HAFSHOH binti 'UMAR
-radhiallaahu 'anha-
Jumat, 24 November 2006 - Pukul: 17:58 WIB
Beliau adalah Hafsah putri dari Umar bin Khaththab, seorang shahabat agung yang melalui perantara beliau-lah Islam memiliki wibawa. Hafshoh adalah seorang wanita yang masih muda dan berparas cantik, bertaqwa dan wanita yang disegani.
Beliau adalah Hafsah putri dari Umar bin Khaththab, seorang shahabat agung yang melalui perantara beliau-lah Islam memiliki wibawa. Hafshoh adalah seorang wanita yang masih muda dan berparas cantik, bertaqwa dan wanita yang disegani.
Pada mulanya beliau dinikahi salah seorang shahabat yang mulia
bernama Khunais bin Khudzafah bin Qais As-Sahmi Al-Quraisy yang pernah
berhijrah dua kali, ikut dalam perang Badar dan perang Uhud namun setelah itu
beliau wafat di negeri hijrah karena sakit yang beliau alami waktu perang Uhud.
Beliau meninggalkan seorang janda yang masih muda dan bertaqwa yakni Hafshoh
yang ketika itu masih berumur 18 tahun.
Umar benar-benar merasakan gelisah dengan adanya keadaan putrinya
yang menjanda dalam keadaan masih muda dan beliau masih merasakan kesedihan
dengan wafatnya menantunya yang dia adalah seorang muhajir dan mujahid. Beliau
mulai merasakan kesedihan setiap kali masuk rumah melihat putrinya dalam
keadaan berduka. Setelah berfikir panjang maka Umar berkesimpulan untuk
mencarikan suami untuk putrinya sehingga dia dapat bergaul dengannya dan agar
kebahagiaan yang telah hilang tatkala dia menjadi seorang istri selama kurang
lebih enam bulan dapat kembali.
Akhirnya pilihan Umar jatuh pada Abu Bakar Ash Shidiq radhiallaahu 'anhu orang
yang paling dicintai Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam karena Abu Bakar dengan sifat tenggang rasa dan
kelembutannya dapat diharapkan membimbing Hafshoh yang mewarisi watak bapaknya
yakni bersemangat tinggi dan berwatak tegas. Maka segeralah Umar menemui Abu
Bakar dan menceritakan perihal Hafshoh berserta ujian yang menimpa dirinya
yakni berstatus janda. Sedangkan ash-Shiddiq memperhatikan dengan rasa iba dan
belas kasihan. Kemudian barulah Umar menawari Abu Bakar agar mau memperistri
putrinya. Dalam hatinya dia tidak ragu bahwa Abu Bakar mau menerima seorang
yang masih muda dan bertaqwa, putri dari seorang laki-laki yang dijadikan oleh
Allah penyebab untuk menguatkan Islam. Namun ternyata Abu Bakar tidak menjawab
apa-apa. Maka berpalinglah Umar dengan membawa kekecewaan hatinya yang
hampir-hampir dia tidak percaya (dengan sikap Abu Bakar). Kemudian dia
melangkahkan kakinya menuju rumah Utsman bin Affan yang mana ketika itu istri
beliau yang bernama Ruqqayah binti Rasulullah telah wafat karena sakit yang
dideritanya.
Umar menceritakan perihal putrinya kepada Utsman dan menawari agar
mau menikahi putrinya, namun beliau menjawab: "Aku belum ingin menikah
saat ini". Semakin bertambahlah kesedihan Umar atas penolakan Utsman
tersebut setelah ditolak oleh Abu Bakar. Dan beliau merasa malu untuk bertemu
dengan salah seorang dari kedua shahabatnya tersebut padahal mereka berdua
adalah kawan karibnya dan teman kepercayaannya yang faham betul tentang
kedudukannya. Kemudian beliau menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan
mengadukan keadaan dan sikap Abu Bakar maupun Utsman. Maka tersenyumlah
Rasulllah Shallallaahu
'alaihi wa sallam seraya berkata:
"Hafshoh akan
dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman sedangkan Ustman
akan menikahi wanita yang lebih baik daripada Hafshoh (yaitu putri beliau Ummu
Kultsum radhiallaahu 'anha-red)"
Wajah Umar bin Khaththab berseri-seri karena kemuliaan yang agung
ini yang mana belum pernah terlintas dalam angan-angannya. Hilanglah segala
kesusahan hatinya, maka dengan segera dia menyampaikan kabar gembira tersebut
kepada setiap orang yang dicintainya sedangkan Abu Bakar adalah orang yang
pertama kali beliau temui. Maka tatkala Abu Bakar melihat Umar dalam keadaan
gembira dan suka cita maka beliau mengucapkan selamat kepada Umar dan meminta
maaf kepada Umar sambil berkata "janganlah engkau marah kepadaku wahai
Umar karena aku telah mendengar Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam menyebut-nyebut Hafshoh. Hanya saja aku tidak ingin membuka
rahasia Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam; seandainya beliau menolak Hafshoh maka pastilah
aku akan menikahinya. Maka Madinah mendapat barokah dengan indahnya pernikahan
Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa sallam dengan Hafshoh
binti Umar pada bulan Sya'ban tahun ketiga Hijriyah. Begitu pula barokah dari
pernikahan Utsman bin Affan dengan Ummu Kultsum binti Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam
pada bulan Jumadil Akhir tahun
ketiga Hijriyah juga.
Begitulah, Hafshoh
bergabung dengan istri-istri Rasulullah dan Ummahatul mukminin yang suci. Di
dalam rumah tangga Nubuwwah ada istri selain beliau yakni Saudah dan Aisyah.
Maka tatkala ada kecemburuan beliau mendekati Aisyah karena dia lebih pantas
dan lebih layak untuk cemburu. Beliau senantiasa mendekati dan mengalah dengan
Aisyah mengikuti pesan bapaknya (Umar) yang berkata: "Betapa kerdilnya
engkau bila dibanding dengan Aisyah dan betapa kerdilnya ayahmu ini apabila
dibandingkan dengan ayahnya".
Hafshoh dan Aisyah pernah menyusahkan Nabi, maka turunlah ayat :"Jika kamu berdua bertaubat
kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong untuk menerima
kebaikan dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi,maka sesungguhnya
Allah adalah pelindungnya dan (begitu pula) Jibril" (Q.S. at-Tahrim: 4).
Telah diriwayatkan bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam telah mentalak sekali untuk Hafshoh tatkala Hafshoh dianggap
menyusahkan Nabi namun beliau rujuk kembali dengan perintah yang dibawa oleh
Jibril 'alaihissalam
yang mana dia berkata:
"Dia adalah seorang
wanita yang rajin shaum, rajin shalat dan dia adalah istrimu di surga".
Hafshoh pernah merasa bersalah karena menyebabkan kesusahan dan penderitaan
Nabi dengan menyebarkan rahasianya namun akhirnya menjadi tenang setelah
Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam memaafkan beliau. Kemudian Hafshoh hidup bersama
Nabi dengan hubungan yang harmonis sebagai seorang istri bersama suaminya.
Manakala Rasul yang mulia menghadap ar-Rafiiq al-A'la dan Khalifah dipegang
oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, maka Hafshoh-lah
yang dipercaya diantara Ummahatul Mukminin termasuk Aisyah didalamnya, untuk
menjaga mushaf Al-Qur'an yang pertama.
Hafshoh radhiallaahu
'anha mengisi hidupnya sebagai seorang ahli ibadah dan ta'at kepada
Allah, rajin shaum dan juga shalat, satu-satunya orang yang dipercaya untuk
menjaga keamanan dari undang-undang umat ini, dan kitabnya yang paling utama
yang sebagai mukjizat yang kekal, sumber hukum yang lurus dan 'aqidahnya yang
utuh.
Ketika ayah beliau yang ketika itu adalah Amirul mukminin merasakan
dekatnya ajal setelah ditikam oleh Abu Lu'lu'ah seorang Majusi pada bulan
Dzulhijjah tahun 13 hijriyah, maka Hafshoh
adalah putri beliau yang mendapat wasiat yang beliau tinggalkan.
Hafshoh
wafat pada masa Mu'awiyah bin Abu Sufyan radhiallaahu 'anhu setelah
memberikan wasiat kepada saudaranya yang bernama Abdullah dengan wasiat yang
diwasiatkan oleh ayahnya radhiallaahu 'anhu. Semoga Allah meridhai
beliau karena beliau telah menjaga al-Qur'an al- Karim, dan beliau adalah
wanita yang disebut Jibril sebagai Shawwamah dan Qawwamah
(Wanita yang rajin shaum dan shalat) dan bahwa beliau adalah istri Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam di surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar