KISAH ABU YAZID SANG RAJA PARA
MISTIK
Abu Yazid Thoifur bin Isa bin Surusyan
al-Busthami. Lahir di Bustham yang terletak di bagian timur Laut Persi.
Meninggal di Bustham pada tahun 261 H/874 M. Beliau adalah salah seorang Sulton
Aulia, yang merupakan salah satu Syech yang ada di silsilah dalam thoriqoh
Sadziliyah, Thoriqoh Suhrowardiyah dan beberapa thoriqoh lain. Tetapi beliau
sendiri menyebutkan di dalam kitab karangan tokoh di negeri Irbil sbb:" ...bahwa mulai Abu Bakar
Shiddiq sampai ke aku adalah golongan Shiddiqiah."
MASA REMAJA
Kakek Abu Yazid al Busthami adalah seorang
penganut agama Zoroaster. Ayahnya adalah salah satu di antara orang-orang
terkemuka di Bustham. Kehidupan Abu Yazid yang luar biasa bermula sejak ia
masih berada dalam kandungan. "Setiap kali aku menyuap makanan yang
kuragukan kehalalannya" , ibunya sering berkata pada Abu Yazid,
"engkau yang masih berada didalam rahimku memberontak dan tidak mau
berhenti sebelum makanan itu kumuntahkan kembali". Pernyataan itu dibenarkan
oleh Abu Yazid sendiri.
Setelah sampai waktunya, si ibu mengirimkan
Abu Yazid ke sekolah. Abu Yazid mempelajari Al Qur-an. pada suatu hari gurunya
menerangkan arti satu ayat dari surat
Lukman yang berbunyi, "Berterimakasihlah kepadaKu dan kepada kedua orang
tuamu". Ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Abu Yazid meletakkan
batu tulisnya dan berkata kepada gurunya, "Ijinkanlah aku untuk pulang,. Ada yang hendak kukatakan
pada ibuku".
Si guru memberi ijin, Abu Yazid lalu pulang
kerumahnya. Ibunya menyambutnya dengan kata-kata,"Thoifur, mengapa engkau
sudah pulang? Apakah engkau mendapat hadiah atau adakah sesuatu kejadian
istimewa?"
"Tidak" jawab Abu Yazid
"Pelajaranku sampai pada ayat dimana Alloh memerintahkan agar aku berbakti
kepadaNya dan kepadamu. Tetapi aku tak dapat mengurus dua rumah dalam waktu
yang bersamaan. Ayat ini sangat menyusahkan hatiku. Maka wahai ibu, mintalah
diriku ini kepada Alloh sehingga aku menjadi milikmu seorang atau serahkanlah
aku kepada Alloh semata sehingga aku dapat hidup untuk Dia semata-mata".
"Anakku" jawab ibunya "aku
serahkan engkau kepada Alloh dan kubebaskan engkau dari semua kewajibanmu
terhadapku. Pergilah engkau menjadi hamba Alloh.
Di kemudian hari Abu Yazid berkata,
"Kewajiban yang semula kukira sebagai kewajiban yang paling ringan, paling
sepele di antara yang lain-lainnya, ternyata merupakan kewajiban yang paling
utama. Yaitu kewajiban untuk berbakti kepada ibuku. Di dalam berbakti kepada
ibuku itulah kuperoleh segala sesuatu yang kucari, yakni segalasesuatu yang
hanya bisa dipahami lewat tindakan disiplin diri dan pengabdian kepada Alloh.
Kejadiannya adalah sebagai berikut:Pada
suatu malam, ibu meminta air kepadaku. Maka akupun mengambilnya, ternyata
didalam tempayan kami tak ada air. Kulihat dalam kendi, tetapi kendi itupun
kosong. Oleh karena itu, aku pergi kesungai lalu mengisi kendi tersebut dengan
air. Ketika aku pulang, ternyata ibuku sudah tertidur"."malam itu
udara terasa dingin. Kendi itu tetap dalam rangkulanku. Ketika ibu terjaga, ia
meminum air yang kubawa itu kemudian memberkati diriku. Kemudian terlihatlah
olehku betapa kendi itu telah membuat tangaku kaku.
"Mengapa engkau tetap memegang kendi
itu?" ibuku bertanya.
"Aku takut ibu terjaga sedang aku
sendiri terlena", jawabku.Kemudian ibu berkata kepadaku, "Biarkan
saja pintu itu setengah terbuka"
"Sepanjang malam aku berjaga-jaga agar
pintu itu tetap dalam keadaan setengah terbuka dan agar aku tidak melalaikan
perintah ibuku. Hingga akhirnya fajar terlihat lewat pintu, begitulah yang
sering kulakukan berkali-kali".
(Wahai ingatkah kita di Qur'an Surat
Al-Baqoroh 255) Sedang Alloh tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur.
Selalu terjaga. Mengapakah kita masih sering terlena??
Setelah si ibu memasrahkan anaknya pada
Alloh, Abu Yazid meninggalkan Bustham, merantau dari satu negri ke negri lain
selama tiga puluh tahun, dan melakukan disiplin diri dengan terus menerus
berpuasa di siang hari dan bertirakat sepanjang malam. Ia belajar di bawah
bimbingan seratus tiga belas guru spiritual dan telah memperoleh manfaat dari
setiap pelajaran yang mereka berikan. Di antara guru-gurunya itu ada seorang
yang bernama Shadiq. Ketika Abu Yazid sedang duduk dihadapannya, tiba-tiba
Shadiq berkata kepadanya,"Abu Yazid, ambilkan buku yang di jendela itu".
"Jendela? Jendela yang mana?",
tanya Abu Yazid.
"Telah sekian lama engkau belajar
disini dan tidak pernah melihat jendela itu?"
"Tidak", jawab Abu Yazid,
"apakah peduliku dengan jendela.Ketika menghadapmu, mataku tertutup
terhadap hal-hal lain. Aku tidak datang kesini untuk melihat segala sesuatu
yang ada di sini"."Jika demikian", kata si guru,"
kembalilah ke Bustham. Pelajaranmu telah selesai".
(Wahai, bagaimanakah saat kita sholat?
Bukankah saat itu kita menghadap pada Sang Maha Kuasa?) Mengapakah masih peduli
terhadap lainnya? Pikiran masih melantur kemana-mana, hati masih diskusi
sendiri?" Celakalah engkau yang sholat, yaitu engkau yang di dalam
sholatmu lalai" Fawailulil musholin aladzinahum ansholatihim sahun".
"Inna sholati li dzikri"
Abu Yazid mendengar bahwa di suatu tempat
tertentu ada seorang guru besar. Dari jauh Abu Yazid datang untuk menemuinya.
Ketika sudah dekat, Abu Yazid menyaksikan betapa guru yang termasyhur itu
meludah ke arah kota
Mekkah (diartikan menghina kota
Mekah), karena itu segera ia memutar langkahnya.
"Jika ia memang telah memperoleh semua
kemajuan itu dari jalan Alloh", Abu Yazid berkata mengenai guru
tadi,"niscaya ia tidak akan melanggar hukum seperti yang
dilakukannya"
Diriwayatkan bahwa rumah Abu Yazid hanya
berjarak empat puluh langkah dari sebuah mesjid, ia tidak pernah meludah ke
arah jalan dan menghormati masjid itu.
(syari'at tanpa hakekat adalah kosong
sedang hakekat tanpa syari'at adalah batal)
Setiap kali Abu Yazid tiba di depan sebuah
masjid, sesaat lamanya ia akan berdiri terpaku dan menangis.
"Mengapa engkau selalu berlaku
demikian?" tanya salah seseorang kepadanya. "Aku merasa diriku
sebagai seorang wanita yang sedang haid. Aku merasa malu untuk masuk dan
mengotori masjid", jawabnya.
(Lihatlah do'a Nabi Adam atau do'a Nabi
Yunus a.s"Laa ilaha ila anta Subhanaka inni kuntum minadholimin",
Tidak ada tuhan melainkan engkau yaa Alloh, sesungguhnya aku ini termasuk
orang-orang yang dholim. Atau lihat do'a Abunawas,' Ya Alloh kalau engkau
masukkan aku ke dalam sorga, rasanya tidaklah pantas aku berada di dalam sorga.
Tetapi kalau aku kau masukkan ke dalam
neraka, aku tidak akan tahan, aku tidak akan kuat ya Alloh, maka terimalah saja
taubatku)
Perjalanan Abu Yazid menuju Ka'bah memakan
waktu dua belas tahun penuh. Hal ini karena setiap kali ia bersua dengan
seorang pengkhotbah yang memberikan pengajaran di dalam perjalanan itu, Abu
Yazid segera membentangkan sajadahnya dan melakukan sholat sunnah dua roka'at.
Mengenai hal ini Abu Yazid mengatakan: "Ka'bah bukanlah serambi istana
raja, tetapi suatu tempat yang dapat dikunjungi orang setiap saat".
Akhirnya sampailah ia ke Ka'bah tetapi ia
tidak pergi ke Madinah pada tahun itu juga. "Tidaklah pantas perkunjung an
ke Madinah hanya sebagai pelengkap saja", Abu Yazid menjelaskan,
"Saya akan mengenakan pakaian haji yang berbeda untuk mengunjungi
Madinah".
Tahun berikutnya sekali lagi ia menunaikan
ibadah Haji. Ia mengenakan pakaian yang berbeda untuk setiap tahap
perjalanannya sejak mulai menempuh padang
pasir. Di sebuah kota
dalam perjalanan tersebut, suatu rombongan besar telah menjadi muridnya dan
ketika ia meninggalkan tanah suci, banyak orang yang mengikutinya
"Siapakah orang-orang ini?", ia
bertanya sambil melihat kebelakang.
"Mereka ingin berjalan
bersamamu", terdengar sebuah jawaban.
"Ya Alloh!", Abu Yazid memohon,
"Janganlah Engkau tutup penglihatan hamba-hambaMu karenaku".
Untuk menghilangkan kecintaan mereka kepada
dirinya dan agar dirinya tidak menjadi penghalang bagi mereka, maka setelah
selesai melakukan sholat shubuh, Abu Yazid berseru kepada mereka, "Ana
Alloh ,Laa ilaha illa ana, Fa'budni". Sesungguhnya Aku adalah Alloh, Tidak
ada Tuhan melainkan Aku, maka Sembahlah Aku"
"Abu Yazid sudah gila!", seru
mereka kemudian meninggalkannya.
Abu Yazid meneruskan perjalanannya. Di
tengah perjalanan, ia menemukan sebuah tengkorak manusia yang bertuliskan,
Tuli, bisu, buta ...mereka tidak memahami. Sambil menangis Abu Yazid memungut
tengkorak itu lalu menciuminya."Tampaknya ini adalah kepala seorang sufi",
gumamnya," yang menjadi tauhid di dalam Alloh ... ia tidak lagi mempunyai
telinga untuk mendengar suara abadi, tidak lagi mempunyai mata untuk memandang
keindahan abadi, tidak lagi mempunyai lidah untuk memuji kebesaran Alloh, dan
tak lagi mempunyai akal walaupun untuk merenung secuil pengetahuan Alloh yang
sejati. Tulisan ini adalah mengenai dirinya".
Suatu ketika Abu Yazid di dalam perjalanan,
ia membawa seekor unta sebagai tunggangan dan pemikul
perbekalannya."Binatang yang malang,
betapa berat beban yang engkau tanggung. Sungguh kejam!", seseorang
berseru.
Setelah beberapa kali mendengar seruan ini,
akhirnya Abu Yazid menjawab, "Wahai anak muda, sebenarnya bukan unta ini
yang memikul beban".
Kemudian si pemuda meneliti apakah beban
itu benar-benar berada di atas punggung onta tersebut. Barulah ia percaya
setelah melihat beban itu mengambang
satu jengkal di atas punggung unta dan binatang itu sedikitpun tidak memikul
beban tersebut.
"Maha besar Alloh, benar-benar
menakjubkan!", seru si pemuda.
"Jika kusembunyikan
kenyataan-kenyataan yang sebenarnya mengenai diriku, engkau akan melontarkan
celaan kepadaku", kata Abu Yazid kepadanya.
"Tetapi jika kujelaskan
kenyataan-kenyataan itu kepadamu, engkau tidak dapat memahaminya. Bagaimana
seharusnya sikapku kepadamu?"
(Menuruti orang itu memang nggak ada
benernya, seperti kisah Luqman saat mendidik anaknya, diajaknya anaknya kepasar
dengan membawa keledai. Awalnya Luqman yang naik keledai itu. Lewatlah di suatu
desa. Orang-orang disitu berteriak mencemooh. "Lihatlah itu, seorang Bapak
yang tega pada anaknya. Udara panas begini, anaknya disuruh jalan kaki sedang
Bapaknya enak-enak di atas keledai." . "Catat itu anakku "kata
Luqman, kemudian ganti dia yang berjalan sedang anaknya dinaikkan keledai.
Lewatlah mereka di satu desa lagi. Orang-orang di desa itu melihat mereka
dengan mencemooh,"Lihat itu , jaman sudah edan, itulah contoh anak durhaka
pada orang tua, anaknya enak-enak naik keledai, sedang Bapaknya yang sudah tua
disuruh jalan kaki diudara panas seperti ini"."Catat itu
anakku", kata Luqman lagi.
Kini, dua-duanya berjalan kaki. Jadi
iring-iringan bertiga dengan keledainya berjalan kaki. Lewatlah mereka di satu
desa. Orang-orang di desa itu mencemooh,"Lihat itu, orang-orang bodoh,
mereka bercapek-capek jalan kaki sementara ada tunggangan keledai dibiarkan
saja"."Catat itu anakku"kata Luqman . Mereka mencari bambu
panjang, dan sekarang keledainya mereka panggul berdua. Lewatlah mereka disatu
desa lain. Orang-orang di situ melihat mereka dan mencemooh,"Lihat itu
Bapak dan anak sama-sama gila, Keledai tidak apa-apa dipanggul. Enaklah jadi
keledainya." Lukman berkata pada anaknya" Catat itu waahai anakku.
Kalau engkau menuruti omongan orang-orang, maka tidak akan pernah benar. Maka
kuatkanlah keyakinanmu.)
MI'ROJ
Abu Yazid mengisah, "Dengan tatapan
yang pasti aku memandang Alloh setelah Dia membebaskan diriku dari semua
makhluq-Nya, menerangi diriku dengan Cahaya-Nya, membukakan keajaiban-keajaiban
rahasiaNya dan menunjukkan kebesaranNya kepadaku.
Setelah menatap Alloh akupun memandang
diriku sendiri dan merenungi rahasia serta hakekat diri ini. Cahaya diriku
adalah kegelapan jika dibandingkan dengan CahayaNya, kebesaran diriku sangat
kecil jika dibandingkan dengan kebesaranNya, kemuliaan diriku hanyalah
kesombongan yang sia-sia jika dibandingkan dengan kemuliaanNya. Di dalam Alloh
segalanya suci sedang didalam diriku segalanya kotor dan cemar.
Bila kurenungi kembali, maka tahulah aku
bahwa aku hidup karena cahaya Alloh. Aku menyadari kemuliaan diriku bersumber
dari kemuliaan dan kebesaranNya. Apapun yang telah kulakukan, hanya karena
kemahakuasaanNya. Apapun yang telah terlihat oleh mata lahirku, sebenarnya
melalui Dia. Aku memandang dengan mata keadilan dan realitas. Segala
kebaktianku bersumber dari Alloh, bukan dari diriku sendiri, sedang selama ini
aku beranggapan bahwa akulah yang berbakti kepadaNya.
Aku bertanya, "Ya Alloh, apakah
ini?"
Dia menjawab, "Semuanya adalah Aku,
tidak ada sesuatupun juga kecuali Aku. Dan sesungguhnya tidak ada wujud selain
wujudKu"Kemudian Ia menjahit mataku sehingga aku tidak dapat
melihat. Dia menyuruhku untuk merenungi akar permasalahan, yaitu diriNya
sendiri. Dia meniadakan aku dari kehidupanNya sendiri, dan Ia memuliakan
diriku.
Kepadaku dibukakanNya rahasia diriNya
sendiri sedikitpun tidak tergoyahkan oleh karena adaku. Demikianlah Alloh,
Kebenaran Yang Tunggal menambahkan realitas kedalam diriku. Melalui Alloh aku
memandang Alloh, dan kulihat Alloh didalam realitasNya.
Di sana
aku berdiam dan beristirahat untuk beberapa saat lamanya. kututup telinga dari
derap perjuangan. Lidah yang meminta-minta kutelan ke dalam tenggorokan
keputusasaan. Kucampakkan pengetahuan yang telah kutuntut dan kubungkamkan kata
hati yang menggoda kepada perbuatan-perbuatan aniaya. Di sana aku berdiam dengan tenang. Dengan
karunia Alloh aku membuang kemewahan-kemewahan dari jalan yang menuju
prinsip-prinsip dasar.
Alloh menaruh belas kasih kepadaku. Ia
memberkahiku dengan pengetahuan abadi dan menanam lidah kebajikanNya ke dalam
tenggorokanku. Untuk diciptakanNya sebuah mata dari cahayaNya, semua makhluk
kulihat melalui Dia. Dengan lidah kebajikan itu aku berkata-kata kepada Alloh,
dengan pengetahuan Alloh kuperoleh sebuah pengetahuan, dan dengan cahaya Alloh
aku menatap kepadaNya.
Alloh berkata kepadaku, "Wahai engkau
yang tak memiliki sesuatupun jua namun telah memperoleh segalanya, yang tak
memiliki perbekalan namun telah memiliki kekayaan".
"YaAlloh"jawabku" Jangan
biarkan diriku terperdaya oleh semua itu. Jangan biarkan aku puas dengan diriku
sendiri tanpa mendambakan diri Mu. Adalah lebih baik jika Engkau menjadi
milikku tanpa aku, daripada aku menjadi milikku sendiri tanpa Engkau.Lebih baik
jika aku berkata-kata kepadaMu melalui Engkau, daripada aku berkata-kata kepada
diriku sendiri tanpa Engkau".
Alloh berkata, "Oleh karena itu
perhatikanlah hukumKu dan janganlah engkau melanggar perintah serta laranganKu,
agar Kami berterima kasih akan segala jerih payahmu"
"Aku telah membuktikan imanku kepadaMu
dan aku benar-benar yakin bahwa sesungguhnya Engkau lebih pantas untuk
berterimakasih kepada diriMu sendiri dari pada kepada hambaMu. Bahkan
seandainya Engkau mengutuk diriku ini, Engkau bebas dari segala perbuatan
aniaya"
"Dari siapakah engkau belajar?",
tanya Alloh.
"Ia Yang Bertanya lebih tahu dari ia
yang ditanya",jawabku," karena Ia adalah Yang Dihasratkan dan Yang
Menghasratkan, Yang Dijawab dan Yang Menjawab, Yang Dirasakan dan Yang
Merasakan, Yang Ditanya dan Yang Bertanya".
Setelah Dia menyaksikan kesucian hatiku
yang terdalam, aku mendengar seruan puas dari Aloh. Dia mencap diriku dengan
cap kepuasanNya. Dia menerangi diriku, menyelamatkan diriku dari kegelapan hawa
nafsu dan kecemaran jasmani. Aku tahu bahwa melalui Dialah aku hidup dan karena
kelimpahanNya-lah aku bisa menghamparkan permadani kebahagiaan di dalam hatiku.
"Mintalah kepadaKu segala sesuatu yang
engkau kehendaki", kata Alloh. "Engkaulah yang
kuinginkan",jawabku, "karena Engkau lebih dari kemurahan dan melalui
Engkau telah kudapatkan kepuasan di dalam Engkau. Karena Engkau adalah milikku,
telah kugulung catatan-catatan kelimpahan dan kemurahan. Janganlah Engkau
jauhkan aku dari diriMu dan janganlah Engkau berikan kepadaku sesuatu yang
lebih rendah daripada Engkau".
Beberapa lama Dia tak menjawab. Kemudian
sambil meletakkan mahkota kemurahan hati ke atas kepalaku, berkatalah
Dia,:"Kebenaranlah yang engkau ucapkan dan realitaslah yang engkau cari,
karena itu engkau menyaksikan dan mendengarkan kebenaran". "Jika aku
telah melihat".,kataku pula, "melalui Engkau-lah aku melihat, dan
jika aku telah mendengar, melalui Engkaulah aku mendengar. Setelah Engkau,
barulah aku mendengar".
Kemudian kuucapkan berbagai pujian
kepadaNya. Karena itu Ia hadiahkan kepadaku sayap keagungan, sehingga aku dapat
melayang-layang memandangi alam kebesaranNya dan hal-hal menakjubkan dari
ciptaanNya. Karena mengetahui kelemahanku dan apa-apa yang kubutuhkan, maka Ia
menguatkan diriku dengan perhiasan-perhiasanNya sendiri.
Ia menaruh mahkota kemurahan hati ke atas
kepalaku dan membuka pintu istana ketauhidan untukku. Setelah Ia
melihat betapa sifat-sifatku tauhid ke dalam sifat-sifaNya, dihadiahkanNya
kepadaku sebuah nama dari hadiratNya sendiri dan berkata-kata kepadaku dalam
wujudNya sendiri. Maka terciptalah Tauhid Dzat dan punahlah perpisahan.
"Kepuasan Kami adalah
kepuasanmu", kataNya, "dan kepuasanmu adalah kepuasan Kami.
Ucapan-ucapanmu tak mengandung kecemaran dan tak seorangpun akan menghukummu
karena ke-aku-anmu".
Kemudian Dia menyuruhku untuk merasakan
hunjaman rasa cemburu dan setelah itu Ia menghidupkan aku kembali. Dari dalam
api pengujian itu aku keluar dalam keadaan suci bersih. Kemudian Dia bertanya,:
"Siapakah yang memiliki kerajaan ini"
"Engkau", jawabku
"Siapakah yang memiliki
kekuasaan?"
"Engkau", jawabku
"Siapakah yang memiliki
kehendak?"
"Engkau", jawabku
Karena jawaban-jawabanku itu persis seperti
yang didengarkan pada awal penciptaan, maka ditunjukkanNya kepadaku betapa jika
bukan karena belas kasihNya, alam semesta tidak akan pernah tenang, dan jika
bukan karena cintaNya segala sesuatu telah dibinasakan oleh keMahaPerkasaanNya.
Dia memandangku dengan mata Yang Maha Melihat melalui medium Yang Maha memaksa,
dan segala sesuatu mengenai diriku sirna tak terlihat.
Di dalam kemabukan itu setiap lembah
kuterjuni. Kulumatkan tubuhku ke dalam setiap wadah gejolak api cemburu. Kupacu
kuda pemburuan di dalam hutan belantara yang luas. Kutemukan bahwa tidak ada
yang lebih baik dari pada kepapaan dan tidak ada yang lebih baik dari ketidak
berdayaan (fana-red). Tiada pelita yang lebih terang dari pada keheningan dan
tiada kata-kata yang lebih merdu dari pada kebisuan. Dan tiada pula gerak yang
lebih sempurna dari pada diam. Aku menghuni istana keheningan, aku mengenakan
pakaian ketabahan, sehingga segala masalah terlihat sampai keakar-akarnya. Dia
melihat betapa jasmani dan rohaniku bersih dari kilasan hawa nafsu, kemudian
dibukakanNya pintu kedamaian di dalam dadaku yang kelam dan diberikanNya
kepadaku lidah keselamatan dan ketauhidan.
Kini telah kumiliki sebuah lidah rahmat nan
abadi, sebuah hati yang memancarkan nur ilahi, dan mata yang ditempa oleh
tanganNya sendiri. Karena Dia-lah aku berbicara dan dengan kekuasaanNya-lah aku
memegang. Karena melalui Dia aku hidup, karena Dia-lah Dzat Yang Maha Hidup dan
Maha Menghidupi, maka aku tidak akan pernah mati. Karena telah mencapai tingkat
keluhuran ini, maka isyaratku adalah abadi, ucapanku berlaku untuk
selama-lamanya, lidahku adalah lidah tauhid dan ruhku adalah ruh keselamatan,
ruh Islam,. Aku tidak berbicara mengenai diriku sendiri sebagai seorang pemberi
peringatan. Dia-lah yang menggerakkan lidahku sesuai dengan kehendakNya, sedang
aku hanyalah seseorang yang menyampaikan. Sebenarnya yang berkata-kata ini
adalah Dia, bukan aku.
Setelah memuliakan diriku Dia berkata,
"Hamba-hambaKu ingin bertemu denganmu". "Bukanlah keinginanku
untuk menemui mereka", jawabku. "Tetapi jika Engkau menghendakiku
untuk menemui mereka, maka aku tidak akan menentang kehendakMu. Hiaslah diriku
dengan ke-esaanMu, sehingga apabila hamba-hambaMu memandangku yang terpandang
oleh mereka adalah ciptaanMu. Dan mereka akan melihat Sang Pencipta
semata-mata, bukan diriku ini".
Keinginanku ini dikabulkanNya. DitaruhNya
mahkota kemurahan hati ke atas kepalaku dan Ia membantuku mengalahkan
jasmaniku.
Setelah itu Dia berkata, "temuilah
hamba-hambaKu itu".Akupun berjalan selangkah menjauhi hadiratNya. Tetapi
pada langkah yang kedua aku jatuh terjerumus. Terdengarlah seruan,:
"Bawalah kembali kekasihKu kemari. Ia
tidak dapat hidup tanpa Aku dan tidak ada satu jalanpun yang diketahuinya
kecuali jalan yang menuju Aku".
Setelah aku mencapai taraf tauhid
Dzat-itulah saat pertama aku menatap Yang Esa-bertahun-tahun lamanya aku
mengelana di dalam lembah yang berada dikaki bukit pemahaman. Akhirnya aku
menjadi seekor burung dengan tubuh yang berasal dari ke-esa-an dan dengan sayap
keabadian. Terus menerus aku melayang-layang di angkasa kemutlakan. Setelah
terlepas dari segala sesuatu yang diciptakanNya, akupun berkata, " Aku
telah sampai kepada Sang Pencipta. Aku telah kembali kepadaNya".
Kemudian kutengadahkan kepalaku dari lembah
kemuliaan. Dahagaku kupuaskan seperti yang tak pernah terulang di sepanjang
zaman. Kemudian selama tiga puluh ribu tahun aku terbang di dalam sifatNya yang
luas, tigapuluh ribu tahun di dalam kemuliaan perbuatanNya, dan selama tiga
puluh ribu tahun di dalam keesaan DzatNya. Setelah berakhir masa sembilan puluh
ribu tahun, terlihat olehku Abu Yazid, dan segala yang terpandang olehku adalah
aku sendiri.
Kemudian aku jelajahi empat ribu padang belantara. Ketika
sampai diakhir penjelajahan itu terlihat olehku bahwa aku masih berada pada
tahap awal kenabian. Maka kulanjutkan pula pengembaraan yang tak berkesudahan
di lautan tanpa tepi itu untuk beberapa lama, aku katakan, "Tidak ada
seorang manusiapun yang pernah mencapai kemuliaan yang lebih tinggi daripada
yang telah kucapai ini. Tidak mungkin ada tingkatan yang lebih tinggi daripada
ini".
Tetapi ketika kutajamkan pandangan ternyata
kepalaku masih berada di tapak kaki seorang Nabi. Maka sadarlah aku bahwa
tingkat terakhir yang dapat dicapai oleh manusia-manusia suci hanyalah sebagai
tingkatan awal dari kenabian. Mengenai tingkat terakhir dari kenabian tidak
dapat kubayangkan.
Kemudian ruhku menembus segala penjuru di
dalam kerajaan Alloh. Surga dan neraka ditunjukkan kepada ruhku itu tetapi ia
tidak peduli. Apakah yang dapat menghadang dan membuatnya peduli?. Semua sukma
yang bukan Nabi yang ditemuinya tidak dipedulikannya. Ketika ruhku mencapai
sukma manusia kesayangan Alloh, Nabi Muhammad SAW, terlihatlah olehku seratus
ribu lautan api yang tiada bertepi dan seribu tirai cahaya. Seandainya
kujejakkan kaki ke dalam lautan api yang pertama itu, niscaya aku hangus
binasa. Aku sedemikian gentar dan bingung sehinga aku menjadi sirna. Tetapi
betapapun besar keinginanku, aku tidak berani memandang tiang perkemahan
Muhammad. Walaupun aku telah berjumpa dengan Alloh, tetapi aku tidak berani
berjumpa dengan Muhammad.
Kemudian Abu Yazid berkata, "Ya Alloh,
segala sesuatu yang telah terlihat olehku adalah aku sendiri. Bagiku tiada
jalan yang menuju kepadaMu selama aku ini masih ada. Aku tidak dapat menembus
keakuan ini, apakah yang harus kulakukan?"
Maka terdengarlah perintah, "Untuk
melepas keakuanmu itu ikutilah kekasih Kami, Muhammad, si orang Arab. Usaplah
matamu dengan debu kakinya dan ikutilah jejaknya.
Maka terjunlah aku ke dalam lautan api yang
tak bertepi dan kutenggelamkan diriku kedalam tirai-tirai cahaya yang
mengelilingi Muhammad. Dan kemudian tak kulihat diriku sendiri, yang kulihat
Muhammad. Aku terdampar dan kulihat Abu Yazid berkata," aku adalah debu
kaki Muhammad, maka aku akan mengikuti jejak Muhammad.
PERANG TANDING ANTARA ABU YAZID DAN YAHYA
BIN MU'ADZ
Yahya bin Mu'adz-salah seorang tokoh sufi,
aulia, waliyulloh, jaman itu, menulis surat
kepada Abu Yazid," Apakah katamu mengenai seseorang yang telah mereguk
secawan arak dan menjadi mabuk tiada henti-hentinya?"
"Aku tidak tahu", jawab Abu
Yazid."Yang kuketahui hanyalah bahwa di sini ada seseorang yang sehari
semalam telah mereguk isi samudra luas yang tiada bertepi namun masih merasa
haus dan dahaga".
Yahya bin Mu'adz menyurati lagi," Ada sebuah rahasia yang
hendak kukatakan kepadamu tetapi tempat pertemuan kita adalah di dalam surga.
Di sana, di
bawah naungan pohon Tuba akan kukatakan rahasia itu kepadamu".
Bersamaan surat itu dia kirimkan sepotong roti dengan
pesan,"Syech harus memakan roti ini karena aku telah membuatnya dari air
zam-zam".
Di dalam jawabannya Abu Yazid berkata
mengenai rahasia yang hendak disampaikan Yahya itu," Mengenai tempat
pertemuan yang engkau katakan, dengan hanya mengingatNya, pada saat ini juga
aku dapat menikmati surga dan puhon Tuba. tetapi roti yang engkau kirimkan itu
tidak dapat kunikmati. Engkau memang telah mengatakan air apa yang telah engkau
pergunakan, tetapi engkau tidak mengatakan bibit gandum apa yang telah engkau
taburkan".
Maka Yahya bin Mu'adz ingin sekali
mengunjungi Abu Yazid. Ia datang pada waktu sholat Isya'. Yahya berkisah
sebagai berikut,:" Aku tidak mau mengganggu Syech Abu Yazid. Tetapi aku
pun tidak dapat bersabar hingga pagi. Maka pergilah aku ke suatu tempat di padang pasir di mana aku
dapat menemuinya pada saat itu seperti dikatakan orang-orang kepadaku.
Sesampainya ditempat itu terlihat olehku Abu Yazid sedang sholat Isya'.
Kemudian ia berdiri di atas jari-jari kakinya sampai keesokan harinya. Aku
tegak terpana menyaksikan hal ini. Sepanjang malam kudengar Abu Yazid berkata
di dalam do'anya.," Aku berlindung kepadamu dari segala hasratku untuk
menerima kehormatan-kehormatan ini".
Setelah sadar, Yahya mengucapkan salam
kepada Abu Yazid dan bertanya apakah yang telah dialaminya pada malam tadi. Abu
Yazid menjawab," lebih dari dua puluh kehormatan telah ditawarkan
kepadaku. Tetapi tak satupun yang kuinginkan karena semuanya adalah
kehormatan-kehormatan yang membutakan mata".
"Guru, mengapakah engkau tidak meminta
pengetahuan mistik, karena bukankah Dia Raja diantara raja yang pernah
berkata,"Mintalah kepadaKu segala sesuatu yang engkau kehendaki?"
Yahya bertanya."Diamlah!", sela Abu Yazid," Aku cemburu kepada
diriku sendiri yang telah mengenalNya, karena aku ingin tiada sesuatupun
kecuali Dia yang mengenal diriNya. Mengenai pengetahuanNya, apakah peduliku.
Sesungguhnya seperti itulah kehendakNya, Yahya. Hanya Dia, dan bukan siapa-siapa
yang akan mengenal diriNya.
"Demi keagungan Alloh", Yahya
bermohon,"berikanlah kepadaku sebagian dari karunia-karunia yang telah
ditawarkan kepadamu malam tadi".
"Seandainya engkau memperoleh
kemuliaan Adam, kesucian Jibril, kelapangan hati Ibrahim, kedambaan Musa kepada
Alloh, kekudusan Isa, dan kecintaan Muhammad, niscaya engkau masih merasa belum
puas. Engkau akan mengharapkan hal-hal lain yang melampaui segala
sesuatu", jawab Yazid." Tetaplah merenung Yang Maha Tingi dan jangan
rendahkan pandanganmu, karena apabila engkau merendahkan pandanganmu kepada
sesuatu hal, maka hal itulah yang akan membutakan matamu"
Suatu hari Abu Yazid berjalan-jalan dengan
beberapa orang muridnya. jalan yang sedang mereka lalui sempit dan dari arah
yang berlawanan datanglah seekor anjing. Abu Yazid menyingkir kepinggir untuk
memberi jalan kepada binatang itu.
Salah seorang murid tidak menyetujui
perbuatan Abu Yazid ini dan berkata," Alloh Yang Maha Besar telah
memuliakan manusia di atas segala makhluk-makhlukNya. Abu Yazid adalah
"Raja diantara kaum mistik", tetapi dengan ketinggian martabatnya itu
beserta murid-muridnya yang taat masih memberi jalan kepada seekor anjing.
Apakah pantas perbuatan seperti itu?"
Abu Yazid menjawab," Anak muda, anjing
tadi secara diam-diam telah berkata kepadaku,'Apakah dosaku dan apakah pahalamu
pada awal kejadian sehingga aku berpakaian kulit anjing dan engkau mengenakan
jubah kehormatan sebagai raja diantara para mistik?'. Begitulah yang sampai
dalam pikiranku dan karena itulah aku memberi jalan kepadanya".
Suatu ketika Abu yazid melakukan perjalanan
menuju Ka'bah di Makkah, tetapi beberapa saat kemudian ia pun kembali lagi.
"Di waktu yang sudah-sudah engkau tidak pernah membatalkan niatmu. Mengapa
sekarang engkau berbuat demikian?", tanya seseorang kepaa Abu Yazid.
"baru saja aku palingkan wajahku ke
jalan", jawab Abu Yazid,"terlihat olehku seorang hitam yang
menghadang dengan pedang terhunus dan berkata,"Jika engkau kembali,
selamat dan sejahtera-lah engkau. Jika tidak, akan kutebas kepalamu. Engkau
telah meninggalkan Alloh di Bustham untuk pergi kerumahNya.
Hatim Tuli-salah seorang waliyulloh masa
itu-, berkata kepada murid-muridnya," Barang siapa di antara kamu yang
tidak memohon ampunan bagi penduduk neraka di hari berbangkit nanti, ia bukan
muridku".
Perkataan Hatim ini disampaikan orang
kepada Abu Yazid. kemudian Abu yazid menambahkan," Barang siapa yang
berdiri di tebing neraka dan menangkap setiap orang yang dijerumuskan ke dalam
neraka, kemudian mengantarnya ke surga lalu kembali ke neraka sebagai pengganti
mereka, ia adalah muridku".
ABU YAZID DAN SEORANG MURIDNYA
Ada seorang pertapa di antara tokoh-tokoh suci terkenal di Bustham. Ia
mempunyai banyak pengikut dan pengagum, tetapi ia sendiri senantiasa mengikuti
pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh Abu Yazid. Dengan tekun ia mendengarkan
ceramah-ceramah Abu Yazid dan duduk bersama sahabat-sahabat beliau.
Pada suatu hari berkatalah ia kepada Abu
Yazid,"pada hari ini genaplah tigapuluh tahun lamanya aku berpuasa dan
memanjatkan do'a sepanjang malam sehingga aku tidak pernah tidur. Namun
pengetahuan yang engkau sampaikan ini belum pernah menyentuh hatiku. Walau
demikian aku percaya kepada pengetahuan itu dan senang mendengarkan
ceramah-ceramahmu".
"Walaupun engkau berpuasa siang malam
selama tiga ratus tahun, sedikitpun dari ceramah-ceramahku ini tidak akan dapat
engkau hayati".
"Mengapa demikian?",tanya si
murid.
"Karena matamu tertutup oleh dirimu
sendiri", jawab Abu Yazid.
"Apakah yang harus
kulakukan?",tanya si murid pula.
"Jika kukatakan, pasti engkau tidak
mau menerimanya", jawab Abu Yazid.
"Akan kuterima!. Katakanlah kepadaku
agar kulakukan seperti yang engkau petuahkan".
"Baiklah!", jawab Abu
Yazid."Sekarang ini juga, cukurlah janggut dan rambutmu. Tanggalkan
pakaian yang sedang engkau kenakan ini dan gantilah dengan cawat yang terbuat
dari bulu domba. Gantungkan sebungkus kacang dilehermu, kemudian pergilah ke
tempat ramai. Kumpulkan anak-anak sebanyak mungkin dan katakan pada
mereka,"Akan kuberikan sebutir kacang kepada setiap orang yang menampar
kepalaku". Dengan cara yang sama pergilah berkeliling kota, terutama sekali ke tempat dimana
orang-orang sudah mengenalmu. Itulah yang harus engkau lakukan".
"Maha besar Alloh!Tiada Tuhan kecuali
Alloh", cetus simurid setelah mendengar kata-kata Abu Yazid itu.
"Jika seorang kafir mengucapkan
kata-kata itu niscaya ia menjadi seorang Muslim",kata Abu
Yazid."Tetapi dengan mengucapkan kata-kata yang sama engkau telah
mempersekutukan Alloh".
"Mengapa begitu?",tanya si murid.
"Karena engkau merasa bahwa dirimu
terlalu mulia untuk berbuat seperti yang telah kukatakan tadi. Kemudian engkau
mencetuskan kata-kata tadi untuk menunjukkan bahwa engkau adalah seorang
penting, dan bukan untuk memuliakan Alloh. Dengan demikian bukankah engkau
telah mempersekutukan Alloh?".
"Saran-saranmu tadi tidak dapat
kulaksanakan. Berikanlah saran-saran yang lain", si murid berkeberatan.
"Hanya itu yang dapat
kusarankan",Abu Yazid menegaskan.
"Aku tak sanggup
melaksanakannya", si murid mengulangi kata-katanya.
"Bukankah telah aku katakan bahwa
engkau tidak akan sanggup untuk melaksanakannya dan engkau tidak akan menuruti
kata-kataku",kata Abu Yazid.
(Duhai, sadarlah aku bahwa kesombongan
dalam diriku begitu tebal, betapa pentingnya aku, betapa mulianya aku, betapa
orang lain berada lebih rendah dari aku.....lihat nggantengku, lihat
kekayaanku, lihat kepandaianku,...lihat kekuatanku....lihat kekuasaanku......!
Besi mesti dipanasi untuk dijadikan pedang, besi mesti ditempa untuk dibuat
menjadi tajam. Batu kotor mesti digosok supaya jadi berlian. "Gosoklah
berlian imanmu dengan Laa illaha ilalloh". 'Jadidu Imanakum bi Laa illaha
ilalloh' )
"Engkau dapat berjalan di atas
air", orang-orang berkata kepada Abu Yazid. "Sepotong kayupun dapat
melakukan hal itu", jawab Abu Yazid.
"Engkau dapat terbang di
angkasa". "Seekor burung pun dapat melakukan itu"
"Engkau dapat pergi ke Ka'bah dalam
satu malam". " Setiap orang sakti dapat melakukan perjalanan dari India ke
Demavand dalam satu malam".
"Jika demikian apakah yang harus
dilakukan oleh manusia-manusia sejati?", mereka bertanya kepada Abu Yazid.
Abu Yazid menjawab,"Seorang manusia sejati tidak akan menautkan hatinya
kepada siapapun dan apapun kecuali kepada Alloh".
Abu Yazid ditanya orang,"Bagaimanakah
engkau mencapai tingkat kesalehan yang seperti ini?"
. "Pada suatu malam ketika aku masih
kecil,", jawab Abu Yazid,"aku keluar dari kota Bustham. Bulan bersinar terang dan bumi
tertidur tenang. Tiba-tiba kulihat suatu kehadiran. Di sisinya ada delapan
belas ribu dunia yang tampaknya sebagai sebuah debu belaka. hatiku bergetar
kencang lalu aku hanyut dilanda gelombang ekstase yang dahsyat. Aku berseru
"Ya Alloh, sebuah istana yang sedemikian besarnya tapi sedemikian
kosongnya. Hasil karya yang sedemikian agung tapi begitu sepi? " Lalu
terdengar olehku sebuah jawaban dari langit." Istana ini kosong bukan
karena tak seorangpun memasukinya tetapi Kami tidak memperkenankan setiap orang
untuk memasukinya. Tak seorang manusia yang tak mencuci muka-pun yang pantas
menghuni istana ini".
"Maka aku lalu bertekat untuk
mendo'akan semua manusia. Kemudian terpikirlah olehku bahwa yang berhak untuk
menjadi penengah manusia adalah Muhammad SAW. Oleh karena itu aku hanya
memperhatikan tingkah lakuku sendiri. Kemudian terdengarlah suara yang
menyeruku.," Karena engkau berjaga-jaga untuk selalu bertingkah laku baik,
maka Aku muliakan namamu sampai hari Berbangkit nanti dan ummat manusia akan
menyebutmu
RAJA PARA
MISTIK".
Abu Yazid menyatakan," Sewaktu pertama
kali memasuki Rumah Suci (Ka'bah), yang terlihat olehku hanya Rumah Suci itu.
Ketika untuk kedua kalinya memasuki Rumah Suci itu, yang terlihat olehku adalah
Pemilik Rumah Suci. Tetapi ketika untuk ketiga kalinya memasuki Rumah Suci,
baik si Pemilik maupun Rumah Suci itu sendiri tidak terlihat olehku".
Sedemikian khusyuknya Abu Yazid dalam
berbakti kepada Alloh, sehingga setiap hari apabila ditegur oleh muridnya, yang
senantiasa menyertainya selama 20 tahun, ia akan bertanya," Anakku,
siapakah namamu?" Suatu ketika si murid berkata pada Abu Yazid,"Guru,
apakah engkau memperolok-olokkanku. Telah 20 tahun aku mengabdi kepadamu,
tetapi, setiap hari engkau menanyakan namaku".
"Anakku",Abu Yazid
menjawab,"aku tidak memperolok-olokkanmu. Tetapi nama-Nya telah memenuhi
hatiku dan telah menyisihkan nama-nama yang lain. Setiap kali aku mendengar
sebuah nama yang lain, segeralah nama itu terlupakan olehku"
Abu Yazid mengisahkan:
Suatu hari ketika sedang duduk-duduk,
datanglah sebuah pikiran ke dalam benakku bahwa aku adalah Syaikh dan tokoh
suci zaman ini. Tetapi begitu hal itu terpikirkan olehku, aku segera sadar
bahwa aku telah melakukan dosa besar. Aku lalu bangkit dan berangkat ke
Khurazan. Di sebuah persinggahan aku berhenti dan bersumpah tidak akan
meninggalkan tempat itu sebelum Alloh mengutus seseorang untuk membukakan
diriku.
Tiga hari tiga malam aku tinggal di
persinggahan itu. Pada hari yang ke-empat kulihat seseorang yang bermata satu
dengan menunggang seekor unta sedang datang ke tempat persinggahan itu. Setelah
mengamati dengan seksama, terlihat olehku tanda-tanda kesadaran Ilahi di dalam
dirinya. Aku mengisyaratkan agar unta itu berhenti lalu unta itu segera
menekukkan kaki-kaki depannya. Lelaki bermata satu itu memandangiku.
"Sejauh ini engkau memanggilku",
katanya," hanya untuk membukakan mata yang tertutup dan membukakan pintu
yang terkunci serta untuk menenggelamkan penduduk Bustham bersama Abu
Yazid?"
"Aku jatuh lunglai. Kemudian aku
bertanya kepada orang itu,"Dari manakah engkau datang?"
"Sejak engkau bersumpah itu telah
beribu-ribu mil yang kutempuh", kemudian ia
menambahkan,"berhati-hatilah Abu Yazid, Jagalah hatimu!"
Setelah berkata demikian ia berpaling
dariku dan meninggalkan tempat itu.
MASA AKHIR
Diriwayatkan bahwa Abu Yazid telah tujuh
puluh kali diterima Alloh ke hadhiratNya. Setiap kali kembali dari perjumpaan
dengan Alloh itu, Abu Yazid mengenakan sebuah ikat pinggang yang lantas
diputuskannya pula.
Menjelang akhir hayatnya Abu Yazid memasuki
tempat sholat dan mengenakan sebuah ikat pinggang. Mantel dan topinya yang
terbuat dari bulu domba itu dikenakannya secara terbalik. Kemudian ia berkata
kepada Alloh:
" Ya Alloh, aku tidak membanggakan
disiplin diri yang telah kulaksanakan seumur hidupku, aku tidak membanggakan
sholat yang telah kulakukan sepanjang malam. Aku tidak menyombongkan puasa yang
telah kulakukan selama hidupku. Aku tidak menonjolkan telah berapa kali aku
menamatkan Al Qur'an. Aku tidak akan mengatakan pengalaman-pengalaman spiritual
khususku yang telah kualami, do'a- do'a yang telah kupanjatkan dan betapa akrab
hubungan antara Engkau dan aku. Engkaupun mengetahui bahwa aku tidak
menonjolkan segala sesuatu yang telah kulakukan itu.
Semua yang kukatakan ini bukanlah untuk
membanggakan diri atau mengandalkannya. Semua ini kukatakan kepadaMu karena aku
malu atas segala perbuatanku itu. Engkau telah melimpahkan rahmatMu sehingga
aku dapat mengenal diriku sendiri. Semuanya tidak berarti, anggaplah itu tidak
pernah terjadi. Aku adalah seorang Torkoman yang berusaha tujuh puluh tahun
dengan rambut yang telah memutih di dalam kejahilan.
Dari padang
pasir aku datang sambil berseru-seru,'Tangri-Tangri' Baru sekarang inilah aku
dapat memutus ikat pinggang ini. Baru sekarang inilah aku dapat melangkah ke
dalam lingkungan Islam. Baru sekarang inilah aku dapat menggerakkan lidahku
untuk mengucapkan syahadat. Segala sesuatu yang Engkau perbuat adalah tanpa
sebab. Engkau tidak menerima ummat manusia karena kepatuhan mereka dan Engkau
tidak akan menolak mereka hanya karena keingkaran mereka. Segala sesuatu yang
kulakukan hanyalah debu. Kepada setiap perbuatanku yang tidak berkenan kepadaMu
limpahkanlah ampunanMu. Basuhlah debu keingkaran dari dalam diriku karena
akupun telah membasuh debu kelancangan karena mengaku telah mematuhiMu.
Kemudian Abu Yazid menghembuskan nafas
terakhirnya dengan menyebut nama Alloh pada tahun 261 H /874 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar