Hasan bin Thalal
(El Hayat London)
“Siapa yang
terbiasa menelantarkan sesuatu dia pasti menyia-nyiakan hak. Termasuk sikap
tidak berdaya, jika Anda menuntut apa yang tidak mungkin dikejar dan
meninggalkan apa yang mungkin dikerjakan demi akibat yang baik,” (Imam Ali karramaallahu
wajhahu).
Di antara akibat
Perang Dunia I, Negara-negara Timur Dekat (Near East) terpecah-pecah
menjadi beberapa Negara dan aliran politik. Perancis diberi otoritas atas
Suriah dan Libanon. Inggris diberi otoritas atas Palestina dan Irak. Tidak
semua keputusan dan kebijakan saat itu sesuai dengan keinginan penduduk atau
sejumlah perjanjian yang diteken di akhir perang yang bertujuan untuk
menentukan nasib masa depan mereka. Bahkan kebijakan itu dilakukan atas
dasarkan kepentingan sepihak (pihak yang kuat) tanpa malu-malu. Banyak pengamat
memberikan isyarat bahwa semua janji-janji memerdekakan bangsa kecil terjajah
hanya munafik dan riya.
Resolusi DK PBB no.
242 pada 22 November 1967 menegaskan tidak bolehnya mengambil sebuah kawasan
dengan perang dan menegaskan pentingnya bekerja menciptakan perdamaian yang
adil dan selamanya yang memberikan setiap Negara untuk hidup aman.
Sejak saat itu,
pembicaraan perwujudan perdamaian yang adil dan lengkap di Timur Tengah terus
digulirkan. Bahkan saking seringnya hingga maknanya semakin pudar.
Penerjemahannya pun semakin sulit diwujudkan, jika tidak mustahil. Ketidak
percayaan berhasilnya prakarsa perdamaian, terutama dari pihak Arab, menjadi penghalang
keberhasilan yang ada. Selama ini tidak ada hasil dari perdamaian bahkan yang
ada hanya kepedihan, tertekan, penjajahan yang menyakitkan bagi saudara kita di
Palestina. Mereka menghadapi berbagai macam bentuk diskriminasi, penjajahan,
penindasan yang bisa disaksikan setiap saat di layar TV. Tembok rasial Israel
masih terus dibangun meski mahkamah internasional di Den Hag tahun 2004 meminta
kepada Israel menghentikannya karena dianggap tidak legal dan memberikan ganti
pada penduduk yang dirugikan.
Jika kembali kepada
rekomendasi ke sembilan pada laporan UNSCOP tahun 1947, kita temukan keputusan
ini menegaskan keharusan menjaga persatuan ekonomi Palestina sebagai dasar
untuk mewujudkan perkembangan potensi materi dan kemanusiaan. Prosedur sekarang
yang diambil oleh pemerintah Israel
soal tembok rasial yang menghalangi pembangunan terutama di wilayah jajahan dan
melakukan perusakan pada masyarakat Palestina. (atb)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar