Sabtu, 23 Agustus 2014

Kondisi Kritis Kehidupan Warga Palestina




COMES: -Setelah usia Intifadhah Al-Aqsha berjalan tiga tahun lebih, sejumlah laporan mengungkapkan tentang meningkatnya penderitaan yang dialami oleh ribuan keluarga di Tepi Barat dan Jalur Gaza akibat kekejaman yang dilakukan oleh penjajah Israel hingga menyentuh kepada hal-hal mendasar dalam kehidupan.
            Di antara fenomena penderitaan itu adalah rendahnya pemasukan (income) bulanan bagi sejumlah besar keluarga Palestina. Akibatnya berpengaruh kepada pengeluaran biaya di semua bidang kehidupan, terutama biaya untuk makanan. Fenomena ini akan menunjukkan betapa bahayanya krisis ekonomi yang dialami oleh keluarga-keluarga Palestina tersebut.
            Kita akan mencoba membaca secara jelas hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Statistik Palestina selama kwartal pertama tahun 2004, seputar dampak aksi-aksi kekejaman Israel bagi kondisi ekonomi keluarga Palestina.
Pemasukan (income) Keluarga
            Hasil survei itu menunjukkan akan penurunan income bulanan untuk keluarga pertengahan, mulai dari 2.500 shekel (shekel mata uang Israel, dan 1 shekel = US$ 4,6, red) sebelum Intifadhah Al-Aqsha hingga sampai pada 1.200 shekel per-kwartal pertama tahun 2004. Di Tepi Barat menurun dari angka 3.000 shekel sampai jumlah 1.500 shekel, dan di Jalur Gaza mulai dari 1.800 shekel hingga sampai 1.000 shekel.
            Sejumlah data memperlihatkan bahwa 61,5% (atau sekitar 368.000 kepala keluarga) dari jumlah keseluruhan keluarga Palestina yang ada di tanah Palestina, menunjukkan penurunan income sejak awal-awal Intifadhah Al-Aqsha. Diantarannya 48,7% (atau 292.000 kepala keluara) telah kehilangan separuh pemasukannya selama Intifadhah ini, sementara jumlah 65,6% (atau 261.000 kepala keluarga) dari jumlah keseluruhan keluarga di Tepi Barat menurun pemasukannya sejak awal-awal Intifadhah, berbanding 53,4% (atau 107.000 kepala keluarga) di Jalur Gaza.
Sumber-sumber Pemasukan
            Hasil survei itu juga menjelaskan bahwa 31,8% dari keluarga di tanah Palestina banyak bergantung pada upah dan gaji dari sektor khusus (swasta) sebagai sumber income utama selama per-kwartal tahun 2004. Dan angka 18,3% pemasukannya bergantung pada upah dan gaji dari pemerintah sebagai sumber pemasukan utama, sedangkan 12,1% dari keluarga itu bergantung pada proyek-proyek keluarga internal.
            Sedangkan pada level daerah, 34,1% dari keluarga di Tepi Barat itu bergantung pada upah dan gaji dari sektor khusus (swasta, red), kemudian berikutnya dari upah dan gaji pemerintaha sebanyak 12,8% serta usaha mandiri keluarga sebagai sumber utama pemasukan adalah sebanyak 12,8%.
            Adapun di Jalur Gaza, jumlah 29,2% dari keluarga di sana bergantung pada upah dan gaji dari pemerintah, 27,2% bergantung pada upah dan gaji dari sektor swasta dan 10,6% dari keluarga bergantung pada usaha mandiri sebagai sumber utama income.
Pengeluaran Keluarga
            Hasil survei pusat statistik itu menunjukkan bahwa 60,3% dari keluarga Palestina (atau sekitar 361.000 kepala keluarga) yang hidup di tanah-tanah Palestina telah menurunkan pembelanjaannya pada kebutuhan-kebutuhan primer selama tahun 2003, terutama pada pakaian dan makanan. Jumlah keluarga yang menurunkan pengeluarannya pada pakaian mencapai angka 96,8%, sedangkan yang menurunkan pengeluarannya pada sisi makanan mencapai angka 89,7%.
            Untuk wilayah Tepi Barat, survei itu menunjukkan bahwa 64,1% dari keluarga (atau 256.000 kepala keluarga) telah menurunkan pengeluarannya pada kebutuhan primer selama periode tersebut, terutama pada kebutuhan pakaian dan tempat tinggal. Keluarga yang menurunkan pengeluarannya pada kebutuhan pakaian mencapai angka 95,9% dan yang menurunkan pada kebutuhan tempat tinggal mencapai 88,1%.
            Pada wilayah Jalur Gaza, survei itu menunjukkan bahwa 52,7% (atau 105.000 kepala keluarga) menurunkan pengeluarannya pada kebutuhan primer selama periode yang sama, terutama pada kebutuhan pakaian dan makanan. Jumlah keluarga yang mengurangi pengeluaran pakaian mencapai 99% dan mengurangi pengeluaran makanan mencapai 97,1%.
            Sejumlah data di sana juga menyebutkan bahwa ada jumlah yang cukup tinggi keluarga Palestina yang tinggl di tanah-tanah Palestina merubah cara mengkonsumsi bahan-bahan makanan yang biasa konsumsi sebelum Intifadhah Al-Aqsha. Ada 99,1% dari keluarga Palestina yang mengurangi konsumsi daging yang biasa mereka konsumsi sebelumnya dan 98,7% dari keluarga itu mengurangi konsumsi buah-buahan yang biasa mereka makan. Bahkan 98,1% dari keluarga Palestina itu merubah menu makanan dan 87,4% dari mereka yang mengurangi jumlah makanan yang biasa mereka konsumsi sebelum Intifadhah Al-Aqsha.
Kontribusi Ekonomi bagi Keluarga Palestina
            Keluarga Palestina, seperti hasil survei itu, yang kekuatan ekonominya bergantung selama tahun 2003 lalu pada sejumlah sumber, menunjukkan bahwa 75,4% dari keluarga itu bergantung pada income bulanannya untuk bisa tetap eksis selama tahun 2003. Sedangkan 68,5% dari keluarga itu ada yang harus 'ngebon' dulu dan 61,3% dari keluarga tersebut yang harus mengurangi pengeluaran bulanannya.
            Pada level daerah, hasil survei itu menunjukkan bahwa 73,6% dari keluarga di Tepi Barat ekonominya bergantung pada income bulanannya, 69,7% dari mereka harus 'ngebon' dulu untuk memenuhi kebutuhannya dan 65,3% dari keluarga tersebut harus terpaksa mengurangi kebutuhan bulanannya. Sedangkan di Jalur Gaza 78,9% dari keluarga Palestina sangat bergantung pada income bulanannya sebagai penopang utama untuk eksis, 66,2% harus terpaksa 'ngebon' dan 56,8% dari mereka harus terpaksa 'ngutang'.
            Tentang potensi untuk tetap tahan secara ekonomi selama periode itu, ada 23,4% dari keluarga Palestina yang bisa bertahan lebih dari satu tahun, berbanding dengan 15,9% keluarga yang terus mengalami kegoncangan ekonomi dan tidak tahu bagaimana harus melayani kebutuhan primer keluarganya.
            Pada level daerah, hasil survei itu menunjukkan bahwa 22,3% keluarga di Tepi Barat masih bisa bertahan ekonominya pada periode berikutnya hingga setahun lamanya, dibandingkan dengan 25,6% keluarga yang ada di Jalur Gaza. Sedangkan 16,2% dari keluarga di Jalur Gaza menghadapi kesulitan ekonomi yang cukup bahaya dan tidak tahu bagaimana harus melayani kebutuhan primer keluarganya, berbanding 15,7% keluarga yang ada di Tepi Barat.
Bantuan Kemanusiaan
            Dari hasil survei, juga menunjukkan bahwa 19,2% dari keluarga atau salah satu anggotanya (115.000 kepala keluarga) di tanah Palestina mendapatkan sejumlah bantuan
selama per-kwartal pertama tahun 2004. Jumlah ini tersebar di lapangan sebanyak 14,0% di Tepi Barat dan 29,5% di Jalur Gaza. Sedangkan hasil lain menunjukkan bahwa 72,0% (atau 432.000 kepala keluarga) menegaskan akan butuhnya mereka terhadap bantuan-bantuan tersebut tanpa melihat akan datang atau tidaknya bantuan itu sendiri (perbandingannya, 70,7% di Tepi Barat dan 74,8% di Jalur Gaza).
            Tentang keluarga yang menerima bantuan-bantuan itu selama kwartal tahun 2004, dengan hitungan per-shekel, survei itu menunjukkan bahwa 12,6% dari keluarga itu menerima keseluruhannya berjumlah kurang dari 100 shekel, 47,8% kurang dari 200 shekel dan 66,1% menerima kurang dari 300 shekel.
            Seputar sumber-sumber bantuan ini, pihak keluarga dan kerabat menempati tempat pertama sebagai penyumbang bantuan dengan jumlah 23,3%. Peringkat berikutnya disusul oleh bantuan dari asosiasi pekerja dengan jumlah 21,5%, lalu badan bantuan dengan jumlah 19,5%, lembaga-lembaga pemerintah (khusus bidang sosial) berjumlah 16,9%, yayasan sosial dan agama (termasuk didalamnya panitia zakat) berjumlah 6,8%, faksi dan partai politik berjumlah 2,5%. Sedangkan jumlah bantuan yang dikirim oleh sejumlah organisasi internasional, lembaga SDM, negara-negara Arab, bank-bank lokal, panitia lokal dan karib kerabat mencapai jumlah 9,5%. Adapun tentang bentuk bantuan tersebut, survei itu menunjukkan bahwa 54,9% berupa bahan-bahan makanan dan 32,5% berupa uang tunai.
Prioritas Kebutuhan Keluarga
            Hasil survei itu menunjukkan bahwa 35,8% dari keluarga di Palestina membutuhkan makanan sebagai prioritas pertama, 21,5% membutuhkan harta, 21,4% membutuhkan pekerjaan, 8,6% memprioritaskan pada bidang pendidikan dan 7,3% memprioritaskan pengobatan.
Pelayanan Bantuan Medis
            Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa 51,0% dari keluarga Palestina menjadikan isolasi militer Israel sebagai penghalang untuk mendapatkan bantuan medis, dan 50,6% dari keluarga yang menjadikan barikade-barikade militer Israel sebagai penghalang mendapatkan pelayanan medis.
            Begitu juga jumlah 48,2% dari keluarga itu yang mengeluhkan tingginya biaya pengobatan sebagai penghalang untuk mendapatkan pelayanan medis dan 10,8% menjadikan tembok 'rasis' pemisah Israel sebagi penghalang mendapatkan pelayanan medis.
            Sedangkan untuk level daerah, 62,7% dari keluarga di Tepi Barat dan 27,8% keluarga di Jalur Gaza yang menyebutkan bahwa isolasi militer Israel membuat mereka tidak mendapatkan pelayanan medis. Adapun tingginya biaya pengobatan menjadi penyebab mereka tidak mendapatkan pelayanan medis adalah 48,6% keluarga di Tepi Barat dan 47,4% keluarga di Jalur Gaza. (AM Rais)     

Tidak ada komentar: