abu Dzar: "Demi yang telah mengutus anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedangku!" Sabda Rasulullah pula: Maukah kamu aku beri jalan yang lebih baik dari itu�.? Ialah bershabar samapai kamu menemuiku "
"Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk diri mereka pribadi?" Jawab Abu Dzar: "Demi yang telah mengutus anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedangku!" Sabda Rasulullah pula: Maukah kamu aku beri jalan yang lebih baik dari itu�.? Ialah bershabar samapai kamu menemuiku "
Tahukah anda kenapa Rasulullah
mengajukan pertanyaan seperti itu? Itulah persoalan pembesar dan harta ...!
Nah itulah persoalan pokok bagi
Abu Dzar dan untuk itu ia harus membaktikan hidupnya, suatu kemusykilan
menyangkut masyarakat ummat dan masa depan yang harus dipecahkannya!
Hal itu telah dimaklumi oleh
Rasululiah, dan itulah sebabnya kepada beliau mengajukan pertanyaan seperti
demikian, yaitu untuk membekalinya dengan nasihat yang amat berharga:
"Bershabarlah sampai kamu menemuiku"
Maka Abu Dzar akan selalu ingat
kepada wasiat guru dan Rasul ini. Ia tiadalah akan menggunakan ketajaman pedang
terhadap para pembesar yang mengaut kekayaan dari harta rakyat sebagai
ancamannya dulu ...,tetapi juga ia tidak akan bungkam atau berdiam diri walau
agak sesaat pun terhadap mereka!
Memang, seandainya Rasulullah
saw. melarangnya menggunakan senjata untuk menebas leher mereka, tetapi beliau
tidak melarangnya menggunakan lidah yang tajam demi membela kebenaran. Dan wasiat
itu akan dllaksanakannya ...!
Masa Rasulullah berlalulah
sudah, disusul kemudian oleh masa Abu Bakar, kemudian masa Umar. Dalam kedua
Khilafah ini masih dapat dijinakkan sebaik-baiknya godaan hidup dan unsur-unsur
fitnah pemecah belah, hingga nafsu angkara yang haus dahaga tidak beroleh angin
atau mendapatkan jalan.
Ketika itu tidak terdapat
penyelewengan-penyelewengan yang akan mengakibatkan Abu Dzar bangkit menentang
dengan suaranya yang lantang dan kecamannya yang pedas. Telah lama berlaku
dalam pemerintahan Amirul Mu'minin Umar keharusan hidup sederhana dan menjauhi
kemewahan serta menegakkan keadilan bagi setiap pejabat dan pembesar Islam.
Begitu pun para hartawan di mana mereka berada, telah melaksanakan disiplin
ketat yang hampir saja tidak terpikul oleh kemampuan manusia.
Tiada seorang pun di antara
pejabatnya, baik di Irak, di Syria, Shan'a, atau di negeri yang jauh letaknya
sekalipun, yang memakan panganan mahal yang tidak terjangkau oleh rakyat biasa,
kecuali selang beberapa hari berita itu akan sampai kepada Umar dan perintah
keras pun akan memanggil pejabat yang bersangkutan menghadap Khalifah di
Madinah untuk menjalani pemeriksaan ketat.
Akan tenanglah Abu Dzar kalau
demikian ...tenteram dan damai, selama al-Faruqul 'adhim') masih menjabat
Amirul Mu'minin .... Dan selama Abu Dzar dalam kehidupannya tidak diganggu oleh
kepincangan-kepincangan seperti penumpukan harta dan penyalahgunaan kekuasaan,
maka dengan pengawasan Umar ibnul Khatthab' yang ketat terhadap fihak penguasa
dan pembagian yang merata terhadap harta, berarti telah memberikan kepuasan dan
kelegaan kepada dirinya .... Dan dengan demikian dapatlah ia memusatkan
perhatiannya dalam beribadat kepada Allah penciptanya dan berjihad di
jalan-Nya, tanpa sedikitpun hendak berdiam diri jika melihat
kesalahan-kesalahan di sana-sini, yang ketika itu memang jarang terjadi ....
Akan tetapi setelah khalifah
terbesar yang teramat adil dan paling mengagumkan di antara tokoh kemanusiaan
telah pergi, terasa adanya kehampaan dalam kepemimpinan. Bahkan hal tersebut
menimbulkan kemunduran yang tak dapat dikuasai dan dibatasi oleh tenaga
manusia. Sementara itu meluasnya ajaran al-Islam ke berbagai pelosok dunia
menumbuhkan kemakmuran hidup. Orang yang tidak dapat menahan godaan dunia
banyak yang terjerwmus ke daiam kemewahan yang melebihi batas.
Abu Dzar melihat bahaya ini
....
Panji-panji kepentingan pribadi hampir saja menyeret dan mendepak orang-orang yang tugasnya sehari-hari menegakkan panji-panji Allah. Dan dunia, dengan daya tarik serta tipu muslihatnya yang mempesona, hampir pula memperdayakan orang-orang yang mengemban risalah untuk menpergunakannya sebagai wadah untuk menyemai dan menanamkan kebajikan!
Panji-panji kepentingan pribadi hampir saja menyeret dan mendepak orang-orang yang tugasnya sehari-hari menegakkan panji-panji Allah. Dan dunia, dengan daya tarik serta tipu muslihatnya yang mempesona, hampir pula memperdayakan orang-orang yang mengemban risalah untuk menpergunakannya sebagai wadah untuk menyemai dan menanamkan kebajikan!
Dan harta yang dijadikan Allah
sebagai pelayan yang harus tunduk kepada manusia, cenderung berubah mupa,
menjadi tuan yang mengendalikan manusia.
Al-Faruqul 'adhim, yakni pemisah antara haq dan bathil yang perkssa. Al-Faruq, ialah gelar kepahlawanan Umar ibnul Khatthab yang dianugerahkan oleh RasululIah saw.
Dan kepada siapa.. .?
Tiada lain kepada shahabat-shahabat Muhammad saw., yang di waktu wafatnya baju besinya sedang tergadai, sementara gundukan upeti dan harta rampasan perang bertumpuk di bawah telapak kakinya!
Al-Faruqul 'adhim, yakni pemisah antara haq dan bathil yang perkssa. Al-Faruq, ialah gelar kepahlawanan Umar ibnul Khatthab yang dianugerahkan oleh RasululIah saw.
Dan kepada siapa.. .?
Tiada lain kepada shahabat-shahabat Muhammad saw., yang di waktu wafatnya baju besinya sedang tergadai, sementara gundukan upeti dan harta rampasan perang bertumpuk di bawah telapak kakinya!
Hasil kekayaan bumi yang
sengaja diperuntukkan Allah bagi semua ummat manusia, dengan menjadikan mereka
mempunyai hak yang sama, hampir berubah menjadi suatu keistimewaan dan hak
monopoli bagi mereka yang terbenam dalam kemewahan.
Dan jabatan, yang merupakan
amanat untuk dipertanggungjawabkan kelak di hadapan pengadilan ilahi, beralih
menjadi alat untuk merebut kekuasaan, kekayaan dan kemewahan yang menghancur
binasakan.
Abu Dzar melihat semua ini. Ia
tidak memikirkan apakah itu menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya. Hanya ia
langsung menghunus pedang, meletakkannya ke udara dan membedahnya.
Kemudian ia bangkit berdiri dan
menantang masyarakat yang telah menyimpang dari ajaran islam dengan pedangnya
yang tak pernah tumpul itu. Tetapi secepatnya bergemalah dalam kalbunya bunyi
wasiat yang telah disampaikan Rasulullah ke padanya dulu. Maka dimasukkannya
kembali pedang itu ke dalam sarungnya, karena tiada sepantasnya ia akan
mengacungkannya ke wajah seorang Muslim.
Dan tidak ada haq bagi
seorang Mu 'min untuk membunuh Mu 'min lainnya kecuali karena keliru (tidak
sengaja). (Q,S. an-Nisa )
Bukankah dulu Rasulullah telah
menyatakan di hadapan para shakabatnya bahwa di bawah langit ini takkan pernah
lagi muncul orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar?
Orang yang memiliki bemampuan
seperti ini, berupa kata-kata tepat dan jitu, tidak memerlukan lagi senjata
lainnya. Satu kalimat yang diucapkannya, akan lebih tajam dan banyak hasilnya
daripada pedang walau sepenuh bumi.
Maka dengan senjata
kebenarannya ia akan pergi mendapatkan para pembesar, kaum hartawan; pendeknya
kepada dunia manusia yang cenderung menumpuk kekayaan yang membahayakan Agama,
yakni Agama yang sengaja datang untuk memberikan bimbingan dan bukan untuk memungut
upeti, sebab kenabian bukan suatu kerajaan, menjadi rahmat karunia bukan adab
sengsara, mengajarkan kerendahan hati bukan kesombongan diri, persamaan bukan
pengkastaan, kesahajaan bukan keserakahan, kesederhanaan bukan keborosan,
kedamaian dan kebijaksanaan dalam menghadapi hidup bukan terpedaya dan
mati-matian dalam mengejarnya�..!
Baiklah ia pergi mendapatkan
mereka semua, dan biarlah Allah menjadi hakim diantaranya dengan mereka, dan
dialah sebaik-baik hakim!.
Maka pergilah Abu Dzar menemui
pusat-pusat kekuasaan dan gudang harta, dan dengan lisannya yang tajam dan
benar merubah sikap mental mereka satu persatu. Dalam beberapa hari saja tak
ubahnya ia telah menjadi panji-panji yang di bawahnya bernaung rakyat banyak
dan golongan pekerja, bahkan sampai di negeri yang jauh yang penduduknya selama
itu belum pernah melihatnya.
Nama Abu Dzar bagaikan terbang
ke sana ..., dan tak satu daerah pun yang dilaluinya -- bahkan walau barn
namanya yang sampai ke sans -- menimbulkan rasa takut dan ngeri hati fihak
penguasa dan golongan berharta yang beulaku curang.
Seandainya penggerak hidup
sederhana ini hendak mengambil suatu panji bagi diri pribadi dan gerakannya,
maka lambang yang akan terpampang pada panji-panji itu tiada lain dari sebuah
seterika dengan baranya yang merah menyala. Sedang yang akan menjadi semboyan
dan lagi yang selalu diulang-ulangnya setiap waktu dan tempat, dan
diulang-ulang pula oleh para pengikutnya seolah-olah suatu lagu perjuangan,
ialah kalimat-kalimat ini:
"Beritakanlah kepada para penumpuk
harta,
yang menumpuk emas dan perak,
mereka akan diseterika dengan seterika api neraka,
menyeterika hening dan pinggang mereka di hari qiamat"
yang menumpuk emas dan perak,
mereka akan diseterika dengan seterika api neraka,
menyeterika hening dan pinggang mereka di hari qiamat"
Setiap ia mendaki bukit,
menuruni lembah memasuki kota;
dan setiap ia berhadapan dengan seorang pembesar, selalu kalimat itu yang
menjadi buah mulutnya. Begitu pun setiap orang melihatnya datang berkunjung,
mereka akan menyambutnya dengan ucapan: "Beritakan kepada para penumpuk
harta...!"
Kalimat ini benar-benar telah
menjadi panji-panji suatu missi yang menjadi tekad serta pendorong
dalarfi membaktikan hidupnya, demi dilihatnya harta itu telah ditumpuk dan
dimonopoli, serta jabatan disalahgunakan untuk memupuk kekuatan dan mengaut
keuntungan; serta disaksikannya bahwa cinta dunia telah merajalela dan hampir
saja melumari hasil yang telah dicapai di tahun-tahun kerasulan, berupa
keutamaan dan keshalihan, kesungguhan dan keikhlasan.
Abu Dzar menujukan sasarannya
yang pertama terhadap poros utama kekuasaan dan gudang raksasa kekayaan, yaitu Syria, tempat bercokolnya
Mu'awiyah bin Abi Sufyan yang memerintah wilayali Islam paling subur, paling
banyak hasil bumi dan paling kaya dengan barang upetinya. Mu'awiyah telah
memberikan dan membagi-bagikan harta tanpa perhitungan, dengan tujuan untuk
mengambil hati orang-orang terpandang dan berpengaruh, dan demi terjaminnya
masa depan yang masih dirindukannya, didambakan oleh keinginannya yang
luas tidak terbatas ....
Di sana tanah-tanah luas,
gedung-gedung tinggi dan harta berlimpah telah menggoda sisa-sisa yang tinggal
dari pemikul da'wah, maka Abu Dzar cepat mengatasinya, sebelum hal itu
berlarut-larut, sebelum pertolongan datang terlambat hingga nasi telah menjadi bubur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar